WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Jumat, 26 Maret 2010

Khusuk

Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya… (QS.Al-Mu’minun: 1-2)

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati (khusyu’) mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al-Hadid: 16)

Dalam dua ayat di atas, Allah Swt menyampaikan bahwa khusyu’ telah menjadi sebuah kewajiban ketika berdzikir kepadaNya, baik dalam sholat maupun lainnya.

Khusyu’ ternyata menjadi syarat shalat kita diterima oleh Allah Swt, tentu disamping syarat dan rukun yang lainnya. Karena nilai shalat kita dinilai dari selama apa kita kekhusyuan di dalamnya. Khusyu’ menjadi bagian terpenting yang harus kita lakukan ketika kita shalat. Terlebih bagi para pengemban dakwah. Khusyu’ harus menjadi senjata ketika menghadapkan wajah kita di hadapan Allah Swt. Tentu sangat aneh apabila seseorang mengaku menjadi seorang pengemban dakwah tetapi ia tidak pernah merasakan kekhusyu’an dalam shalatnya.

Para ulama telah banyak mendefinisikan apa itu khusyu’. Salah satunya adalah yang disampaikan oleh Imam Al-Ghozali. Beliau menyampaikan bahwa khusyu’ adalah merendahnya/tunduknya hati kita di hadapan Allah dengan penuh konsentrasi. Atau terkonsentrasinya hati kita hanya semata-mata menghadap kepada Allah dengan penuh ketundukan dan takut kepada Allah Swt. Khusyu’ ternyata adalah buah dari keadaan hati kita.

Bagaimana agar khusyu kita raih saat melakukan shalat? Imam Al-Ghozali menyampaikan bahwa seseorang yang menginginkan khusyu’ dalam shalatnya maka ia harus melakukan 6 pekerjaan hati. Apa saja pekerjaan hati yang beliau maksudkan?.

Pertama, hadir dan sadarnya hati (khudlurul qalbi). Khudlurul qalbi adalah kita sadar, merasakan, menyadari bahwa kita sedang shalat. Kita merasakan bahwa kita sedang diawasi, disaksikan dan didengar setiap kata dan perbuatan kita oleh Allah Swt. Kita sadar bahwa kita sedang takbir, ruku’, sujud, dll. Artinya, ketika kita tidak menanggapi lintasan hati dalam urusan selain shalat ketika kita shalat. Maka pada saat itu berarti kita sudah tidak khudlurul qalbi. Tidak khusyu’. Maka ketika kita sedang shalat kemudian muncul lintasan aktivitas selain shalat segeralah kita konsentrasi kembali kepada apa yang sedang kita baca dan lakukan dalam gerakan-gerakan shalat. Tidak kita tanggapi lintasan-lintasan tersebut. Kita hanya konsentrasi pada apa yang kita baca dan lakukan dari pekerjaan-pekerjaan shalat. Tak heran kebanyakan orang sering tidak sadar ia sedang melakukan apa, sering terlupa.

Kesadaran ini harus kita jaga dan bangun mulai terdengar suara adzan. Dan tentu kita harus segera bersiap dan bergegas untuk menunaikan panggilan Allah ini. Tersadar untuk segera shalat dan tidak menunda-nunda. Termasuk ketika mulai melakukan wudhu. Kita sadar sepenuhnya. Termasuk juga ketika kita sedang melakukan shalat.

Ketidaksadaran seseorang dalam shalatnya bisa terjadi ketika ia sudah mulai menanggapi lintasan hati dalam urusan selain shalat. Ketika kita sudah melakukan takbiratul ihram berarti kita sudah mengharamkan semua pekerjaan dan pikiran selain shalat. Memikirkan tugas, pekerjaan, teman itu semua tentu bukan bagian dari pekerjaan shalat. Maka ia sudah merusak shalat kita. Memikirkan bacaan al-fatihah, ruku dan sujud, itu semua merupakan pekerjaan shalat. Maka itu yang harus kita lakukan.

Kedua, tafahum (faham). Tafahum artinya memahami setiap bacaan dan gerakan yang kita lakukan saat shalat. Tafahum tentu dapat kita lakukan apabila kita mengerti setiap bacaan shalat. Kemudian kita tafakur makna dari arti-arti tersebut. Ketika kita membacakan “Allahu Akbar!” kita mengerti dan faham bahwa Allah sajalah yang Maha Besar, Allahlah yang berkuasa atas segala sesuatu. Begitu juga ketika kita membacakan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”. Kita sadar, mengerti dan yakin bahwa segala puji hanya untuk Allah. Begitu juga dengan bacaan-bacaan yang lainnya.

Ketiga, adanya perasaan hormat/ta’zim (haibah). Ketika kita sedang shalat harus ada perasaan ta’zim dan hormat kepada Allah Swt. Ketika kita dipanggil dengan orang yang memiliki kekuasaan di dunia ini, sering kita begitu hormat, maka kita harus lebih hormat lagi ketika kita sedang menghadap Allah Swt, penguasa jagat raya ini. Takut yang lahir dari rasa hormat dan ta’zim. Sehingga tentu bagi orang yang khusyu, ia tidak akan melalaikan satu pun hal aktivitas dalam shalatnya. Ia akan berusaha untuk mempersembahkan yang terbaik, bacaan dan gerakannya.

Keempat, hadirnya perasaan takut (khauf). Rasa takut ini lahir akan dosa-dosa yang pernah kita lakukan selama ini. Takut juga dengan kejadian-kejadian setelah kehidupan ini, kejadian-kejadian ketika kita dibangkitkan. Rasa takut ini lahir bahwa tidak satu pun perbuatan kita yang lolos dari pemeriksaan di yaumil akhir nanti. Rasa takut ini juga akan lahir ketika kita mengenal bagaimana kejadian-kejadian setelah kematian kita. Takut akan siksanya yang maha dahsyat. Takut akan murkanya. Takut akan ketidakridhoan Allah atas perbuatan-perbuatan kita selama ini.

Kelima, adanya perasaan roja (harap) kepada Allah Swt. Khusuk juga akan lahir ketika dalam hati kita ada perasaan roja (harap) kepada Allah Swt. Penuh pengharapan atas rahmat Allah yang meliputi segala sesuatu. Penuh pengharapan atas ampunan Allah yang lebih luas dari dosa-dosa kita. Ketika kita shalat hadirkan perasaan harap bahwa shalat kita dapat diterima oleh Allah Swt. Penuh pengharapan atas ridho Allah.

Keenam, hadirnya perasaan malu (hayya). Perasaan malu ini akan mengantarkan kita pada kekhusyuan ketika kita sedang melaksanakan shalat. Ketika kita membacakan ihdinash shiratal mustaqim.., kita mengharapkan jalan kebaikan, tapi kita malu bahwa mungkin selama ini kita tidak mengikuti jalan petunjuk itu. Kita malu bahwa Allah Swt telah banyak memberikan nikmat sementara kita hadirkan diri kita di hadapannya penuh dengan dosa. Kita malu bahwa kita menyadari banyak melakukan dosa sementara sangat sedikit kita bertaubat. Kita pun merasakan malu akan aib-aib yang selama ini ditutupi oleh Allah Swt sementara kita sangat sedikit usaha untuk membersihkannya. Kita sadar bahwa usia kita tinggal sebentar, kita malu, sisa usia ini belum dimanfaatkan untuk mengumpulkan bekal menghadapi kematian. Kita malu.

Dengan enam aktivitas hati ini insya Allah shalat kita akan bernilai dan kita akan merasakan nikmatnya shalat, bersujud di hadapanNya. Dengan kekhusyuan inilah kita akan mendapatkan nikmat berkhalwat dengan-Nya. Tentu bagi para pengemban dakwah, shalatnya harus lebih baik. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?