WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Sabtu, 20 Februari 2010

Visi dan Nilai Sebagai Kendali Gerak Dakwah


Oleh: M Karebet

Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Juga, bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat. Nah, kali ini, akan dibahas Visi dan Nilai sebagai Kendali Gerak Dakwah.

Sebagai sebuah organisasi atau dakwah yang teorganisasi, kendali pada visi dan nilai menjadi suatu keniscayaan. Mengapa? Karena dakwah telah melibatkan sedemikian banyak da’i dan sumberdaya yang penggerakannya menghendaki kesamaan dalam pemikiran, perasaan dan aturannya. Jika tidak, dakwah akan mudah tergelincir dalam nuansa miskomunikasi, ‘misleading’, dan bahkan misorganisasi. Jika sudah begini, dakwah akan diam tak bergerak. Sungguh mengerikan!

Baiklah, kita lanjutkan. Visi tempatnya ada pada strategi organisasi. Namun, di atas strategi organisasi itu sebenarnya terdapat nilai atau, lengkapnya, nilai-nilai utama yang memandu arah organisasi. Disebut nilai utama, sebab ia menjadi sandaran utama yang akan memayungi semua aktivitas organisasi. Karena - dalam perspektif Islam - keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut, maka nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi.

Lalu, bagaimana selanjutnya dengan visi? Visi adalah cara pandang yang menyeluruh dan futuristik terhadap keberadaan organisasi. Pernyataan visi menjawab pertanyaan, akan menjadi sosok organisasi seperti apa dalam lima tahun mendatang (the what). Dalam koridor strategi induk organisasi, keberadaan Visi selalu dijabarkan dengan Misi dan Tujuan. Misi merupakan pernyataan yang menjelaskan alasan pokok berdirinya organisasi dan membantu mengesahkan fungsinya dalam masyarakat atau lingkungan. Dalam bentuk yang sederhana, pernyataan misi menjawab pertanyaan, aktivitas apa yang akan dilakukan organisasi agar sosok yang diharapkan tadi (dalam visi) dapat terwujud (the why). Sementara, tujuan adalah akhir perjalanan yang dicari organisasi untuk dicapai melalui eksistensi dan operasinya serta merupakan sasaran yang lebih nyata dari pernyataan misi.

Ada empat syarat untuk menetapkan dan menulis visi menurut Bennis dan Mische (1996). Syarat pertama, mencakup segala hal dan berani, menekankan hasil yang luar biasa ketimbang hanya hasil yang bertahap. Kedua, menciptakan rasa kekuatan, semangat dan komitmen ketimbang kegelisahan, kepanikan, dan intimidasi. Ketiga, realistis dan dapat dicapai, dipergunakan sebagai pedoman bagi semua aktivitas organisasi. Keempat, spesifik dan harus dinyatakan dengan keyakinan; sebab visi adalah artikulasi dari citra, nilai, arah dan tujuan yang akan memandu masa depan organisasi.

Ada banyak visi organisasi yang layak kita cermati, paling tidak kita jadikan benchmarking dengan visi kita saat ini, misalnya :
• Bank Muamalat Indonesia (BMI), Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar emosional, dikagumi di pasar rasional.

• RS PMI Bogor, Menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik dengan unggulan di bidang traumatik dan kegawatdaruratan.

Yang spesifik dakwah, bisa tampak dari contoh berikut :
• Visi BKIM IPB : Menjadi Lembaga Dakwah yang Ideologis dan Profesional bagi terwujudnya Mahasiswa Muslim IPB yang Patuh pada Syariat Islam, Dinamis dan Kreatif.

• Working Group Syariat Islam Aceh : Menjadi jaringan kerja penggerak partisipasi publik dalam formulasi, implementasi dan pengendalian kebijakan Syariat Islam di Aceh.

Nah, sekarang bagaimana mengimplementasikan visi dan nilai sebagai kendali gerak dakwah kita? Menjadikan kendali gerak dakwah artinya dengan menetapkan acuan, standar atau tolok ukur strategis dan operasional bagi perjalanan organisasi dakwah kita yang diderivasikan dari nilai dan visi. Tolok ukur strategis lebih bersifat kualitatif dan bersandarkan pada nilai-nilai yang dianut organisasi. Sementara, tolok ukur operasional lebih bersifat kuantitatif dan didasarkan atas kesepakatan hasil perhitungan atau analisis bersama dalam menjalankan aktivitas organisasi sebagai turunan berikutnya dari visi.

Sahabat Pembangkit Umat,
Dengan begitu, berdasarkan nilai-nilai utama, maka kendali itu akan berupa penetapan visi (juga misi dan tujuan) organisasi, baik secara eksplisit maupun implisit, yang menggambarkan orientasi strategis organisasi. Dengan demikian, visi yang diusung adalah menjadikan organisasi sebagai wahana para pengelolanya dalam melaksanakan dakwah dalam rangka meraih keridloan Allah SWT. Misi dan tujuannya adalah bahwa keberadaan organisasi pada hakikatnya adalah untuk mewujudkan dakwah yang benar-benar dapat menggugah sehingga dapat mewujudkan ketaatan terhadap syariat. Jika berhubungan dengan pembinaan SDM, bagaimana mewujudkan SDM dakwah yang memiliki kematangan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah), melalui pola fikir dan pola sikap yang Islami serta profesional, yakni kafa’ah (berkeahlian); himmatul 'ammal (beretos kerja tinggi); dan amanah (terpercaya), dan sebagainya.

Kendali berikutnya, atas dasar visi yang telah ditetapkan itu pula, maka tolok ukur strategis bagi aktivitas dakwah organisasi adalah hukum syara atau syariah Islam itu sendiri. Aktivitas organisasi - apapun bentuknya - pada hakikatnya adalah aktivitas manusia yang akan selalu terikat dengan hukum syara. Hal ini sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan “al-aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmisy syar’i”, yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh atau haram.

Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menyatakan : “Semua umatku akan masuk sorga kecuali orang yang enggan.” Ada salah seorang sahabat yang bertanya : “Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab : “Barang siapa yang taat kepadaku maka ia masuk sorga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia itu enggan.” Dengan demikian, orang yang merindukan keselamatan hidup akan senantiasa terikat dengan hukum syara tersebut. Karena hukum syara mengikat setiap SDM organisasi, maka aktivitas organisasi yang hakikatnya dilakukan oleh SDM organisasi pun dengan sendirinya tidak akan lepas dari koridor hukum syara.

Visi (juga misi dan tujuan) serta kedua tolok ukur di atas lazimnya akan nampak pada organization culture dan implementasi strategi berikutnya. Hukum syara sebagai tolok ukur strategis akan menjadi koridor bagi seluruh aktivitas keorganisasian segenap SDM organisasi.

Bila visi telah berhasil ditetapkan, seperti tampak pada contoh visi di atas, penting untuk disimak sebagai ‘warning’, enam sebab mengapa visi (dan misi) sebagian organisasi menjadi tidak efektif sebagai kendali seperti yang ditulis dalam Faisol (2002).

•Sebab 1. Konsep tentang visi (dan misi) itu sendiri tidak jelas.
•Sebab 2. Secara intrinsik organisasi tidak secara sungguh-sungguh mendambakan dan mengusahakan tercapainya visi (dan misi) itu sendiri. Organisasi tidak memiliki motivasi.
•Sebab 3. Rumusan visi (dan misi) dianggap tidak realistis untuk dicapai. Artinya, visi (dan misi) tersebut tidak dipercaya oleh konstituen organisasi karena tidak selaras dengan sistem nilai organisasi.
•Sebab 4. Visi (dan misi) organisasi tidak fleksibel, sementara organisasi harus tangguh menghadapi berbagai tantangan dan teguh menuju arah yang telah ditetapkan.
•Sebab 5. Visi (dan misi) organisasi tidak didukung oleh strategi dan manajemen yang tepat.
•Sebab 6. Visi (dan misi) organisasi tidak ditopang oleh kepemimpinan yang mampu merealisasikan visi (dan misi) organisasi tersebut menjadi kenyataan.

Inilah makna kendali pada visi dan nilai. Semakin menegaskan bahwa dakwah kita adalah dakwah yang terkendali dengan mantap oleh Islam sebagai Nilai-nilai utama dan Visinya.Tak akan pernah sedikitpun bergeser dari Islam. Karena hanya dengan itu, Allah ridlo pada dakwah kita. Insya Allah.

Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti dan improvisasi secara kreatif dan inovatif agar laju dakwah optimal. Islam dalam visi dan nilai menjadi kendalinya. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

Masa Muda Jangan disia-siakan


Bisakah percaya dengan perwatakan muda mudi yang saling mencintai sebelum pernikahan? Bercinta penuh dengan gaya yang dibuat-buat dan kepura-puraan. Masing-masing akan bergaya dengan watak yang terbaik. Penyayang, penyabar, pemurah dan berbagai-bagai lagi. Masa bercinta adalah alam lakonan semata-mata.

Jangan harap lepas kawin semuanya akan tetap demikian. Banyak orang yang kecewa dan tertipu dengan kepribadian pasangan semasa berpacaran. Perangai pasangan jauh berbeda. Ibarat langit dengan bumi. Masa berpacaran, dia seorang yang amat penyayang, penyabar, sabar tunggui pasangan terlambat sampai berjam-jam.
Tapi setelah kawin, lewat 5 menit, sudah kena teriak omelan. Perwatakan dalam masa berpacaran tidak bisa dipercaya. Pacaran adalah suatu kepura-puraan atau hipokrit.

Kita pernah mendengar kisah atau menyaksikan sendiri seorang suami yang begitu setia menemani isterinya yang lumpuh di rumahsakit. Maka, berulang-kalilah si suami kerumah sakit hingga ke akhir hayat isterinya. Tidak ketinggalan juga kasih suami menangis kekanak-kanakan apabila isterinya disahkan mengidap kanker dan berbagai lagi kisah yang menyentuh perasaan. Begitulah nilainya kesetiaan.

Apakah mungkin kemanisan dan keindahan berpacaran muda-mudi sekarang yang dikobarkan oleh lingkungan menurut hawa nafsu mampu membuatkan mereka sanggup sehidup semati begini?.

“Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Al-mundziri dalam kitabnya at-Targhib dan Al-Haitsami mengatakan perawi ini (perawi Thabrani) adalah perawi yang dipercayai dan perawi yang sahih.

Rasulullah SAW bersabda : “Tidak berkhalwat seorang lelaki dengan seorang wanita melainkan syaitanlah yang ketiganya.” (Hadis riwayat Ahmad, at-Tarmidzi dan al-Hakim dan beliau mensahihkannya).

Rasulullah SAW juga ada bersabda: “Janganlah seseorang kamu berkhalwat dengan seorang wanita melainkan bersama mahramnya” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak aku tinggalkan selepasku satu fitnah yang lebih berbahaya ke atas kaum lelaki daripada (fitnah) wanita” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW bersabda: “Awasilah dunia dan awasilah terhadap wanita karena fitnah yang mula-mula timbul di kalangan bangsa Israel ialah para wanita” (HR Muslim)

Firman Allah: “pada hari ketika lidah, tangan dan kaku mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Surah an-Nur: 24)

Jadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai pegangan hidup agar hidup tidak sunyi dari mengingat Allah. Hidup hendaklah berlandaskan Syariat Islam yang benar. Kita hendaklah sadar bahwa Allah menciptakan kita untuk melantik kita menjadikan khalifahNya. Gunakan akal fikiran yang waras yang bertunangkan iman didada bukannya hawa nafsu.

Masa muda hanya datang sekali. Sekali rusak dan ternoda ia akan bertengger selama hidup hingga akhir hayat. Sisa sisa hidup yang ada akan terpikulkan beban berkepanjangan. Berbenah sebelum terlanjur jauh. Berubah sebelum kehabisan masa. Ambil sikap dan luruskan langkah.

Restu ibu bapak amat penting dalam menentukan masa depan. Sahabat-sahabatku, jangan meletakkan kecintaan kita kepada benda kepalsuan yang bakal ditarik sewaktu waktu. Cintailah Allah, cinta yang agung dan sejati. Selamat berjuang dalam meraih cinta yang sejati. Ia hanya kekal milik Allah.

Ya Allah, bantulah aku…………………..

Kamis, 18 Februari 2010

Mimpiku Bukan Mimpi Biasa


Oleh : Mujahid Wahyu

ImageMimpiku Bukan Mimpi Biasa
Hidupku Bukan Hidup Biasa
Tapi Ingatlah Mimpi dan Hidupku Untuk Islam Jaya!

Menyaksikan hingar bingar warta dunia membuat jari jemariku mengepal kesal. Ya, inilah negeriku, negeri yang menjadi surga bagi para penjahat. Maka jangan heran bila negeriku selalu masuk nominator teratas sebagai negeri paling korup seantero jagad. Itu baru sebagian kecil problematika yang terekam di media dalam setiap kali pewartaan. Kesenjangan sosial akibat kemiskinan, ancaman disintegrasi bangsa, krisis moralitas, ketidakadilan hukum, intervensi asing, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal serta penistaan dan pelecehan terhadap agama, yang tidak kunjung selesai merupakan potret buram perjalanan negeriku.

Wajar bila negeriku harus mendapati kehinaan demi kehinaan, kesengsaraan demi kesengsaraan dan penghidupan yang sempit. Sadar atau tidak sadar, semua ini memang disebabkan oleh perilaku penduduk negeriku sendiri. Kami masih terkungkung oleh sebuah sistem kehidupan yang mengebiri peran agama (Islam). Kenali saja sistem ini dengan nama sistem sekulerisme. Sistem ini memenjarakan peran agama dalam sisi ritual dan spiritual saja. Sedang dalam sistem publik ”go out!!! ”. Sistem ini memiliki derivasi antara lain demokrasi dalam sektor politik pemerintahan, kapitalisme dan liberalisme dalam sektor ekonomi, individualisme dan materialisme dalam sektor sosial dan budaya. Semuanya terangkum dalam sebuah ideologi kehidupan yang dinamakan dengan ideologi kapitalisme sekuler.

Siapa yang tidak geram dengan kondisi seperti ini. Allah SWT yang aku yakini sebagai tuhan – pun pasti sangat geram bahkan pantas Dia marah. Perlu sekali diketahui bersama bahwa ternyata Tuhan yang telah menciptakan manusia, telah membekali kita dengan sistem kehidupan. Tentu karena satu – satunya agama yang diterima oleh tuhan adalah hanya agama islam (Lihat: QS 3:85), maka sistem kehidupannya pun juga harus berasal dari Islam.

Kalau bicara yang salah, Allah SWT pasti tidak salah. Yang salah adalah kami yang menghuni planet bumi ciptaan-Nya. Hampir 86 tahun kami dan saudara – saudara kami terpecah – pecah menjadi negara – nagara kecil yang menyengsarakan. Benar apa yang disampaikan Rasulullah SAW, dengan kondisi ini kami tak ubahnya adalah buih yang terapung di lautan kesana kemari dan terserang penyakit wahn ( cinta dunia dan takut mati ) sedangkan jumlah kami sangat banyak.

Semua itulah yang menggerakkan aku untuk bermimpi, mimpi yang pernah dimiliki oleh idolaku, idola hidup mati (Muhammad SAW). Mimpi itulah yang pernah terbukti nyata, terekam dalam sejarah dunia. Ya mimpi inilah yang saat ini menjadi bahan tertawaan oleh kaum liberalis dan salibis dengan bukunya “Ilusi Negara Islam“. Tetapi aku yakin dengan sepenuh hati akan janji yang telah dinyatakan Allah SWT untuk memberi kemenangan bagi kaum muslim (Lihat: QS. 24 : 55). Mimpi inilah yang akan selalu menjadi visi langkahku, menjadi bahan bakarku dan pelecut semangatku.

Sekali lagi aku ulangi dengan lantang, mimpi – mimpiku adalah bukan mimpi biasa. Dolar dengan nominal berapapun tidak akan mampu membeli mimpi – mimpiku. Mimpi inilah yang akan aku jual dan tawarkan sendiri kepada Tuhan-ku yang telah menciptakanku, dunia beserta seisinya. Mimpiku bukanlah utopis atau ilusi belaka, tapi mimpiku adalah mimpi misi suci, mengembalikan kejayaan islam dengan syariah dan khilafah. Bukan Ilusi karena ini merupakan janji Ilahi.

Solusi Menghadapi Stagnasi Dalam Berdakwah


Assalamu’alaikum Wr Wb,
Teh Cicin yang baik… jujur, saya seringkali iri pada pada saudari-saudari saya yang lain (para pengemban dakwah), yang mampu aktif berdiskusi dengan banyak orang atau mampu bersuara lantang dalam forum dan acara-acara. Sebagai seorang pengemban dakwah, saya malu karena tidak mampu seperti saudari saya itu. Menurut teteh, sebenarnya persoalan apa saja yang menjadikan seorang pengemban dakwah mengalami stagnasi dalam bergerak, dalam hal ini misalnya ketidakmampuan atau kesulitan melakukan kontak tadi? Afwan, Mohon masukannya ya teh … syukran. Jazakillah.

AD. Bogor

Wa’alaikumsalam Wr Wb.

Adik AD yang shalihah,
Teteh senang sekali karena AD mau terbuka dan mencari solusi atas keresahannya. Persoalan dalam dakwah yang menimpa setiap individu pengemban dakwah memang berbeda-beda. Salah satunya kesulitan kontak yang adik hadapi.

Namun izinkanlah teteh memberikan gambaran secara umum, lebih tepatnya analisa terhadap stagnasi gerak yang seringkali melanda seorang pengemban dakwah, sehingga ia tidak mampu atau tidak siap dalam menjalankan aktivitas kontak (baik secara personal maupun masa). Menurut telaah teteh hal tersebut dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya:
(1) karena kemalasan,
(2) faktor eksternal, misalnya kekurangan finansial,
(3) faktor teknis (dalam hal ini berkenaan dengan kurang persiapannya dalam kontak atau karena lemahnya kemampuan dalam komunikasi).

Pertama, karena kemalasan. Persoalan ini merupakan persoalan paling krusial bagi seorang pengemban dakwah. Karena berhubungan dengan kesadaran diri, yakni berkenaan dengan motivasi ruhiyah yang dimilikinya (jual beli dirinya dengan Allah). Jika persoalan tersebut melanda seorang pengemban dakwah, maka satu-satunya jalan yang harus dilakukan adalah membangkitkan kembali kesadaran dirinya. Mengenal dan menyadari hakekat siapa dirinya dan untuk apa dia menjalani kehidupan ini. Mungkin dia perlu dibantu untuk mengurai kembali makna kehidupan ini. Dengan proses berpikir tentu saja. Karena kita yakin, bahwa bangkitnya seseorang adalah dengan pemikirannya (Bab I – Thariqul Iman).

Kedua, karena faktor eksternal. Biasanya salah satu faktor eksternal yang banyak melanda para pengemban dakwah karena lemah atau kurangnya finansial. Hal tersebut tentu akan menuntut seorang pengemban dakwah untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga berdampak pada minimnya waktu yang disediakan untuk menjalani berbagai aktivitas dakwah, dalam hal ini kontak misalnya. Jika hal ini terjadi, saudarinya yang lain perlu memberikan berbagai alternatif solusi.

Rekomendasi solusi itu diantaranya, 1). selalu memberikan dorongan atau motivasi ruhiyah kepadanya, bahwa sesungguhnya Allah akan menolong hambaNya yang menolong agama Allah (dari arah yang tak disangka-sangka)_ QS.Muhammad [47]: 7 atau QS. Huud [11]: 6 (bahwa tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya), 2). membantu pengusahaan modal dari individu yang punya kelebihan finansial, untuk pengembangan usaha pribadinya, 3). peningkatan kemampuan menulis, sehingga karya-karya yang dibuatnya dapat menjadi pembuka jalan datangnya rizki. Apalagi di kampus sebenarnya banyak sekali beasiswa prestasi, lomba-lomba atau project-project intelektual yang berhubungan dengan penalaran secara terbuka dapat diikuti. Seiring dengan upaya mencari jalan keluar atas persoalan finansialnya, dengan hal ini ia juga mampu mengasah pemikiran dan kepekaannya pada kondisi kekinian kampus. Sesuai dengan kewajibannya untuk memahami realita yang terjadi pada lahan dakwah yang dikelolanya. Karena sesungguhnya kapitalisme lah yang menjadikan kehidupan kita terdesak persoalan ini. Oleh karenanya hal ini seharusnya dapat menjadi cambuk hebat dalam kehidupan kita, untuk bersegera dalam dakwah. Mencerdaskan umat, membangkitkan keterpurukan mereka dengan Islam, membakar perasaan dan pemikirannya untuk bergerak bersama, mempercepat kematian kapitalisme dan menggantinya dengan naungan yang mensejahterakan dan menentramkan, bersama Islam InsyaAllah. Jangan sampai karena persolan finansial, menjadikan seorang pengemban dakwah futur atau lalai dalam amanah hingga berpengaruh pada gerak jamaah secara umum, naudzubillah.

Adik AD yang shalihah,
Teteh yakin, rasa iri yang adik rasakan terhadap saudarinya yang giat dalam dakwah itu merupakan manifestasi keimanan adik karena ingin bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban (sebagai seorang pengemban dakwah), yang semata ingin meraih ridla-Nya, dan bukan karena kemalasan akibat lemahnya motivasi ruhiyah, insyaAllah. Dari pertanyaan yang adik sampaikan, teteh juga tidak menangkap adanya indikasi bahwa adik memiliki beban dalam dakwah karena urusan finansial, insyaAllah. Semoga kita bagian dari orang yang mampu mengambil pelajaran dalam kehidupan ini ya...

Berikutnya, yang terakhir, karena faktor teknis (dalam hal ini karena karena kurangnya persiapan dalam kontak atau lemahnya kemampuan dalam komunikasi).

Adik AD yang shalihah,
Salah satu persoalan teknis yang biasanya menjadikan ketidaksiapan atau ketidakmampuan seorang pengemban dakwah melakukan kontak adalah karena kurangnya persiapan dalam kontak. Hal tersebut sebenarnya berhubungan dengan manajemen waktunya saja, khususnya dalam melakukan dirasah fardiyah. Meskipun hal ini termasuk faktor teknis, namun keberadaannya bisa jadi muncul akibat lemahnya motivasi ruhiyah untuk meningkatkan kapasitas diri. Dan ini berbahaya bagi seorang pengemban dakwah. Karena kekuatan seorang pengemban dakwah adalah dari kematangan syaksiahnya, yakni pola pikir dan pola sikap yang dimiliki.
Sedangkan pola pikir Islami (yang menghasilkan kemampuan dalam menelaah persoalan dan menjawabnya sesuai dengan kebenaran Islam), hanya akan terbentuk jika ia mau terus belajar mendalami Islam, dan membenturkan apa yang dipelajarinya dengan kontak (di dalamnya kita tentu harus terus mengikuti perkembangan realita yang terjadi di tengah-tengah umat_ dalam hal ini kampus khususnya). Karena memahami secara sungguh-sungguh proses belajar yang kita lakukan (dan refleksinya dalam aplikasi kehidupan), merupakan bagian kewajiban yang terintegrasi dalam perjuangan dakwah. Oleh karenanya berdakwah tidak cukup berbekal semangat atau kreativitas saja. Kita juga harus terus belajar untuk meningkatkan kapasitas diri, salah satunya dengan dirasah fardiyah atau diskusi rutin bersama tim.

Terakhir, setiap orang, dengan potensi yang dimilikinya, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam hal ini misalnya kemampuan berkomunikasi. Bagi seorang pengemban dakwah, meskipun aktivitasnya menuntut mampu berkomunikasi dengan orang lain, (dalam kerangka menyampaikan kebenaran Islam), namun ini bukan berarti menuntut kita harus sama seperti orang lain, dalam hal ini kemampuan berkomunikasi misalnya.

Memang benar bahwa kita harus menyampaikan Islam, sebagai sebuah konsekwensi atas keimanan kita. Hanya saja, karakter setiap orang dalam berkomunikasi memang berbeda-beda. Ada orang yang karakternya cakap berkomunikasi secara personal, namun dia kurang cakap dalam komunikasi masa. Ada yang cakap dalam komunikasi masa, namun kurang cakap berkomunikasi secara personal. Namun tidak dipungkiri juga, ada orang yang mampu berkomunikasi, baik dalam komunikasi masa maupun personal. Menurut teteh, semuanya dapat dilatih. Karena persoalan komunikasi ini sebenarnya bukan faktor utama penghambat diri kita dalam kontak, jika yang menjadi landasan kita bergerak adalah Allah SWT.

Adik AD yang sholihah,
Latihan komunikasi yang paling aplikatif tentu saja dengan kontak itu sendiri. Kita berupaya terus menyampaikan kepada yang lain apa yang kita ketahui, rasakan, harapkan, dan apa yang kita perjuangkan; dengan berbagai sarana (wasilah) yang dapat kita manfaatkan untuk memudahkan diri dalam melakukan kontak. Wasilah dalam kontak secara personal misalnya dapat berawal dari sms tausiyah, chating, FB, Blog, Buletin, Booklet, Majalah, dsb- hingga intens dan kita dapat berdiskusi. Dari upaya terus menerus untuk kontak itulah, kita sebenarnya akan mampu mengolah kemampuan komunikasi yang dimiliki serta memetakan diri kita (apakah saya memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi masa, personal, dan atau keduanya). Jika kita diawal belum mampu melakukannya sendiri, maka lakukanlah secara berjamaah (dalam tim kecil). Dan biasanya kontak secara berjamaah itu lebih menyenangkan, karena kita dapat saling menguatkan satu sama lain.

Kemudian, dalam konteks pembahasan sebuah tim (jamaah), sebenarnya perbedaan karakter berkomunikasi setiap anggota tim ini akan mampu memperkokoh kekuatan jamaah. Jika setiap potensi itu mampu terkelola dengan baik tentu saja. Rasulullah dan para sahabat merupakan contoh terbaik dalam kehidupan kita.

Seorang pengemban dakwah yang memiliki karakter cakap dalam dalam komunikasi secara personal dan memiliki kematangan syaksiah Islam (pola pikir dan sikap Islam), maka ia dapat menjadi seorang pembina yang luar biasa, seperti karakter Abu Bakar, insyaAllah. Begitupula seorang pengemban dakwah yang memiliki karakter cakap dalam komunikasi masa, dengan kematangan syaksiahnya, maka ia dapat menjadi seorang orator, trainer, inspirator, dll yang menggelorakan semangat, memompa keyakinan, serta memberikan inspirasi dan teladan perjuangan pada umat, seperti Umar bin khatab, Sumayyah- istri Yasir, atau Asma’ binti Yazid, dll. Atau karakter para sahabat lain yang berbeda (khas), namun Rasulullah membina mereka dalam keyakinan dan impian yang sama. Hingga menjadikan kekuatan mereka padu dalam keyakinan perjuangan, menggapai kemenangan Islam.

Berikutnya, kita tinggal melakukan proses identifikasi diri. Jika kita asosiasikan peran kita dalam tim ini dengan sebuah rumah, maka akan berada pada sisi mana, dan sebagai apa diri kita?. Sebagai genteng rumah kah? (yang setiap hari siap diterpa hujan, panas, dan atau badai), atau sebagai bagian dari kamar indah dan dapur manis di rumah? (yang memberikan sajian hangat pada penghuni di dalamnya). Setiap pilihan atas peran, dimanapun itu (meski menjadi lubang air-dalam kamar kecil rumah kita), merupakan persembahan terbaik, yang ketiadaannya akan menjadikan rumah kita tidak sempurna- cacat- dan pasti mengganggu jalannya sistem kehidupan pada rumah itu.

Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bersegera dalam menyambut seruan-Nya dan memberikan kemudahan atas setiap upaya menuju kebenaran janji-Nya, insyaAllah. Tetep semangat dan terus bergerak ya dik... Salam ukhuwah, salam perjuangan! Wallahu’alam.

Penyebaran Paham Relativisme Kebenaran Agama, Kepengecutan Qurays Jahiliyah Terulang Kembali


Oleh: S Faris

ImageKaum nasrani dan yahudi, dua kaum yang oleh Allah SWT dikatakan memiliki sifat tidak merasa senang kepada kaum muslimin sebelum mengikuti paham mereka (al-Baqarah 120) selalu memiliki strategi dalam menjerumuskan kaum muslimin ke dalam jurang kehinaan. Dengan memakai mulut dan tenaga kaum munafik dari orang Islam sendiri mereka sangat getol menyuarakan pelarangan meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, dan melarang kaum muslimin meyakini aqidah mereka sebagai sebuah kebenaran yang mutlak. Paham tersebut sedikit banyak sudah menelan korban. Dari masyarakat awam, mahasiswa, maupun intelektual muslim banyak yang termakan rayuan gombal mereka. Yang perlu kita pahami adalah bahwa apa yang mereka sebut kebenaran relatif adalah bukti kekalahan mereka dalam bertarung secara terbuka dengan Islam.


Jika kebenaran agama relatif, maka relatif juga kah keabsahan pernikahan saya?. Pertanyaan tersebut boleh jadi muncul secara spontan dalam benak sesorang ketika mendengar celotehan seorang kader liberal mengenai relativitas kebenaran. Menurut mereka tidak ada kebenaran yang mutlak, termasuk kebenaran yang selama ini diyakini dalam aqidah atau keimanan Islam. Berarti ada banyak sekali konsekuensi yang wajib diragukan dalam agama lantaran kebenaran agama tersebut adalah relatif. Jika kebenaran agama relatif, maka status sah-nya sesuatu menjadi relatif. Sehingga semua keabsahan yang ada dalam praktek muamalah menjadi relatif. Proses pernikahan yang absah dengan proses syara’ menjadi relatif, artinya istri sesorang menjadi relatif keabsahannya. Proses jual beli, status wali dan lain sebagainya. Bisa kita bayangkan betapa kacaunya umat ketika paham relatifitas tersebut digunakan secara “benar”.

Dengan mempercayai konsep relativitas kebenaran, akan menimbulkan kekacauan ruhiyah. Orang yang berlapar-lapar seharian karena puasa, menjadi ragu apakah puasanya berfaedah atau tidak. Orang yang telah menghabiskan uang puluhan juta rupiah hanya untuk menunaikan ibadah haji menjadi ciut hatinya. Dan dengan konsep tersebut kita akan menertawakan para syuhada uhud yang badannya terkoyak-koyak lantaran dicincang oleh kafir Qurays karena pengorbanan mereka bermakna relatif.

Setidaknya ada tiga wacana dan benturan antara dua agama, paham atau pun ideologi. Yang pertama adalah saling klaim kebenaran. Ini berarti masing-masing membenturkan secara normatif mengenai kebenaran dan keshahihan paham masing-masing. Jikalau salah satu pihak merasa tidak mampu bersaing pada level ini, maka mereka akan bermain pada level yang lebih rendah kualitasnya, yaitu mengajak pemilik paham di luar dirinya untuk meyakini bahwa apa yang selama ini mereka perdebatkan adalah sesuatu yang relatif. Artinya masing-masing pihak adalah benar dan tidak boleh ada yang mengungguli pihak lain dalam hal kebenaran dan keshahihan. Hal tersebut dilakukan agar mereka tidak kehilangan hegemoni. Jika mereka kalah dalam level ini maka mereka akan mengambil level yang paling rendah yaitu menggunakan kekuatan politik dan kekerasan untuk mempertahannkan paham mereka.

Jika kita membaca shiroh, ketika Islam mendapatkan tekanan dari kaum kafir qurays, mereka juga diserang dengan tiga level pertarungan tersebut. Pada tahap awal, pemuka qurays masih percaya diri untuk membandingkan manakah yang lebih shahih antara agama yang dibawa oleh muhammad ataukah agama nenek moyang mereka yang telah ratusan bahkan ribuan tahun telah diyakini dan diamalkan oleh masyarakat makkah. Pada awal-awal pertarungan, mereka begitu yakin bahwa muhammad adalah seorang hanya membawa sensasi. Artinya agama yang dibawa oleh muhammad tidak akan pernah mampu menandingi keshahihan agama nenek moyang mereka. Namun apa yang terjadi pada pertarungan pada level pertama ini?. Kaum qurays kalah total. Al-qur’an menjawab dengan lantang kelemahan semua agama selain Islam termasuk yahudi, nasrani, dan agama pagan kaum qurays sendiri.

Pada level ini jawaban-jawaban al-qur’an sangat gamblang mengenai kecacatan aqidah masyarakat qurays dan agama-agama lain pada masa itu. Misalnya dalam surat al-an’am 148, dan al-a’raf 21. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka. Dalam tataran praktik, perdebatan berlanjut sebagaimana yang dikisahkan pada riwayat Ja’far bin Abu Thalib yang mengemukakan kebobrokan paham dan agama kaum Qurays di hadapan raja najasyi. Ja’far mengatakan bahwa agama baru ini telah mengeluarkan kami dari lumpur pemahaman lama yang menyuruh kepada kezhaliman, curang dalam berdagang, melacurkan diri, menyembah batu yang tidak memiliki kekuatan, mengubur anak perempuan hidup-hidup, kepada ajaran dan amal perbuatan yang lebih mulia dan memuliakan manusia. Dan bagi orang yang mau berfikir jernih, tentu kebenaran islam tidak akan mampu ditolak.

Pertarungan pada level kedua ditandai dengan mulai terlihat mana pemikiran yang shahih dan mana yang tidak. Dengan kata lain akan tampak mana pihak yang membawa kebenaran hakiki dan tidak terbantahkan dan pihak yang dikalahkan akan merasa perlu untuk mempengaruhi pihak yang menang untuk melunak dan menganggap perdebatan tersebut tidak usah diteruskan dan lain sebagainya.

Pada masa rasulullah, pemuka qurays yang sebelumnya ngotot untuk membandingkan ajaran yang dibawa muhammad SAW dengan agama mereka, menjadi ciut nyalinya setelah semua argumentasi mereka dapat dikalahkan dengan wahyu. Selanjutnya mereka mengambil langkah dengan mengkompromikan kebenaran agama mereka dengan Islam. Seperti yang bisa kita lihat ketika beberapa pemuka mereka menemui rasulullah untuk menawarkan sesuatu yang sungguh menggelikan bahkan lebih terkesan menjijikkan. Riwayat tersebut adalah yang menjadi asbabun nuzul surat al-kafirun. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Nabi saw. dengan menawarkan kekayaan agar beliau menjadi seorang yang paling kaya di kota Makkah, dan akan dikawinkan dengan yang beliau kehendaki. Usaha ini disampaikan dengan berkata: "Inilah yang kami sediakan bagimu hai Muhammad, dengan syarat agar engkau jangan memaki-maki tuhan kami dan menjelekkannya, atau sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun." Nabi saw menjawab: "Aku akan menunggu wahyu dari Tuhanku." Ayat ini (S.109:1-6) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir. Dan turun pula Surat Az Zumar ayat 64 sebagai perintah untuk menolak ajakan orang-orang bodoh yang menyembah berhala (Diriwayatkan oleh at-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.). Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi saw.: "Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula." Maka turunlah Surat Al Kafirun (S.109:1-6). (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq yang bersumber dari Wahab dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Juraij.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa al-Walid bin al-Mughirah, al-'Ashi bin Wa-il, al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah saw dan berkata: "Hai Muhammad! Mari kita bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami." Maka Allah menurunkan ayat ini (S.109:1-6) (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Mina.). kekonyolan tawaran kaum qurays tersebut sekarang diulangi oleh kaum liberal dengan menyebarkan paham kebenaran relatif. Karena mereka dan kaum kafir tidak akan pernah menang bertarung face to face pada level pertama.

Pertarungan level ketiga adalah dengan memakai kekerasan. Kita tentu saja masih ingat bagaimana siksaan dan boikot yang dialami oleh kaum muslimin pada periode Makkah. Langkah awal yang ditempuh pada level ini adalah dengan propaganda. Kaum muslimin dan tokohnya digambarkan sebagai sosok yang jahat dan menakutkan. Tentu kita masih ingat dengan tuduhan tukang sihir dan orang gila yang ditujukan kepada Rasulullah dari orang-orang Qurays. Bukankah hal tersebut analog dengan tuduhan teroris yang kita rasakan sekarang?. Tuduhan tersebut menjadi justifikasi kaum kafir untuk menimpakan tindakan kekerasan kepada kaum mulimin, dan sekarang hal tersebut juga sedang terjadi.

Kemenangan kaum muslimin pada pertarungan level pertama tersebut berlangsung hingga berabad-abad lamanya dan tidak ada satu agama dan paham pun yang mampu menggoyahkannya. Ketika kaum muslimin mengalami kemunduran dalam hal qiyadah fikriyah, pihak-pihak yang tadinya kalah (kaum yahudi, nasrani dan kaum munafik) ingin membuka perdebatan lama, dengan harapan dengan melihat kondisi kaum muslimn yang lemah sekarang mereka bisa mengambil alih kemenangan intelektual yang dulu dimenangkan oleh rasulullah dan diwariskan kepada generasi-generasi gemilang Islam setelah masa Rasulullah.

Pada zaman sekarang pertarungan level pertama tetap dimenangkan oleh kaum muslimin. Apa yang kita saksikan sekarang dengan merebaknya paham-paham baru seperti Islam liberal, Islam moderat, pluralisme adalah contoh dari strategi musuh Islam untuk memenangkan pertarungan level kedua. Artinya kaum kafir dan munafik tidak akan pernah rela kemenangan diambil lagi oleh kaum muslimin walaupun mereka harus mengais kemenangan pada level kedua. Paham-paham tersebut titik serangnya cuma satu, yaitu bagaimana kaum muslimin ragu dengan kebenaran yang mereka yakini sebgaimana mereka ragu terhadap kebenaran agama mereka. Mereka sungguh sangat berharap kaum muslimin ragu dengan keotentikan quran sebagaimanana mereka secara mutlak ragu terhadap injil mereka.

Telah menjadi watak kaum kafir adalah sikap pengecut dan tidak memegang janji. Jika pertarungan pada level 2 tidak mampu mereka lakukan, mereka kemudian akan menghalalkan segala cara seperti menfitnah dan membunuh kaum muslimin. Dan fakta tentang hal tersebut telah banyak kita temukan.

Kaum muslimin jika ingin memenangkan pertarungan ini harus tetap mengemban Islam sebagaimana rasulullah dahulu mengembannya. Yaitu Islam sebagai qaidah fikriyah dan qiyadah fikriyah. Islam dijadikan standar berfikir, ideologi dan kepemimppinan berfikir ummat. Ideologi tersebut wajib diemban oleh negara khilafah. Tidak boleh kaum muslimin secara sengaja memasung sendiri ajaran agamanya demi menyenangkan hati musuh. Kecuali bagi mereka yang memang ingin berada satu barisan dengan musuh Islam. Dan mereka tidak akan pernah menang. Insya Allah.

Catatan Tentang Sebuah Tanggung Jawab


Oleh : Sang Pembebas Andalusia*

ImageCatatan ini berisi tentang suatu perkara yang terkadang kita hindari, atau mungkin di luar sana juga banyak orang yang berlari menjauhi hal ini. Tentang orang-orang yang memangku jabatan, entah jabatan dalam sebuah organisasi, perusahaan, partai politik ataupun dalam sebuah kekuasaan negara. Ya! Catatan ini akan mencoba membahas tentang tanggung jawab. Hal ini menjadi menarik untuk dibahas ketika banyak orang yang justru menghindar dari tanggung jawabnya.

Berbeda dengan hak! Ketika tanggung jawab datang menghampiri, maka orang-orang akan justru berlari menjauh. Bahkan sikap yang paling memalukan adalah saling melempar tanggung jawab seperti dalam pemain bola basket. Jika kita kaji lebih dalam, banyak kasus di negeri ini yang mencerminkan betapa para “pembesar” negeri ini sudah tidak memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Contoh kasus saja, beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan perselisihan antara Cicak vs Buaya. Terlepas dari persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah, pada dasarnya kita bisa mencermati bahwa ada salah satu pihak yang sedang berbohong di sana. Artinya, ada salah satu pihak (entah siapa) yang sedang berusaha lari dari tanggung jawabnya.

Kita juga bisa melihat betapa negara telah lalai dalam tanggung jawabnya sebagai pemelihara kepentingan rakyat. Banyak rakyat kita yang mati karena kekurangan gizi, kelaparan, bahkan penyakit-penyakit yang tidak sempat tertangani karena minimnya perhatian dari negara. Belum lagi, tanggung jawab negara dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, silahkan hitung berapa jumlah pengangguran negeri ini, dan berapa banyak mahasiswa yang mengantri untuk menjadi pengangguran berikutnya. Semua ini jelas mengindikasikan adanya kelalaian dari pemerintah terkait dengan tanggung jawabnya.

Bukan hanya tanggung jawab yang sifatnya kolektif yang bisa kita cermati, tanggung jawab individual pun bisa kita jadikan contoh pelajaran yang berharga. Ketika saya menulis artikel ini, saya teringat pada seseorang yang telah menabrak motor saya, hingga motor saya rusak lumayan berat, dan saya pun sempat tidak bisa berjalan selama 3 hari karena kaki kanan saya terkilir akibat kecelakaan tersebut. Awalnya orang tersebut mengakui kesalahannya, dia pun berjanji akan bertanggung jawab atas segalanya termasuk mengganti kerusakan motor saya. Namun, ternyata pertanggung-jawaban yang dia janjikan tidak kunjung datang. Padahal secara tegas dia telah menyatakan bahwa kecelakaan tersebut murni kesalahan dan kecerobohannya dalam berkendara di jalan raya. Dari kasus ini, saya bisa melihat bahwa tanggung jawab individual sangat dipengaruhi oleh tingkat keimanan dan ketakwaan seorang hamba terhadap Rabb-Nya. Selain tentunya implementasi moralitas sebagai seorang manusia.

Contoh lain yang pernah saya saksikan, ada sebagian dari kaum muslimin yang menjadikan aktivitas berjuang di jalan Allah sebagai wujud pelarian diri dari tanggung jawabnya terhadap keluarga. Misalnya, seorang aktivis dari gerakan Islam yang begitu rajin pergi kemana-mana dengan alasan jihad di jalan Allah. Namun, ternyata dia pergi tanpa meninggalkan bekal nafkah yang cukup bagi keluarganya di rumah. Sehingga, keluarganya tidak memiliki perbekalan apapun untuk sekedar makan sehari-hari. Menurut saya hal ini sangat ironis, karena Islam mengajarkan sebuah keseimbangan. Jihad (perang) adalah sesuatu hal yang sangat penting, namun memberikan nafkah bagi keluarga adalah juga merupakan kewajiban yang dibebankan Islam kepada seorang laki-laki yang telah menikah. Masalahnya adalah kondisi saat ini berbeda dengan kondisi ketika Khilafah Islamiyah masih memayungi dunia. Ketika itu, kaum muslimin yang pergi berperang di jalan Allah, nafkah keluarga sang mujahid itu akan dijamin sepenuhnya oleh Negara. Hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Khalifah-Khalifah setelahnya.

Contoh lain tentang tanggung jawab individual pernah saya dapat dari sebuah kisah yang disampaikan seorang kawan, bahwa pada masa para sahabat Rasulullah SAW ada seorang pemuda yang dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh orang lain. Sebelum hari eksekusi, si terpidana mati tadi mengajukan sebuah permohonan terakhir pada hakim, permintaannya sangat sederhana sekali, dia minta untuk diizinkan pulang selama beberapa hari untuk menemui keluarga dan para sahabatnya. Ternyata sang hakim mengabulkan permohonan terakhir si terpidana mati tadi. Mengetahui keputusan sang hakim seperti itu, keluarga korban protes dan khawatir bahwa si terpidana mati tadi kabur serta tidak akan hadir saat hari eksekusi. Pada saat hari eksekusi tiba, si terpidana mati belum terlihat kehadirannya padahal eksekusi telah siap dilaksanakan, keluarga korban mulai menggerutu dan mem-protes keputusan hakim yang mengizinkan si terpidana mati tadi pergi tanpa pengawalan.

Namun, beberapa saat sebelum waktu eksekusi yang telah ditentukan, si pemuda itu tiba-tiba datang dengan wajah yang ikhlas dan penuh ketabahan. Pemuda itu datang untuk memenuhi tanggung jawabnya atas perbuatan yang telah dia lakukan. Melihat keberanian dan tanggung jawab yang luar biasa dari si pemuda tadi, salah seorang dari keluarga korban lantas berdiri dan menyampaikan pada hakim bahwa pihak keluarga korban telah memaafkan pemuda tersebut, dan meminta agar hakim membebaskan pemuda tersebut dari hukuman mati.

Apa yang bisa kita pelajari dari contoh kasus tadi ? Kesimpulan saya saat mendengar cerita ini adalah bahwa sebuah pertanggung jawaban jika kita melakukannya atas dasar keimanan dan ketakwaan akan mengakibatkan sebuah pengampunan. Pengampunan ini bukan hanya dari manusia tetapi juga dari Allah SWT. Nah, saya yakin masih banyak sebenarnya kisah-kisah pada masa Rasulullah dan para sahabat yang mampu mengajarkan kita tentang tanggung jawab.

Kisah tadi justru berbanding terbalik dengan kondisi yang saya jumpai di negeri ini. Saya melihat di negeri ini banyak tingkah polah para penguasa yang sangat menyengsarakan rakyat. Sebut saja kenaikan harga BBM, rakyat diminta untuk mengerti kondisi negara yang sedang berusaha menyesuaikan diri dengan harga minyak dunia. Kemudian rakyat “dipaksa” untuk menggunakan gas, setelah itu harga gasnya dinaikan dan mencarinya pun sulit. Lagi-lagi rakyat diminta untuk mengerti, diminta untuk memaklumi sebuah kondisi yang menyengsarakan. Anehnya, para penguasa tidak pernah merasakan hidup sengsara, selalu rakyat yang diminta untuk maklum dengan kondisi yang serba sengsara itu. Bagi saya hal ini merupakan wujud tidak bertanggung jawabnya penguasa pada rakyat.

Penguasa meminta rakyat untuk mengerti setiap kebijakan yang diambilnya, sementara ketika rakyat meminta dimengerti oleh penguasa, maka penguasa akan berkelit dari tanggung jawabnya. Sama halnya ketika ada wacana untuk menaikan gaji pejabat tinggi negeri ini, dengan dalih bahwa gaji pejabat di negeri ini terhitung yang paling kecil dibandingkan dengan negara-negara lain? Jika kondisi dan alasan seperti ini harus dimengerti dan dimaklumi oleh rakyat, maka pertanyaan saya mengapa gaji para buruh tidak kunjung dinaikan?.

Banyak hal yang membuat seseorang sering menghindar dari tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya. Untuk mengetahui apa saja sebenarnya penyebab seseorang sering menghindar dari tanggung jawab, sebenarnya kita harus mengkajinya lebih dalam. Namun berdasarkan pengamatan saya, secara mendasar penyebabnya ada 3 point. Pertama, seorang muslim sudah tidak lagi merasa bahwa setiap aktivitasnya senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Pemahaman seperti ini kemudian membuat seorang muslim tadi beranggapan bahwa dirinya bebas melakukan apapun, karena dia merasa tidak sedang diawasi oleh Allah. Jika sudah seperti itu, melaksanakan sebuah tanggung jawab bukan lagi menjadi prioritas dalam kehidupannya.

Kedua, Islam tidak dijadikan sebagai pemahaman melainkan hanya sebuah informasi belaka. Saya rasa hal ini sudah sangat lazim di tengah masyarakat kita. Banyak orang yang mengaku muslim tapi masih terlibat riba, ghibah, perjudian, kemaksiatan, dll. Hal ini terjadi karena ajaran-ajaran Islam hanya dipandang sebagai sebuah informasi yang harus diketahui oleh setiap pemeluknya. Berbeda ketika Islam dipahami sebagai sebuah pemahaman, ajaran-ajaran Islam akan mendarah daging dalam kehidupannya, sehingga tolak ukur dalam hidupnya akan sesuai dengan pandangan Islam. Ketika Islam memerintahkan setiap pemeluknya untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya, maka seseorang yang menjadikan Islam sebagai pemahaman dalam hidupnya akan secara otomatis menjalankan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Ketiga, karena terkadang manusia itu lupa bahwa suatu saat nanti dia pasti mati. Dan sesungguhnya pertanggung-jawaban yang utama adalah di hadapan Allah SWT, bukan hanya sekedar di hadapan manusia.

Terakhir, sikap tanggung jawab harus senantiasa terikat dan diatur oleh hukum syara’. Karena jika tidak demikian, seseorang bisa melakukan apapun (termasuk perbuatan yang haram) dengan dalih pembenaran untuk menunaikan tanggung jawab.

Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang mampu bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Termasuk bertanggung jawab terhadap Islam untuk menyebarkannya ke seluruh alam. Walaupun hal itu merupakan tanggung jawab yang sangat besar, yakinlah bahwa Allah tidak memberikan sebuah tanggung jawab kecuali Allah pun memberikan kekuatan untuk menyelesaikan tanggung jawab tersebut.

Orang Tua Melarang Mengkaji Islam


Assalamu’alaikum, teh Cicin... setelah saya mengkaji Islam, saat ini alhamdulillah hidup saya benar-benar terasa tentram. Oleh karenanya saya sangat berharap orangtua juga mampu merasakan apa yang saya rasakan. Kalo saya pulang ke rumah, saya berusaha menyampaikan pemahaman Islam kepada orangtua saya. Hanya saja, perubahan saya setelah mengkaji Islam (khususnya setelah saya memberikan pandangan atau melakukan koreksi pada berbagai adat dan tradisi di keluarga yang tidak sesuai dengan Islam), orangtua saya malah melarang saya untuk mengkaji Islam lebih jauh, karena menganggap apa yang saya pelajari itu terlalu fanatik. Saya bingung teh... Padahal saya sudah berupaya menjelaskan apa yang telah saya pahami, dan saya yakin itu benar. Tapi orangtua saya malah bersikap sebaliknya. Apa yang sebaiknya harus saya lakukan untuk mengubah sikap orangtua saya yang keras tersebut teh...? Mohon masukan teteh, syukran.
X, Bogor.

Wa’alaikumsalam Wr Wb,

Adik X yang sholihah,
Sebelumnya teteh ingin mengucapkan selamat atas nikmat iman yang adik rasakan saat ini. Semoga Allah senantiasa menjaganya, dan menjadikan adik salah satu mutiara yang cahayanya terus memancar di tengah-tengah umat. Amiin...

Adik X yang sholihah,
Sebagai sebuah view of life, Islam memang satu-satunya tuntunan dan pedoman kehidupan yang sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia, karena mampu menentramkan hati dan memuaskan akal. Keberadaannya pada diri kita, akan memberikan kebangkitan pemikiran yang takkan mampu tertahan dalam benak. Sehingga wajar jika adik ingin membaginya pada sekitar, termasuk pada keluarga atau orangtua adik. Hanya saja, ketika ingin menyampaikan apa yang kita rasakan pada sekitar seringkali kita kurang bersabar. Dan ini menjadi salah satu masalah yang biasanya menjadikan seorang pengemban dakwah futur, jika kurang bijak dalam memahami masalahnya dan menjalani prosesnya.

Adik X yang sholihah,
Untuk menyelesaikan kegelisaan atau persoalan adik ini, ada beberapa hal yang teteh ingin kembali ingatkan (sekaligus ini juga refleksi terhadap kehidupan teteh secara pribadi) - khususnya dalam proses pengembanan dakwah kepada kerabat, dalam hal ini orang tua kita.

Pertama, tentu adik paham, bahwa Kehidupan umat Islam saat ini, lebih dari setengah abad (sekitar 86 tahun setelah runtuhnya kekhilafahan) telah diatur oleh system yang menjauhkan mereka dari penyembahan kepada Allah. Tuntunan Islam mereka kenal hanya pada seputar ibadah ritual. Sementara budaya dan tatanan kehidupan sosialnya terpenjara dalam tatanan norma, adat, nilai, hukum, definisi-definisi, dan standar hidup buatan manusia. Mungkin termasuk orang tua kita di dalamnya, dan kita pun dahulu sebelum mengkaji pasti merasakannya. Sehingga wajar jika diawal ketika kita menyampaikan Islam, menyeru mereka kepada Syariat Islam, dan atau memberi tampak kepada mereka tentang kebiasaan-kebiasaan atau adat masyarakat yang bertentangan dengan Islam; mereka merasa kaget, khawatir, dan atau marah kepada kita. Karena mungkin sebelumnya mereka tidak pernah tau tentang pandangan Islam tersebut.

Dengan kembali memahami hal ini, maka kita diharapkan dapat segera membuang jauh-jauh tentang pikiran bahwa orang tua kita terlalu keras atau tidak mau mengerti dengan pola kehidupan kita pasca mengkaji. Dengannya pula kita dapat lebih bijaksana menyikapi setiap pergolakan yang terjadi. Karena pasti pergolakan itupun sebenarnya pernah kita rasakan sesaat setelah dakwah islam sampai kepada kita. Mari kita mengingat kembali diri kita, mula sebelum mengkaji hingga cahaya Islam itu benar-benar menerangi kehidupan kita. Pasti ada jeda di dalamnya. Jeda yang terdefinisi sebagai pergolakan antara keyakinan pada kehidupan jahiliyah yang kita jalani dalam sistem kufur buatan manusia dengan keyakinan akan fitrah kita sebagai manusia yang tak mampu menafikan ketergantungannya pada Sang Kuasa, Allah SWT.

Kedua, tentang bagaimana kita berkomunikasi. Tentu akan sangat berbeda ketika kita berdakwah kepada orang tua dengan kepada orang lain (teman, penguasa, intelektual, atau masyarakat grassroot secara umum). Teteh dalam hal ini ingin menyampaikan pandangan terkait karakter komunikasi anak dalam keluarga. Tentang cara bagaimana kita berkomunikasi kepada orangtua tentu yang lebih paham adalah kita sendiri sebagai anaknya. Secara umum, setiap anak (baik laki-laki maupun perempuan) pasti dekat dengan kedua orangtuanya atau salah satu diantaranya. Ada yang terbiasa manja dan ada pula yang sudah bisa mandiri. Pada prinsipnya, jangan sampai gara-gara mengkaji Islam kedekatan kita terhadap orangtua justru semakin renggang. Sampai-sampai kita menyamakan mereka seperti para intelektual di kampus atau teman secara umum, dan lupa cara bagaimana kita biasa berkomunikasi dengan mereka.

Tentu orangtua akan sedih atau khawatir ketika sang anak dulu (misalnya) biasa ceria dan manja, namun setelah mengkaji Islam malah menjadi sibuk sendiri dan acuh pada keluarganya. Biasa santun dalam berkomunikasi, menjadi tidak mampu mengendalikan diri (dianggap terlalu memaksa pada apa yang diyakini). Jelas hal ini tidak dibenarkan dan tidak pula diajarkan oleh Islam. Mari kita bersama mengingat QS. An-Nahl [16]: 125

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ketiga, memberikan teladan kepada kerabat atau orangtua kita. Setelah mengkaji Islam, kita harus memiliki integritas sebagai seorang pengemban dakwah dengan memberikan teladan sosok muslim yang sebenarnya kepada mereka. Dalam hal ini, menjadi teladan dalam tindakan-tindakannya dengan landasan aqidah Islam. Mengaitkan setiap hal yang dilakukan dengan Islam, menjadikan syara’ sebagai landasannya bergerak dan beraktivitas. Termasuk meskipun menyalahi adat atau tradisi yang berlaku. Asal kita kokoh, komitmen (pada syara’), orangtua pasti terbiasa pada pola aktivitas atau prilaku yang kita kerjakan. Dan ini akan menjadi bukti kesungguhan kita di mata orangtua. Kita membuktikan apa yang kita yakini, secara terus menerus. Jangan sampai kita menyampaikan kebenaran kemarin, esok harinya kita malah berdusta. Yakinlah, tidak ada orangtua yang tidak menginginkan anaknya menjadi sholih atau sholihah. Dan untuk menjadi sholih atau sholihah itu diperlukan adanya sebuah integritas (pembuktian) dalam keteladanan pola pikir dan sikap.

Keempat, melibatkan diri dalam semua persoalan yang dialami oleh keluarga kita. Setelah mengkaji Islam, kita yang dulu tentu berbeda dengan kita yang sekarang. Perubahannya harus kita buktikan pasti menuju lebih baik. Misalnya, menjadikan kita lebih bijak atau dewasa dalam bersikap dan menyelesaikan persoalan pribadi, serta lebih peka pada sekitarnya- dalam hal ini keluarga misalnya. Kepekaan itu meliputi sensitivitasnya pada persoalan atau masalah yang dihadapi oleh keluarga. Jika kita yang dulu hanya bisa memberikan masalah, maka setelah kita mengkaji Islam dan merasakan kesempurnaannya, kita harus menjadi orang yang mampu menelaah dan menyelesaikan masalah.

Apakah ini mudah? tentu tidak semudah yang kita bayangkan, hanya saja kita bisa mulai belajar. Misalnya mulai melibatkan diri atau proaktif dalam memberikan pendapat atas masalah yang dihadapi orangtua kita. Awalnya mungkin bisa jadi tidak dianggap atau dipedulikan. Hanya saja, jika kita terus menerus melibatkan diri atau proaktif, lama-lama orangtua kita pun pasti akan memberikan kepercayaannya, insyaAllah. Terutama setelah kita memberikan bukti bahwa kita mampu menyelesaikan setiap masalah pribadi yang kita hadapi.

Terakhir, tidak lupa untuk senantiasa berdoa kepada Allah, semoga Allah membukakan hati dan pikiran orangtua kita dalam kebenaran. Minimal memberikan dukungan atau support-nya kepada kita dalam perjuangan dakwah ini. Kita harus yakin, bahwa doa anak yang sholih atau sholihah, insyaAllah pasti akan dikabulkan.

Orangtua kita adalah bagian dari ummat yang karenanya kita berkewajiban untuk menyeru mereka kembali kepada Islam, dengan metode mau’idhah hasanah, yakni memberi peringatan yang baik (sebagaimana QS. An-Nahl [16]: 125). Sejauh yang teteh rasakan memang ini tidak mudah, tapi dengan keyakinan kita pada Allah dan karena landasan kecintaan kita yang tulus kepada orangtua kita hanya karena Allah, teteh yakin hal ini akan menjadikan kita lebih bersabar, tidak terasa berat dan insyaAllah pasti akan dimudahkan oleh Allah.

Semoga Allah memberikan kesabaran dan kekuatan kepada adik dalam menghadapi persoalan ini. Semoga Allah melembutkan hati orangtua adik, hingga mereka pun yakin dan menjadi bagian dari hambaNya yang bersegera dalam menjalankan syariat Islam. Amiin Allahuma Amiin... Salam ukhuwah, salam perjuangan. Wallahu’alam.

Impian Langit Kebangkitan Islam


Oleh: Ukhti Sholihah

”Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...”
(TQS. Al-Mu’min [40]: 60)

Image“Hati-hati jika bermimpi, karena mimpi adalah doa dan bisa jadi seketika itu sebenarnya doa kita telah dikabulkan oleh Allah. Jika kita bermimpi biasa-biasa saja, maka kita juga akan mendapatkan hasil yang biasa-biasa. Bermimpilah yang luar biasa, karena kita akan menjadi luar biasa! Bermimpilah setinggi langit, karena setinggi itu pula hasil yang akan dapat kita raih. Jika kita yakin bahwa diri kita adalah generasi terbaik (khayru ummah), maka buktikan secara kongruen terhadap ukiran terbaik impian kita!” (Resolusi, 2007)

Ungkapan tersebut bukanlah ungkapan dari seoarang yang sombong. Bukan pula ungkapan dari seorang peramal mistis, seperti Mama Lorenz atau Ki Gendeng Pamungkas yang dielu-elukan orang awam yang tak berkeyakinan. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan optimisme diri seorang manusia yang mendamba kehidupan lebih baik dan terbaik di masa depan. Keoptimisan diri generasi terbaik dengan makna mendalam refleksi keyakinannya.

”Kamu adalah umat terbaik (khayru ummah) yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...”
(TQS.Al-Imran [3]: 110)

Setiap manusia, dengan berbagai keyakinannya dalam kehidupan pasti memiliki impian. Terlepas, apakah impian tersebut baik atau buruk, benar atau salah, serta diperjuangkan sekuat jiwa atau tidak. Begitupun dengan kita, umat Islam. Dengan label yang telah Allah berikan kepada kita ’sebagai umat terbaik’, pasti memiliki impian. Impian generasi terbaik adalah tegaknya Islam atas kehidupan mereka. Impian yang membawanya pada visi bersama La ilaha illallah pada sebuah negara yang mengikatnya menjadi umat yang satu (ummatan wahidan) atas seluruh dunia (rahmatan lil alamiin). Yang akan melindungi diri mereka, harta mereka, dan akal mereka; menjaganya dalam keberkahan dan menghantarkannya pada kedigjayaan.

Rasulullah membina para sahabat dengan landasan keyakinan kepada Allah SWT, Dzat yang telah menciptakan dan menjamin kehidupan. Hingga Islam menjadikan mereka memiliki impian yang sama, yakni kerinduan untuk mewujudkan baldatun thayibatun wa rabbun ghafur. Yakni impian yang terukir diatas kerinduan menjadi umat terbaik di dalam sebuah negara penuh berkah dan rahmat Allah, Khilafah Islamiyah. Hingga akhirnya mereka pun mampu wujudkan dan buktikan.

“Bismillahirahmanirrahim… Ini adalah perjanjian dari Muhammad, Nabi Allah, yang mengatur hubungan kaum mukmin, kaum muslim dari Quraisy, penduduk Yatsrib, serta orang-orang yang mengikuti mereka, mendukung dan berjihad bersama mereka. Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu (ummatan wahidan), yang berbeda dengan umat yang lain…”.
“Dokumen ini tidak melindungi orang dzolim dan pendosa. Siapa saja yang keluar (untuk berperang) akan mendapatkan keamanan. Siapa saja yang tinggal di rumah akan mendapatkan keamanan, kecuali orang-orang yang berbuat dzalim dan dosa. Sesungguhnya Allah dan Muhammad SAW adalah pelindung bagi siapa saja yang berbuat baik dan bertaqwa.”
(Teks Perjanjian yang dibuat oleh Muhammad SAW sebagai Konstitusi Negara di Madinah, yang mengatur Interaksi antara Muhajirin, Anshar, dan Orang-orang Yahudi, dalam bait pertama dan akhir; Sirah Ibn Hisyam, h.341-344)

Rasulullah, Muhammad SAW. seorang manusia dengan karakter sempurna yang dapat dipercaya, ’Al-Amin’ (‘The Trustworthy’). Bukan hanya bagi muslim, tapi bagi seluruh umat di dunia. Bersama para sahabat (hasil binaannya), Rasulullah memberikan teladan bahwa kehidupan diatas landasan Islam mampu menjadikan mereka sebagai umat terbaik selama kurang lebih 13 abad, dengan Visi – Impian Langit untuk kemuliaan umat manusia. Maka tak heran jika Michael H Hart dalam buku ‘The 100, A Ranking of the Most Influential Persons In History,’ New York (1978) dengan tegas dan jelas menempatkan Muhammad SAW dalam urutan pertama dari 100 orang paling berpengaruh di dunia, mengalahkan Isaac Newton, Paulus, dan Yesus. Begitupula Sir George Bernard Shaw dalam buku ‘The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8 (1936), menyatakan bahwa jika ada agama yang akan menguasai Inggris atau Eropa dalam abad mendatang mungkin itu adalah Islam. Muhammad adalah orang yang mengagumkan dan pantas disebut Penyelamat Manusia (the Savior of Humanity).

Lantas bagaimana dengan kita? Bagaimana kita mampu meneladani Rasulullah dan para sahabat, hingga perjuangan itu mampu membuahkan hasil yang serupa?

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
(TQS.Al-Ahzab [21]: 33)

Rasulullah dan para sahabat memiliki impian langit, maka refleksi keteladanan pertama kita sebagai umatnya adalah berjuang bersama dalam visi - impian langit. Kita semua, para intelektual muslim (laki-laki dan perempuan) selayaknya memiliki impian terbaik dalam kehidupan. Impian seorang muslim yang Allah berikan kelebihan sebagai intelektual. Dengan proaktif mengambil berbagai peran dan tanggungjawab (di berbagai ranah), sesuai dengan potensi intelektual yang kita miliki. Sehingga visi bersama menuju baldatun thayibatun wa rabbun ghafur dapat segera terwujud, insyaAllah.

"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
(TQS. As Shaff [61]: 10-11)

Refleksi keteladanan berikutnya adalah bersiap diri menghadapi tercapainya impian. Karena kesiapan lah yang memberikan hujjah atau argumentasi kuat kebenaran sebuah impian, yang membedakannya dengan mimpi di siang bolong. Kesiapan diri berkorelasi positif terhadap keberadaan ‘proses’ di dalamnya. Proses untuk mempersiapkan segala hal yang menjadikan impiannya terengkuh dalam kehidupan. Bersungguh-sungguh adalah faktor pendukung utamanya, dan keyakinan kepada Allah adalah faktor kuncinya. Menetapkan impian dan mempersiapkan diri menyambut kehadirannya, yakni menyempurnakan seluruh ikhtiar (dan potensi yang dimiliki) dengan landasan keyakinan yang benar karenaNya dan untukNya. Sebagaimana Rasulullah dan para sahabat contohkan pada kita. Hingga seluruh buktinya tak mampu ditentang atau ditutup-tutupi dunia.

“Sungguh perkara (agama) ini akan sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik di tengah penduduk kota maupun di tengah penduduk kampung, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan yang dimuliakan dan kehinaan yang dihinakan; kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang di dengannya Allah menghinakan kekufuran.”
(HR. Ahmad)

”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).”
(TQS. Yunus [10]: 55)

Demikianlah, sesungguhnya Islam datang dari generasi yang pantang mundur dalam perjuangan, dan kita (umat Islam) adalah generasi yang dilahirkan oleh generasi pejuang itu. Maka berjuanglah hingga kerinduan akan ketercapaian impian itu menyelimuti hati dan pikir kita. sebagaimana para pejuang terbaik dahulu memberikan keteladanannya pada kita. Berjuang untuk kemuliaan dan mati-pun dalam kemuliaan! InsyaAllah. Wallahu’alam.

Improvisasi Dakwah Secara Kreatif Dan Inovatif


Oleh: M Karebet

ImageSahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Nah, sekarang bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat.

Tapi…eit… tunggu dulu, sebelum lebih jauh, simak dulu yang satu ini …

Saudaraku, kapan kita pertama kali belajar mengarang? Rata-rata mengalaminya saat di bangku kelas 3 atau 4 SD. Nah, sekarang cobalah untuk melakukannya lagi. Tak perlu lama-lama. Cukup 1 menit. Temanya pun bebas. Siapkan kertas. Siapkan juga pensil atau pulpen. Oke, siap? Ya, mulai...
Apa yang terjadi? Umumnya dari kita akan memulai karangan kita dengan kata-kata “Pada suatu hari...” atau “Pada suatu saat...” atau kata-kata sejenis lainnya. Kata-kata yang sama dengan yang kita gunakan ketika memulai belajar di SD dulu.
Lalu, umur berapa kita saat ini? Mungkin 25 tahun, 30 tahun, atau mungkin 60 tahun. Yang jelas selisih umur kita saat ini dengan umur saat SD dulu, katakanlah, minimal lebih dari 10 tahun. Tentulah ini masa yang tidak sebentar. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kata-kata yang kita gunakan saat ini sama sekali tidak berubah alias sama persis dengan kata-kata yang dulu? Padahal waktu telah berlalu cukup lama. Minimal terpaut 10 tahun. Kalau begitu, apa gerangan yang terjadi? …

Inilah gambaran sederhana, betapa proses peneladanan kita selama ini –disadari atau tidak - telah berlangsung tanpa memunculkan proses kreatifitas. Tidak ada proses inovasi. Padahal, dengan kreativitas dan inovasi, kita bisa memulai karangan kita dengan kata-kata yang lain, seperti :
o “Hari itu pukul 03.30 ketika semua masih terlelap ...”
o “Braak ! Tanpa ampun Dimas menggebrak meja ...”
o “Pro-kontra tentang RUU Anti Pornografi-Pornoaksi (RUU APP) terus terjadi ...”
o “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un! Hanya itulah yang layak kita ucapkan menyusul gempa bumi yang mengguncang Yogya dan Jawa Tengah...”

Sahabat Pembangkit Umat,
Tulisan di atas menghantarkan kita pada situasi dan kondisi dakwah kita hari ini yang kurang lebih sama. Padahal kita punya potensi peneladanan uslub atau teknik dakwah secara kreatif, inovatif dan tetap dalam koridor metode dakwah yang fiks alias konstan, tidak berubah. Jadi bagaimana seharusnya? Simak lanjutannya …
Dalam keseharian kita dapati contoh-contoh sukses bisnis, secara parsial maupun keseluruhan bisnisnya, dengan kekhasan kompetensinya. Waduh Lha kok sukses bisnis bukan dakwah, ‘jaka sembung naik ojek’ nih alias ‘gak nyambung jek’. Tenang, tak apa, ikuti saja dulu. Don’t be khawatir.
Sebutlah Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya yang sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009. Ada Garuda Food yang dikenal sebagai perusahaan inovatif, yang sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya. Juga Yamaha Motor yang makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”. Sido Muncul yang sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Primagama yang sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN! Terakhir Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu.
Sebelumnya, pun sudah ada sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …” Jauh sebelumnya, telah ada bisnis Sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf, satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-).

Sahabat pembangkit Umat,
Nah di sinilah, konteks peneladanan dimulai. Jangan biarkan success story yang ada di depan mata kita, lewat tanpa permisi. Lewat tanpa kita sempat mengambil hikmahnya untuk memacu perolehan sukses dakwah kita. Jadi, bagaimana caranya? Insya Allah mudah saja. Meminjam istilah rumus 5i dari buku Be The Best, not ‘be asa’ tulisan penulis, kita harus segera melakukan langkah Teladani Success Story. Ada tiga cara untuk melaksanakan langkah ini. Pertama, mengambil Inspirasi dari kisah sukses; kedua, lakukan Copy The Master, Ketiga, ‘Ngenek’ alias magang. Ketiga langkah ini bisa dilakukan kepada setiap Success Story yang ada seperti Sosro dan Primagama di lingkup nasional; atau sang Maestro bisnis dunia Abdurrahman bin Auf dll. Tentu saja dengan mengkonversinya ke dalam uslub dakwah.
Dakwah kita bisa lebih cepat tumbuh dan berkembang jika secara menerus kita lakukan improvisasi tiada henti saat melakukan proses peneladan tadi. Maksudnya, kita menirunya dengan tidak membiarkan diri melupakan potensi karakter positif yang khas pada dakwah kita, serta tanpa memandulkan proses kreatif dan inovatif kita. Dan ini catatan akhirnya, tidak membawa kita pada pelanggaran hukum syara. Jika dibuat rumusnya, maka akan menjadi “Meneladani contoh sukses yang ada dengan tetap memunculkan karakter positif yang khas pada diri kita secara kreatif dan inovatif, tanpa melanggar hukum syara”. Boleh juga disebut, inilah, kurang lebihnya, Benchmarking Islami.
Bisakah ini dilakukan? Insya Allah bisa, mengapa tidak? Coba lihat …
 Jika Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009, maka ini inspirasi agar dakwah kita menjadi pelopor dakwah bagi semua kalangan mahasiswa yang akan membawa mereka terbang meraih Mimpi Besarnya. Ini berarti, dakwah yang kita lakukan juga harus dapat memberi motivasi super kuat untuk meraih kesuksesan dunia akhirat bagi semua kalangan mahasiswa.
 Jika Garuda Food dikenal sebagai perusahaan inovatif dan sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya, maka inspirasinya adalah dakwah kita mesti dikenal sebagai ikon pergerakan dakwah mahasiswa, misalnya sebagai trend setter pergerakan mahasiswa lainnya. Ini terjadi, misalnya, ketika isu strategis yang kita munculkan juga akan dijadikan isu strategis oleh pergerakan mahasiswa lainnya.
 Jika Yamaha Motor makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”, maka tak salah, jika kita juga menancapkan azzam kuat yang sama. Kitalah penentu gerak dakwah kampus yang sesungguhnya, sehingga bargaining position kita sangat tinggi dan rektorat pun menaruh hormat dan menyegani kita hingga untuk mengambil kebijakan kemahasiswaan pun sang rektor mesti mendengar pendapat kita lebih dulu.
 Jika Sido Muncul sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, maka boleh juga kita mengkampanyekan “Orang Sengsara Karena Tolak Syariah” atau “Mahasiswa Cerdas Pasti Berdakwah”.
 Jika Primagama sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN!, mengapa tidak kita sampaikan garansi masuk surga dari Allah Swt bagi siapapun yang beriman dan beramal sholeh, termasuk mahasiswa yang beriman dan beramal sholeh dan dakwah adalah salah satu amal sholeh yang dimaksud. Kita sebarkan dakwah dengan jaringan dakwah yang terbina standar di setiap fakultas, jurusan dan program studi.
 Jika Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu, mengapa tidak kita menjadi ‘pabrik kata-kata dakwah’ yang menjual 5.000 kata dakwah per hari secara kontinyu dan intensif!
 Jika sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …”, maka kita bisa membuat ‘peribahasa dakwah’ : “apapun latar belakangnya, dakwahnya adalah Islam ideologis…”
 Contoh akhir untuk tulisan ini penting digarisbawahi. Peradaban Islam menghasilkan begitu banyak figur sukses yang membangkitkan umat dan mensejahterakan dunia selama 14 abad. Salah satunya adalah Abdurrahman bin Auf sebagai satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-). Maka, inspirasi besarnya adalah, mulai saat ini, seluruh kru dakwah segera meningkatkan kapasitas diri dengan menghadirkan multikompetensi yang diperlukan bagi dakwah, seperti fiqhud dakwah, teknik komunikasi, leadership, dll. Mulai saat ini, seluruh kru dakwah berlatih memperbanyak infaq dan pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga di jalan dakwah. Mulai saat ini juga, memulai bisnis Islami yang akan menopang nafkah diri, keluarga dan dakwah.

Sungguh, kreativitas nyaris tanpa batas. Jadi Improvisasi Tiada Henti dengan Kreativitas melahirkan Ciri Khas yang dinanti umat. Ciri khas ini seiring waktu menjelma menjadi Kompetensi Inti. Dengan ini, secara sederhana, kita telah mampu membuat dakwah melaju optimal dan tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat . Insya Allah.

Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti dan improvisasi secara kreatif dan inovatif agar laju dakwah optimal serta tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

Dayagunakan Kompetensi Inti Agar Laju Dakwah Optimal!


Oleh: M. Karebet Widjajakusuma

ImageSahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa… Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dakwah seringkali berjalan di atas roda yang sudah terbiasa berputar ala kadarnya. Kita menyebutnya dinamika. Kadang di atas, tak jarang di bawah menjadi ritme hariannya. Selalu begitu setiap hari. Roda pun akhirnya tergantung pada kebiasaan kemana ia menuju dan seberapa cepat ia melaju. Akibatnya, jarang terpikir untuk mempercepat laju roda agar tujuan segera terlampaui. Padahal, roda didesain dan dibuat sedemikian rupa untuk bisa melaju hingga batas kecepatan maksimum. Lantas bagaimana pula dengan mesin yang menggerakkannya, pengemudi yang membawanya, beban yang dibawanya, dan semua bagian kendaraan yang terkait dengannya, kontribusi apa yang diberikan agar roda berputar mantap hingga kendaraan melaju dengan sempurna? Kontribusi setiap elemen ini dalam bahasa lain boleh kita sebut sebagai kompetensi. Belajar dari sang roda, lalu, bagaimana dengan roda dakwah kita, bisakah kita dayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna? Ok. Jangan kemana-mana, ikuti terus tulisan ini.

Pengertian Kompetensi Inti
Secara sederhana, kompetensi (competence) berarti kemampuan. Makna kemampuan nampak, misalnya, ketika istilah kompetensi direkatkan dengan manajemen SDM. Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 43/Kep/2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil, kompetensi (bagi pegawai negeri) didefinisikan sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Pengertian kompetensi dalam Keputusan tersebut diperdalam menjadi :

(1) Kompetensi umum, yaitu kemampuan dan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan struktural yang dipangkunya. Kompetensi umum ini dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun diklat kepemimpinan.

(2) Kompetensi khusus, yaitu kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa keahlian untuk melaksanakan tugas jabatan struktural yang dipangkunya. Kompetensi khusus dapat diperoleh melalui diklat teknis.

Di luar itu, dalam perspektif sistemik, kompetensi dapat pula diukur dan dibedakan berdasarkan tiga aspek, yaitu:

(1) Aspek input, kompetensi dapat diukur melalui kapasitas seseorang dalam melakukan pekerjaanya secara baik. Kapasitas tersebut meliputi knowledge, skills dan personal attributes.

(2) Aspek proses, kompetensi dapat diukur melalui perilaku yang dibutuhkan seseorang dalam merubah input menjadi output secara efektif.

(3) Aspek output, kompetensi dapat diukur melalui hasil dari perilaku dalam menggunakan knowledge, skills dan attributes dengan cara yang paling baik.

Demikian pula jika istilah kompetensi dilekatkan dengan organisasi perusahaan maka akan bermakna sebagai kekuatan pokok perusahaan yang berupa kemampuan pengelolaan atas sumber-sumberdaya internal perusahaan. Kemampuan ini disebut oleh Hamel dan Prahalad - seperti dikutip Wahyudi (1996) - sebagai kompetensi inti (core competence). Kompetensi ini selanjutnya akan berkembang menjadi keunggulan bersaing organisasi yang bersangkutan. Hamel dan Prahalad dalam buku yang sama, juga menjelaskan core competence sebagai sistem akar (root system) yang menyuburkan, mempertahankan dan menstabilkan batang tanaman (core product) dan buah-buahan serta daun sebagai end product.

Bagaimana contoh praktisnya? Berkenaan dengan hal ini, Hamel dan Prahalad juga menyatakan bahwa core competence dapat berupa salah satu atau lebih dari keempat hal berikut ini.

- Pembelajaran kolektif dalam organisasi, terutama bagaimana mengkoordinasikan keahlian produksi yang berbeda dan bagaimana mengintegrasikan jenis teknologi yang berbeda-beda.
- Pengorganisasian kerja dan delivery of value.
- Komunikasi, keterlibatan dan komitmen yang mendalam dalam bekerja melewati batas-batas organisasi.
- Perekat yang mengikat unit-unit bisnis yang ada dan sebagai mesin dalam pengembangan bisnis baru.

Jadi, dari pernyataan di atas dapat ditarik sejumlah kata kunci tentang pengertian kompetensi inti.

1. Kompetensi inti selalu menunjukkan makna kemampuan inti. Pada level individu, kompetensi bisa ditunjukkan dari aspek-aspek kapasitas (pengetahuan, keahlian dan atribut personal) serta perilaku. Pada level organisasi, kompetensi muncul dari sumberdaya organisasi (sistem dan proses yang terjadi di dalamnya), sumberdaya manusianya dan sumberdaya fisiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi individu menjadi salah satu kontributor munculnya kompetensi organisasi.

2. Kompetensi inti selalu berbasis pada standar. Ini berarti, kompetensi selalu dapat diukur, baik secara internal organisasi maupun oleh kalangan (stakeholder) eksternal organisasi. Pengukuran bisa bersifat kuantitatif, bisa juga kualitatif (persepsi). Dan, kompetensi yang ideal adalah yang diakui oleh internal dan eksternal.

3. Kompetensi inti memiliki kegunaan spesifik yakni menjadi keunggulan bersaing bagi organisasi yang bersangkutan, berfungsi sebagai sistem akar (root system) yang menyuburkan, mempertahankan dan menstabilkan batang tanaman (core product) dan buah-buahan serta daun sebagai end product. Bahkan, dalam bahasa marketing, kompetensi inti tidak lain adalah nilai jual itu sendiri. Jadi, kompetensi inti akan menjadi daya hidup suatu organisasi, penentu maju mundurnya organisasi.

4. Kompetensi inti dapat diraih dengan berbagai jalan. Bisa formal, bisa juga nonformal. Pada skala individu, bisa melalui pendidikan dan latihan, magang, menambah jam terbang dll. Pada skala organisasi, bisa melalui pembelajaran kolektif seluruh anggota, penerapan sistem dll.

Metode Untuk Mengetahui Kompetensi Inti Organisasi

Dalam konteks organisasi, lazim digunakan metode Analisis SWOT (Strength- Weakness-Opportunity-Treath) untuk menggali kompetensi inti suatu organisasi. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi/perusahaan yang telah dikenal luas untuk memetakan posisi existing (saat ini) suatu organisasi. Analisis ini idealnya bertumpu pada basis data tahunan dengan pola 3-1-5. Maksudnya, data yang ada diupayakan mencakup data perkembangan organisasi 3 tahun sebelum dilakukan analisis, apa yang akan diinginkan pada tahun saat dilakukannya analisis serta kecenderungan organisasi untuk 5 tahun ke depan pasca analisis. Hal ini dimaksudkan agar strategi yang akan diambil memiliki dasar dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

S (Strength) atau faktor kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani organisasi. Kekuatan adalah kompetensi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif bagi organisasi di pasar. Sebaliknya, W (weakness) atau faktor kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan. O (Opportunity) atau faktor peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Sementara, T (Threat) atau faktor tantangan adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.

Kompetensi Inti organisasi akan diidentifikasi dalam analisis unsur Strength. Sebuah pernyataan dalam unsur Strength layak disebut sebagai kompetensi inti - bila resultansi kekuatan dan kelemahannya positif. Kemampuan inti atau kompetensi inti (core competence) biasanya ditandai dengan bobot dan hasil kali skor dengan bobot yang tertinggi pada variabel Strength. Atau jika pendekatan analisisnya kualititatif, kompetensi inti ditandai oleh variabel Strength yang paling menonjol signifikansinya.

Bagaimana Aplikasinya Dalam Organisasi Dakwah ?

Dalam beberapa kali kesempatan memfasilitasi bedah manajemen organisasi dakwah di sejumlah tempat di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dengan menggunakan metode Analisis SWOT, selalu muncul beberapa pernyataan kompetensi inti yang sama. Hal ini menarik, karena sekalipun kondisi daerahnya berbeda, tapi pernyataan kompetensi yang muncul sama. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kompetensi inti yang ada memang benar-benar yang paling menonjol signifikansinya dan diakui secara internal maupun eksternal organisasi. Apa sajakah itu?

1.SDO Konsistensi Dalam Penegakan Syariat Islam.
2.SDO Konsistensi Dalam Penggerakan Dakwah Secara Pemikiran (Intelektual) dan Non Kekerasan (Damai).
3.SDO Memiliki Fikroh dan Thariqah yang jelas (ideologi Islam).

Ini berarti organisasi dakwah di beberapa sample daerah telah memiliki tiga kompetensi inti yang semuanya berbasis pada sumberdaya organisasi (SDO). Sehingga secara keseluruhan, organisasi dakwah memiliki tiga kompetensi inti yang berbasis pada sumberdaya organisasi. Ini menunjukkan bahwa organisasi telah berjalan dengan lebih bertumpu pada sistem bukan pada figur. Kalaupun ada figur yang menonjol, hal itu lebih bersifat sebagai lokomotif yang bertugas mengkader dan memperbanyak lokomotif-lokomotif baru dengan tingkat kapasitas yang setara dan bukan tipikal ”one man show”. Hal ini juga sekaligus menandakan bahwa organisasi dakwah telah melewati fase inisiasi dan pertumbuhan atau bahkan pada beberapa tempat telah menapaki fase kedewasaan.

What Next ?
Jika sudah demikian halnya, lalu apa yang harus dilakukan oleh organisasi dakwah? Jawabannya singkat : Dayagunakan 3 Kompetensi Inti tersebut untuk Mengoptimalkan Laju Dakwah. Rinciannya dijelaskan dalam formula 4 lah sebagai berikut.

1. Syukurilah. Dalam rentang perjalanan yang tidak pendek dan pergerakan dakwah yang dinamis, Organisasi dakwah dengan seluruh komponen organisasinya secara TEAM (together everyone achieves more) telah memiliki 3 kompetensi inti. Ini menandakan organisasi dakwah kita telah dipandang eksis dan mampu, baik secara internal maupun eksternal. Maka, syukurilah nikmat ini.

2. Sadarilah. Seluruh komponen organisasi dakwah kita secara sadar dan terkelola agar benar-benar menyadari dan menjadikan 3 kompetensi inti ini sebagai:

a. Keunggulan Bersaing (competitive advantage) organisasi yang berfungsi sebagai sistem akar (root system) yang menyuburkan, mempertahankan dan menstabilkan struktur dan manajemen organisasi, SDM, produk-produk dakwah (Ideologi Islam sebagai gagasan dan problem solver), kemasan dakwah (uslub-uslub dakwah yang terus dikembangkan dan diragamkan sesuai dengan segmen pasar dakwah yang dilayani). Maka, setiap komponen organisasi harus PD, PM, dan BAR. Maksudnya, Percaya Diri, Percaya pada Mitra dan Berani Ambil Resiko.

b. Nilai Jual produk dan organisasi. Karena sebagai nilai jual, kompetensi inti akan menjadi daya hidup suatu organisasi, penentu maju mundurnya organisasi, maka setiap komponen organisasi harus bertindak sebagai marketer atau pemasar. Kemanapun pergi upayakan ‘menjual’ produk dakwah berikut organisasinya. Bisa secara “on the line” yaitu melalui kegiatan dakwah yang resmi atas nama organisasi. Bisa juga “below the line” atau melalui kegiatan dakwah yang tidak resmi atas nama organisasi. Yang disebut terakhir lebih fleksibel karena bisa bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan kita sehari-hari atau saat aktivitas bermasyarakat atau juga dalam rangka aliansi strategis dengan organisasi dakwah lain. Mana yang lebih mungkin dari keduanya? Tergantung dari aktivitas kita sendiri. Karenanya kombinasi keduanya akan lebih optimal. Prinsipnya, setiap komponen organisasi harus menjadikan kompetensi inti ini sebagai bagian dari integritas pribadi, baik saat “on the line” maupun saat “below the line”.

3. Dayagunakanlah. Manajemen harus dapat mendayagunakan kompetensi inti ini dengan cara :

a. Perbanyak event publik yang memungkinkan terjualnya kompetensi inti, baik even yang dibuat sendiri atau pihak lain. Stand, leaflet, pamflet, buletin, hingga kartu nama menjadi senjata ampuh yang dapat ditempuh.

b. Responsif dalam menyikapi persoalan keumatan setempat. Hubungan harmonis dan jaringan yang kuat dengan media masa setempat menjadi kunci yang harus dimiliki.

c. Silaturahim yang terjadwal dan insidental (dalam menyikapi kasus-kasus tertentu) dengan sivitas akademika dan pemerintah setempat hingga level RT, ulama, tokoh masyarakat sudah harus menjadi agenda.

d. Jadikan aktivitas setiap komponen organisasi sebagai kompetensi pendukung yang dapat menjadi uslub tambahan bagi meningkatnya laju dakwah organisasi.

4. Pelihara dan Kembangkanlah. Jika kompetensi inti sudah disyukuri, disadari, dan didayagunakan, maka jangan lupa untuk memelihara dan mengembangkannya. Mengapa? Tak lain, karena lingkungan dakwah adalah lingkungan yang dinamis. Hanya organisasi yang dinamislah yang dapat terus bertahan dan melaju. Stagnan hanya punya satu arti, layu lalu mati. Secara individu, setiap komponen anggota harus terus menambah pendidikan dan latihan, magang, jam terbang dll. Sedang, pada skala organisasi, semua harus terus melakukan pembelajaran kolektif. Penyelenggaraan acara bersama yang meningkatkan syu’ur jama’i, seperti mabit, makan bersama, outbound, dll. bisa menjadi alternatifnya.

Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti agar laju dakwah optimal. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

The Only Change We Really Can Believe In!: Khilafah Islam


Oleh: Felix Siauw

ImageTahun 2001 adalah saat saya baru saja menamatkan tingkat pendidikan atas di Palembang lalu melanjutkan kuliah di IPB. Saat itu saya masih ingat bahwa hanya ada 4 orang di kelas yang menenteng HP diantara 52 orang yang berada dalam kelas itu. Saat itu belum banyak orang yang menggunakan HP untuk berkomunikasi, sehingga masih banyak wartel-wartel di sekitar kampus IPB. Tapi sekarang, kita lihat wartel menjadi bisnis yang seolah habis nafasnya semenjak HP menjamur menjadi ‘barang pokok’ yang sangat mudah dan murah dimiliki. Walhasil, di IPB saat ini hampir-hampir sangat susah sekali untuk menemukan bisnis wartel.

Ketika kuliah saya juga sangat senang ber-internet-ria, surfing gambar-gambar yang bagus, mencari artikel-artikel yang ideologis sampai mendownload musik. Setiap cyberis pasti memiliki media penyimpanan, dan saat itu media yang paling umum adalah disket 1.44 MB. Untuk satu kali surfing dan browsing saja, biasanya saya dan teman-teman membawa minimal 5 – 10 disket. Tapi sekarang di warnet-warnet kita jarang sekali melihat slot disket 1.44 disana, melainkan telah tergantikan dengan slot USB port, yang selalu berkembang seiring waktu. Awalnya saya membeli USB flashdisk 128 MB dengan harga 125.000, tetapi dengan jumlah uang yang sama, sekarang saya dapat membeli USB flashdisk 4 GB,. Mungkin 6 bulan sejak saat ini saya dapat membeli USB flashdisk 8 GB dengan uang 125.000

Dunia terus berubah, dan perubahan ini tidak dapat dibendung oleh apapun dan siapapun. Perubahan adalah suatu kepastian sebagaimana waktu itu sendiri. Waktu tidak akan pernah konstan sebagaimana perubahan selalu ada. Dalam perubahan ada hukum yang pasti, berubah lalu selamat atau diam lalu mati. Dunia hanya mempunyai toleransi pada dia yang berubah dan tidak memberikan kesempatan pada yang diam dan enggan berubah.

Pepatah lama mengatakan: “Seorang yang memanjat tebing harus meninggalkan pijakan kakinya yang sudah mantap dan melepaskan pegangan tangannya yang sudah mapan untuk meraih pijakan dan pegangan yang lebih tinggi, atau dia akan tetap disana selama-lamanya”. Status quo adalah lawan perubahan, dan kecenderungan manusia akan selalu ingin dalam status quo-nya atau comfort zone-nya. Tetapi mari kita lihat pada sesuatu yang enggan dan tidak berubah. Disket 1.44 MB ditinggalkan ketika USB flashdisk muncul. Wartel menjadi sepi ketika HP ramai dijual. CD dan kaset langsung hancur penjualannya ketika orang dengan mudah dapat mendownload file musik mp3 via internet. Diam memang menyenangkan dan comfort zone memang nyaman, sedangakan perubahan butuh bergerak dan pengorbanan. Yang harus kita ingat adalah: “Berubah memang berisiko, tetapi jauh lebih berisiko ketika kita tidak berubah”

Dan benarlah sabda rasulullah saw:
‘Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sesunguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.” (HR Dailami)

Perubahan mengharuskan adanya delta yang terjadi, dan perubahan meniscayakan pergerakan yang memunculkan delta tersebut. Dan delta ini haruslah delta yang signifikan yang dapat terasa dan dilihat. Sejarah membuktikan bahwa Islam-lah yang membuat delta sebegitu besar pada ummat terbelakang di jazirah arab yang saling berperang satu dengan yang lain, menyembah batu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan tidak berperadaban menjadi suatu umat yang satu padu, dengan peradaban paling tinggi yang dikenal masa, dimana wanita dimuliakan dan seluruh manusia mendapatkan ketenangan. Dalam kurun waktu kurang dari ½ abad, Islam mampu membangun suatu peradaban yang mengungguli romawi dan persia yang telah membangunnya dalam kurun ratusan bahkan ribuan tahun. Islam adalah perubahan itu sendiri.

Ingatkah kita bagaiamama Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan Wahsyi sebelum menerima Islam? Dan bagaimana keadaan mereka ketika telah memahami kalimat tauhid “La Ilaaha illa Allah!”. Mereka mengecap perubahan, mereka berubah menjadi Singa Allah, Pedang Allah dan Budak Allah yang paling depan dalam memperjuangkan Islam.

Didepan mata kita sendiri, banyak orang yang terjebak dalam status quo-anti perubahan. Entah mereka yang memang berkompromi karena diuntungkan oleh status quo itu, ataukah yang terlena dengan itu. Dan semua dari mereka memiliki satu kesamaan: mereka akan tergantikan, suka atau tidak suka. Dan semua orang itu juga memiliki kesamaan, yaitu mereka tidak menginginkan perubahan, mereka tidak menginginkan Islam yang akan merubah kondisi ummat menjadi lebih baik. Karena mereka tahu Islam akan merubah kondisi yang buruk ditengah-tengah ummat. Menghapus kejahatan korupsi, kriminalitas, mafia peradilan, dan semua kedzaliman yang ummat rasakan. Biarlah begitu, karena itu adalah pilihan mereka.

Sejarah membuktikan perubahan tidak pernah, dan tidak akan pernah datang dari status quo. Dia datang dari orang-orang yang memahami hidupnya dan mengabdikannya secara total kepada Pencipta-Nya. Tidak takut selain kepada-Nya, dan tidak memperhatikan makian orang yang mencela. Mereka terdiri dari manusia pilihan yang sebagian besar adalah pemuda. 89% shahabat rasul berusia 8 – 30 tahun. Maka setiap dari kita memiliki porsi dan tanggung jawab lebih besar dalam proses perubahan ini. Idealisme jelas hanya bisa dipegang oleh orang yang tidak terkontaminasi sistem yang datang dari thaghut. Oleh karena itulah tugas status quo adalah membuat anda merasa ragu apakah Anda dapat mewujudkan perubahan ini.

Bagaimanapun juga, gelombang perubahan sudah dimulai. Dan terus akan diperkuat oleh orang-orang yang menginginkan perubahan hakiki, perubahan Ilahiah. Perubahan sistem thaghut menjadi sistem yang tunduk pada seruan sang Pencipta dan sistem yang memuliakan Allah dan rasul-Nya. Bukan sistem yang menyuruh kita menghormati dan mendewakan manusia, bahkan menuhankan manusia dengan cara menolak sistem Allah lalu menggunakan aturan manusia. Gelombang ini akan menjawab setiap keraguan akan perubahan itu sendiri. Hidup adalah pilihan. Islam pun pilihan. Perubahan adalah kepastian bagi seseorang yang memilih hidup dalam Islam.

Sesungguhnya delta yang akan menghasilkan perubahan menuntut pengorbanan, menuntut optimisme dan keyakinan serta komitmen serta kontinuitas. Delta ini harus segera diwujudkan. Satu-satunya cara adalah dengan pergerakan yang akan membuat semua mata terpana dan berpaling kepada sistem yang diturunkan Allah. Delta perubahan itu berpuncak pada dua kata: Khilafah Islam! no others-no more-no less!.

Perubahan itu insya Allah akan dikatalisasi pada tanggal 27 Januari 2010

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?