WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Jumat, 05 Februari 2010

Pagar Demokrasi, Menyesatkan!


Oleh: C Y

“Demokrasi di Indonesia ini masih dalam tahap pembelajaran. Ibarat orang.. yah masih sebesar anak sekolah dasar yang masih harus banyak belajar.” Begitulah pendapat salah satu mahasiswa ketika ditanyakan pendapatnya mengenai demokrasi. Menurutnya, sistem demokrasi yang dianut Indonesia sudah baik, hanya saja bila dijumpai banyak kecacatan, jangan salahkan sistemnya, tapi salahkan pelaksananya dan teknis pelaksanaannya.

Pertanyaannya kemudian, jika kesalahan terjadi hanya pada orangnya dan teknis pelaksanaannya saja, lantas mengapa kesalahan tersebut terus menerus berulang dan merajalela pada banyak orang? Apakah mereka bodoh hingga tidak mampu belajar dari kesalahannya? ataukah mereka dipaksa untuk terus membodohi diri hingga tak mampu belajar dari kesalahannya? lantas siapa yang mampu membodohkan orang dalam jumlah yang banyak dan terus menerus tersebut?.

Benar bahwa orang dan teknis pelaksanaan suatu kebijakan perlu dievaluasi, hanya saja jika kebijakan yang dibuat terus menerus dicacati oleh teknis pelaksananya dan dalam jumlah yang banyak, tentu hal ini bukan hanya sekedar kesalahan orang per orang. Tetapi kendali sebuah kekuatan yang mampu memaksa orang per orang tersebut terus melakukan kesalahan dan kedzaliman. Sebuah kekuatan itu bernama Demokrasi sebagai sebuah sistem kehidupan. Banyak orang-orang (pejabat) yang baik dan tulus bergabung dalam sistem, namun akhirnya mereka terwarnai dan terjajah dalam sistem. Berkompromi pada kesalahan dan terus berupaya menghias kedzaliman, atas pengaruh sistem yang menghidupi mereka.

Padahal sesungguhnya demokrasi-pun tak memberikan jaminan apapun atas kesejahteraan masyarakat. Hal ini sebagaimana catatan pada kolom International Herald Tribune (9/2/1998) bahwa “democracy does not guarantee that you will never have an economic crises” (demokrasi tidak menjamin bahwa anda akan tidak pernah mengalami krisis ekonomi). Namun sayangnya, kondisi masyarakat saat ini masih percaya kepada demokrasi. Mereka berharap sistem ini dapat mewujudkan kesejahteraan yang mereka impikan selama ini, meskipun kenyataannya kesejahteraan tersebut tidak akan terwujud. Lebih ironisnya negara ini ternyata telah menerapkan demokrasi dengan berbagai modelnya hingga memagari rakyatnya dalam pragmatisme berpikir selama 60 tahun lebih. Yang sebenarnya cukup bagi rakyat untuk berpikir dan menyadari bahwa jaminan kesejahteraan dan kebahagiaan tak akan pernah mampu diberikan oleh sistem yang menamakan dirinya ‘demokrasi’.

Telaah Kesesatan Demokrasi
Demokrasi sendiri berasal dari bahasa yunani demos dan cratos yang berarti kedaulatan rakyat. Demokrasi memandang bahwa kedaulatan tertinggi dan kekuasaan berada ditangan rakyat yang diwakilkan oleh para wakil rakyat yang duduk di kursi legislatif, yudikatif dan eksekutif. Dalam sistem ini, parlemen merupakan cerminan dari aspirasi rakyat. Suara mayoritas merupakan prinsip pokoknya. Dengan kata lain tidak ada demokrasi bila tidak meyakini prinsip ini.

Terdapat beberapa kesalahan demokrasi yang sangat mendasar. Kesalahan pertama, demokrasi menempatkan kedaulatan ditangan rakyat. Pertanyaannya, benarkah saat ini kedaulatan dipegang oleh rakyat? atau dipegang oleh wakil rakyat yang notabenenya para kapitalis? Kenyataannya tidak demikian. Bila kita mau melihat fakta yang ada, kedaulatan yang ada saat ini berada ditangan segelintir orang yang mempunyai modal (baca:kapitalis). Atas nama rakyat mereka sedikit demi sedikit mengeruk harta rakyat, menguras sumber daya alam, dan menjual aset-aset negara yang sebenarnya milik rakyat.

Kesalahan kedua adalah penggunaan prinsip suara mayoritas. Suara mayoritas digunakan sebagai alat pengambil keputusan pada musyawarah-musyawarah yang dilakukan wakil rakyat. adanya prinsip ini menjadikan kebenaran menjadi absurd dan relatif. Suara mayoritas menjadi cermin kebenaran dan dianggap mewakili semua aspirasi rakyat. padahal belum tentu seperti itu. Sebagian kalangan bahkan berpendapat bahwa demokrasi merupakan bagian dari ajaran islam karena terdapat prinsip musyawarah disana. Padahal musyawarah dalam islam berbeda dengan musyawarah dalam sistem demokrasi.

Kesalahan ketiga, hukum dibuat dan ditentukan berdasarkan hawa nafsu manusia atas nama rakyat yang berpedoman pada prinsip suara mayoritas. Hal ini sama saja merampas hak Allah SWT sebagai pembuat hukum (Muhakim) dan pengatur (Mudabbir) bagi manusia, karena Dialah yang paling mengetahui hakikat dari penciptaan manusia. Dan ini merupakan bentuk kekufuran yang nyata.

Kesalahan keempat, mengutamakan kebebasan diatas segalanya. Demokrasi telah melahirkan 4 macam kebebasan, yaitu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan kepemilikan. Kebebasan beragama telah melahirkan berbagai aliran kepercayaan, semisal ahmadiyah dan ksatria piningit. Kebebasan berpendapat melahirkan orang-orang yang liberal dan berpendapat tanpa disertai hujjah yang benar seperti jaringan islam liberal. Kebebasan berekspresi mengakibatkan kebejatan moral dan degradasi akhlaq dan generasi masa depan yang individual dan hedonis yang lebih suka berhura-hura dan gemar memperlihatkan auratnya. Kebebasan kepemilikan melahirkan berbagai bentuk liberalisasi dan privatisasi dalam bentuk UU yang legal seperti, UU SDA, UU Migas, UU PMDN, UU PMA, UU listrik dan FTA (Free Trade Agreement) dengan berbagai bentuknya, seperti ACFTA (ASEAN China FTA); yang dengan jelas akan merugikan dan menghancurkan rakyat dan negaranya.

Inilah wajah demokrasi Indonesia yang dibangga-banggakan sebagian kalangan. Kesejahteraan yang dijanjikan adalah utopis belaka. Bagaimana bisa demokrasi menyejahterakan rakyat, sedang sistem inilah yang menjadi dasar legitimasi semua bentuk UU dan kebijakan yang merampas dan mengeksploitasi rakyat dan kekayaan rakyatnya.

Pandangan Islam sebagai Sistem Kehidupan
Adapun islam merupakan ideologi yang bersumber dari sang Khalik yang diturunkan untuk kesejahteraan manusia seluruhnya. Tidak terbatas kalangan muslim saja, tetapi juga kalangan non-muslim. Islam tidak hanya sebagai agama yang mengatur masalah peribadatan, tetapi lebih dari itu ajaran islam bersifat komprehensif yang meliputi aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia serta alam. Islam mengatur perekonomian negara, adab bergaul dengan sesama muslim dan muslim dengan non-muslim, sistem sanksi, pendidikan, kemiliteran dan industri bahkan budaya sekalipun.

Islam memandang bahwa kedaulatan berada ditangan Allah SWT sebagai pencipta manusia. Allahlah yang berhak membuat hukum bukan manusia. manusia diciptakan tidak lain untuk beribadah pada-Nya dengan menerapkan peraturan yang telah sempurna dalam kehidupan. Musyawarah dalam islam memegang prinsip kebenaran dengan berdasarkan kepada hujjah yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Selama 12 abad lebih islam telah membuktikannya pada dunia dengan membuat rakyatnya sejahtera. Tidak hanya kelompok yang mempunyai modal saja, tetapi islam melihat kesejahteraan rakyat itu per individu.

Pertanyaannya, apakah kita masih mau mempertahankan sistem yang sudah terlihat kecacatannya dimana-mana? masihkah kita berharap pada sistem yang membuat keadaan umat makin terpuruk? Sedang kita mempunyai suatu sistem kehidupan yang jauh berabad-abad lalu telah menyejahterakan umat, yaitu sistem islam.
“...Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia yang menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi Keputusan yang paling baik” (TQS. Al An’aam:57).
Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?