WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Jumat, 05 Februari 2010

Hitamnya Putih


Warna. Apa jadinya jika di dunia ini tidak ada warna? Atau, akan seperti apakah manusia mendefinisikan isi kehidupan yang dilaluinya jika tidak mengenal warna? Tidak bisa dipungkiri bahwa sejuta warna yang ada bisa kita jadikan sebagai kiasan untuk menggambarkan setiap jengkal garis kehidupan. Kadang cerah, kadang gelap; hari ini terang esok lusa seketika bisa berubah menjadi kelam. Setiap garis memiliki arti masing-masing, Walaupun terkadang tidak seindah warna pelangi Tapi semua itu memiliki arti yang sama, berwarna!.

Hanya saja, dalam mengkiaskan warna kehidupan, kita tidak bisa menggunakan sembarang warna sesuka kita. Kompleksnya cerita hidup, menuntut kita jeli dalam mengkiaskan demi menghindari kebiasan. Dan entah apa yang melatarbelakanginya, manusia sepakat untuk mewarnai garis kehidupan dengan warna dasar hitam dan putih.

Hitam digunakan untuk mengkiaskan garis kehidupan yang kelam, gelap dan segala akibat dari ketidakbaikan sikap serta kesedihan, sementara putih merupakan lambang kesucian yang menggambarkan kehidupan yang bersih, penuh dengan segala kebaikan sikap dan kebahagiaan. Namun, sekalipun hanya dua warna yang dipakai untuk menggambarkan cerita hidup manusia, ketegasan dan ketepatan pengkiasan ditentukan oleh sudut pandang dan standar yang dipakai sehingga bias-bias yang mungkin tercipta bisa dihindari.

Dan saat ini, sudut pandang dan standar yang digunakan, didasarkan pada manusia itu sendiri dengan heterogenitas penciptaannya yang sampai kapan pun tidak bisa dibuat seragam. Akibatnya, Hitam dan putih warna kehidupan menjadi berbeda bagi setiap orang. Disatu sisi hal tersebut tampak sesuai dengan keragaman manusia (HAM), tetapi jika dilihat secara fakta ternyata menimbulkan efek yang tidak selaras dengan keseragaman tiap manusia sebagai manusia. Sebagai buktinya, ada orang yang demi mencapai kebahagiaan hidup dengan suka rela menindas orang lain, atau demi mencapai puncak kejayaan, manusia saling sikut dengan penuh ketidak jujuran, yang akhirnya menimbulkan ironi kehidupan dan warna hidup yang buram. Dan ketika ini digunakan dalam tatanan sebuah negara, maka keburaman hidup yang tersistemkan akan sangat Nampak terlihat.

Entah sudah berapa banyak korban dari keburaman hidup yang tersistemkan ini. perlahan tapi pasti manusia-manusia yang tidak dapat menentukan sendiri standar hitam atau putih kehidupannya (tidak memiliki kekuasaan/kekuatan) punah dibalik ketidakberdayaan hidup. Sebagai contoh, buramnya perekonomian telah memakan korban jutaan orang harus rela di PHK dan harus bersabar tanpa batas hidup dibawah garis kemiskinan yang setiap saat jumlahnya makin banyak karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Buramnya sistem pendidikan sudah memotong garis kejeniusan bagi generasi yang tak sanggup membayar SPP, seolah pemerintah lebih suka melihat angka putus sekolah yang terus meningkat ketimbang memberikan hak mendapatkan pendidikan bagi setiap warganya. Belum lagi ganasnya libasan buramnya bidang kesehatan yang telah menyebabkan tiap jengkal tanah bumi ini terisi oleh mayat-mayat korban gizi buruk dan manusia-manusia yang pasrah dijemput kematian karena tidak sanggup membayar biaya perawatan rumah sakit yang menjulang. Dan yang lebih menyedihkan, dibalik buramnya bidang hukum dan peradilan, mencuri tiga buah kakau berujung pada kursi pesakitan pengadilan yang buta dan tuli, yang tidak lagi mampu melihat dan mendengarkan kebenaran hidup yang terjadi di luar.

Namun ternyata, keburaman yang telah tersistemkan ini tidak hanya menyerang golongan papa, banyak kaum berduit yang menjadi korban buramnya sisi sosial kemasyarakatan. Keluarga yang hancur dan rusaknya pernikahan, maraknya perselingkuhan, terfasilitasinya orang melampisakan nafsu secara liar dengan adanya lokalisasi, meningkatnya penyakit kejiwaan dan stres sampai tuntutan perempuan-perempuan yang tidak memahami kodrat yang menuntut kesetaraan, dan tidak sedikit juga yang berujung kematian karena pola hidup yang tidak mengenal halal-haram. Standar putih yang harusnya terwujud dengan kebahagiaan hidup bagi semua manusia, siapapun orangnya tidak berlaku, begitu pun dengan standar hitam yang harusnya tidak memilah-milah ternyata tidak mampu mewarnai setiap kalangan.

Dengan kekuasaan/kekuatan materi, hitam bisa luntur menjadi putih atau sebaliknya. Belum lagi arogansi manusia yang mengaku Tuhan telah melelang kebenaran, lewat voting di gedung DPR/MPR atau lewat gempuran media yang terus menerus sehingga kesalahan pun teropinikan secara umum menjadi kebenaran.

Walhasil, standard dengan sudut pandang ini harus dirubah. Standar yang tidak menimbulkan bias dan sudut pandang yang tidak melunturkan warna yang terlihat. Bersama Islam untuk keharmonian kehidupan. “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50). Wallahu'alam. [Nq_mahasiswi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?