WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Kamis, 18 Februari 2010

Catatan Tentang Sebuah Tanggung Jawab


Oleh : Sang Pembebas Andalusia*

ImageCatatan ini berisi tentang suatu perkara yang terkadang kita hindari, atau mungkin di luar sana juga banyak orang yang berlari menjauhi hal ini. Tentang orang-orang yang memangku jabatan, entah jabatan dalam sebuah organisasi, perusahaan, partai politik ataupun dalam sebuah kekuasaan negara. Ya! Catatan ini akan mencoba membahas tentang tanggung jawab. Hal ini menjadi menarik untuk dibahas ketika banyak orang yang justru menghindar dari tanggung jawabnya.

Berbeda dengan hak! Ketika tanggung jawab datang menghampiri, maka orang-orang akan justru berlari menjauh. Bahkan sikap yang paling memalukan adalah saling melempar tanggung jawab seperti dalam pemain bola basket. Jika kita kaji lebih dalam, banyak kasus di negeri ini yang mencerminkan betapa para “pembesar” negeri ini sudah tidak memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Contoh kasus saja, beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan perselisihan antara Cicak vs Buaya. Terlepas dari persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah, pada dasarnya kita bisa mencermati bahwa ada salah satu pihak yang sedang berbohong di sana. Artinya, ada salah satu pihak (entah siapa) yang sedang berusaha lari dari tanggung jawabnya.

Kita juga bisa melihat betapa negara telah lalai dalam tanggung jawabnya sebagai pemelihara kepentingan rakyat. Banyak rakyat kita yang mati karena kekurangan gizi, kelaparan, bahkan penyakit-penyakit yang tidak sempat tertangani karena minimnya perhatian dari negara. Belum lagi, tanggung jawab negara dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, silahkan hitung berapa jumlah pengangguran negeri ini, dan berapa banyak mahasiswa yang mengantri untuk menjadi pengangguran berikutnya. Semua ini jelas mengindikasikan adanya kelalaian dari pemerintah terkait dengan tanggung jawabnya.

Bukan hanya tanggung jawab yang sifatnya kolektif yang bisa kita cermati, tanggung jawab individual pun bisa kita jadikan contoh pelajaran yang berharga. Ketika saya menulis artikel ini, saya teringat pada seseorang yang telah menabrak motor saya, hingga motor saya rusak lumayan berat, dan saya pun sempat tidak bisa berjalan selama 3 hari karena kaki kanan saya terkilir akibat kecelakaan tersebut. Awalnya orang tersebut mengakui kesalahannya, dia pun berjanji akan bertanggung jawab atas segalanya termasuk mengganti kerusakan motor saya. Namun, ternyata pertanggung-jawaban yang dia janjikan tidak kunjung datang. Padahal secara tegas dia telah menyatakan bahwa kecelakaan tersebut murni kesalahan dan kecerobohannya dalam berkendara di jalan raya. Dari kasus ini, saya bisa melihat bahwa tanggung jawab individual sangat dipengaruhi oleh tingkat keimanan dan ketakwaan seorang hamba terhadap Rabb-Nya. Selain tentunya implementasi moralitas sebagai seorang manusia.

Contoh lain yang pernah saya saksikan, ada sebagian dari kaum muslimin yang menjadikan aktivitas berjuang di jalan Allah sebagai wujud pelarian diri dari tanggung jawabnya terhadap keluarga. Misalnya, seorang aktivis dari gerakan Islam yang begitu rajin pergi kemana-mana dengan alasan jihad di jalan Allah. Namun, ternyata dia pergi tanpa meninggalkan bekal nafkah yang cukup bagi keluarganya di rumah. Sehingga, keluarganya tidak memiliki perbekalan apapun untuk sekedar makan sehari-hari. Menurut saya hal ini sangat ironis, karena Islam mengajarkan sebuah keseimbangan. Jihad (perang) adalah sesuatu hal yang sangat penting, namun memberikan nafkah bagi keluarga adalah juga merupakan kewajiban yang dibebankan Islam kepada seorang laki-laki yang telah menikah. Masalahnya adalah kondisi saat ini berbeda dengan kondisi ketika Khilafah Islamiyah masih memayungi dunia. Ketika itu, kaum muslimin yang pergi berperang di jalan Allah, nafkah keluarga sang mujahid itu akan dijamin sepenuhnya oleh Negara. Hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Khalifah-Khalifah setelahnya.

Contoh lain tentang tanggung jawab individual pernah saya dapat dari sebuah kisah yang disampaikan seorang kawan, bahwa pada masa para sahabat Rasulullah SAW ada seorang pemuda yang dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh orang lain. Sebelum hari eksekusi, si terpidana mati tadi mengajukan sebuah permohonan terakhir pada hakim, permintaannya sangat sederhana sekali, dia minta untuk diizinkan pulang selama beberapa hari untuk menemui keluarga dan para sahabatnya. Ternyata sang hakim mengabulkan permohonan terakhir si terpidana mati tadi. Mengetahui keputusan sang hakim seperti itu, keluarga korban protes dan khawatir bahwa si terpidana mati tadi kabur serta tidak akan hadir saat hari eksekusi. Pada saat hari eksekusi tiba, si terpidana mati belum terlihat kehadirannya padahal eksekusi telah siap dilaksanakan, keluarga korban mulai menggerutu dan mem-protes keputusan hakim yang mengizinkan si terpidana mati tadi pergi tanpa pengawalan.

Namun, beberapa saat sebelum waktu eksekusi yang telah ditentukan, si pemuda itu tiba-tiba datang dengan wajah yang ikhlas dan penuh ketabahan. Pemuda itu datang untuk memenuhi tanggung jawabnya atas perbuatan yang telah dia lakukan. Melihat keberanian dan tanggung jawab yang luar biasa dari si pemuda tadi, salah seorang dari keluarga korban lantas berdiri dan menyampaikan pada hakim bahwa pihak keluarga korban telah memaafkan pemuda tersebut, dan meminta agar hakim membebaskan pemuda tersebut dari hukuman mati.

Apa yang bisa kita pelajari dari contoh kasus tadi ? Kesimpulan saya saat mendengar cerita ini adalah bahwa sebuah pertanggung jawaban jika kita melakukannya atas dasar keimanan dan ketakwaan akan mengakibatkan sebuah pengampunan. Pengampunan ini bukan hanya dari manusia tetapi juga dari Allah SWT. Nah, saya yakin masih banyak sebenarnya kisah-kisah pada masa Rasulullah dan para sahabat yang mampu mengajarkan kita tentang tanggung jawab.

Kisah tadi justru berbanding terbalik dengan kondisi yang saya jumpai di negeri ini. Saya melihat di negeri ini banyak tingkah polah para penguasa yang sangat menyengsarakan rakyat. Sebut saja kenaikan harga BBM, rakyat diminta untuk mengerti kondisi negara yang sedang berusaha menyesuaikan diri dengan harga minyak dunia. Kemudian rakyat “dipaksa” untuk menggunakan gas, setelah itu harga gasnya dinaikan dan mencarinya pun sulit. Lagi-lagi rakyat diminta untuk mengerti, diminta untuk memaklumi sebuah kondisi yang menyengsarakan. Anehnya, para penguasa tidak pernah merasakan hidup sengsara, selalu rakyat yang diminta untuk maklum dengan kondisi yang serba sengsara itu. Bagi saya hal ini merupakan wujud tidak bertanggung jawabnya penguasa pada rakyat.

Penguasa meminta rakyat untuk mengerti setiap kebijakan yang diambilnya, sementara ketika rakyat meminta dimengerti oleh penguasa, maka penguasa akan berkelit dari tanggung jawabnya. Sama halnya ketika ada wacana untuk menaikan gaji pejabat tinggi negeri ini, dengan dalih bahwa gaji pejabat di negeri ini terhitung yang paling kecil dibandingkan dengan negara-negara lain? Jika kondisi dan alasan seperti ini harus dimengerti dan dimaklumi oleh rakyat, maka pertanyaan saya mengapa gaji para buruh tidak kunjung dinaikan?.

Banyak hal yang membuat seseorang sering menghindar dari tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya. Untuk mengetahui apa saja sebenarnya penyebab seseorang sering menghindar dari tanggung jawab, sebenarnya kita harus mengkajinya lebih dalam. Namun berdasarkan pengamatan saya, secara mendasar penyebabnya ada 3 point. Pertama, seorang muslim sudah tidak lagi merasa bahwa setiap aktivitasnya senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Pemahaman seperti ini kemudian membuat seorang muslim tadi beranggapan bahwa dirinya bebas melakukan apapun, karena dia merasa tidak sedang diawasi oleh Allah. Jika sudah seperti itu, melaksanakan sebuah tanggung jawab bukan lagi menjadi prioritas dalam kehidupannya.

Kedua, Islam tidak dijadikan sebagai pemahaman melainkan hanya sebuah informasi belaka. Saya rasa hal ini sudah sangat lazim di tengah masyarakat kita. Banyak orang yang mengaku muslim tapi masih terlibat riba, ghibah, perjudian, kemaksiatan, dll. Hal ini terjadi karena ajaran-ajaran Islam hanya dipandang sebagai sebuah informasi yang harus diketahui oleh setiap pemeluknya. Berbeda ketika Islam dipahami sebagai sebuah pemahaman, ajaran-ajaran Islam akan mendarah daging dalam kehidupannya, sehingga tolak ukur dalam hidupnya akan sesuai dengan pandangan Islam. Ketika Islam memerintahkan setiap pemeluknya untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya, maka seseorang yang menjadikan Islam sebagai pemahaman dalam hidupnya akan secara otomatis menjalankan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Ketiga, karena terkadang manusia itu lupa bahwa suatu saat nanti dia pasti mati. Dan sesungguhnya pertanggung-jawaban yang utama adalah di hadapan Allah SWT, bukan hanya sekedar di hadapan manusia.

Terakhir, sikap tanggung jawab harus senantiasa terikat dan diatur oleh hukum syara’. Karena jika tidak demikian, seseorang bisa melakukan apapun (termasuk perbuatan yang haram) dengan dalih pembenaran untuk menunaikan tanggung jawab.

Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang mampu bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Termasuk bertanggung jawab terhadap Islam untuk menyebarkannya ke seluruh alam. Walaupun hal itu merupakan tanggung jawab yang sangat besar, yakinlah bahwa Allah tidak memberikan sebuah tanggung jawab kecuali Allah pun memberikan kekuatan untuk menyelesaikan tanggung jawab tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?