WELCOME!


I made this widget at MyFlashFetish.com.


Rabu, 31 Maret 2010

Iman dan Istiqomah

Hingga saat ini sedikit sekali manusia yang menyadari bahwa hidup yang dimilikinya adalah pemberian Allah SWT. Entah kenapa, jarang sekali kita berpikir secara mendalam mengenai apa sesungguhnya makna dan hakikat kehidupan ini. Terkadang kita berpikir tentang hidup, tapi tak lebih dari sekedar bertahan hidup, bukan berpikir bagaimana caranya agar kita mendapat kebaikan dalam hidup.

Untuk menyempurnakan perjalanan hidup ini. Mari kita sejenak mencermati apa yang dilakukan oleh sufyan bin Abdillah Ats-tsaqafy r.a. melihat sebuah pertanyaan yang pernah beliau sampaikan kepada Rasulullah SAW, tampaknya beliau termasuk orang yang sangat perhatian terhadap hidup dan ingin selalu mendapat kebaikan dalam hidup. Suatu hari sahabat Rasul ini mendatangi Rasulullah SAW dan meminta mutiara nasihat kepada beliau untuk memandu jalan hidupnya. Ia berkata: ”Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu kalimat yang dapat aku jadikan pegangan, sehingga aku tidak perlu bertanya kepada yang lain”. Nabi Muhammad SAW menjawab: “katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah” (HR Muslim)

Sebuah pertanyaan sederhana namun dijawab secara sangat cerdas oleh Rasulullah SAW dimana semua sisi jawaban beliau begitu penting untuk direnungkan. Mengenai jawaban Rasul ini, Imam Nawawi dalam kitab Riyadlus shalihin menerangkan bahwa Rasulullah SAW seolah ingin mengatakan; “perbaharuilah imanmu dengan penuh kesadaran, dengan bentuk ucapan yang disertai pengertian dan tanggung jawab atas pengakuan ucapan tersebut.”

Bangga Menjadi Muslim

"Dialah (Allah) yang telah menamakan kamu sekalian Muslimin dari dulu dan didalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dialah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (Q. S. Al Hajj:78)

Saat ini kebanyakan orang bangga dengan nama dan julukan serta gelar yang disandangnya, namun enggan menyandang julukan sebagai Muslim. Hingga banyak diantara mereka yang enggan menyatakan dan menampakkan bahwa dirinya muslim. Sebagian lagi malah lebih parah, mereka banyak yang bangga mendapat julukan dan sebutan yang negatif dan buruk dan bangga akan keburukan dan kejahatan yang mereka lakukan. Sementara itu yang muslim ada juga yang tidak puas dengan titel muslim saja, maka mereka menambahinya dengan embel-embel yang tak jelas juntrungannya. Seperti tambahan liberal, subtantif, moderat dan lain sebagainya. Tidak puas dengan diri sendiri, mereka juga menjuluki muslimin lain dengan bermacam-macam, seperti ekstrim, fundamentalis dan lain sebagainya.

Adalah julukan dan predikat sebagai muslim merupakan penghormatan dan kemuliaan dari Allah Sang Pencipta Alam yang langsung menamakan orang-orang yang beriman dengan julukan tersebut. Lalu apakah yang membuat orang-orang enggan menampakkannya? Mungkin yang paling menonjol adalah timbulnya pandangan di kalangan Muslimin bahwa dunia itu segalanya, dan orang yang memiliki kedudukan, harta di dunia memiliki kemuliaan di atas mereka. Sehingga menimbulkan rasa rendah diri di hadapan kemewahan dunia.

Karakter Pemimpin Revolusioner

Berbicara tentang kepemimpinan dalam Islam, maka kita akan mendapatkan sosok-sosok yang menjadi panutan kita. Rasulullah Muhammad SAW beliau adalah pemimpin ummat Islam, kepala negara, amirul jihad, kepala rumah tangga, dan seorang sahabat yang begitu bersahaja di tengah-tangah sahabat yang lain. Sosok-sosok pemimpin ummat Islam yang lain adalah para Sahabat, Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi thalib, Utsman bin Affan, Shalahuddin al Ayyubi, Muhammad al Fatih, dll.

Ketika melihat sosok-sosok di atas mereka adalah pemimpin-pemimpin revolusioner yang tidak diragukan lagi kapabilitasnya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki syaksyiyah Islamiyah yang tangguh. Mereka berlemah lembut dan bersikap keras karena dipimpin oleh pemikiran Islam. Sebagai contoh sosok Umar bin Khaththab dan Abu Bakar as Shiddiq yang bertolak belakang karakternya. Umar yang keras dan Abu Bakar yang lembut tidak membuat sekat diantara keduanya untuk mendedikasikan dirinya bagi kejayaan Islam.

Karakter Umar yang keras tidak kemudian membuat kaum muslim pada masa itu benci dengan beliau. Begitupun dengan sososk Abu Bakar yang lemah lembut tidak membuat kaum muslim pada masa itu menjadikan figur yang diunggulkan dibandingkan Umar. Meskipun Abu Bakar lebih awal memeluk Islam dibandingkan Umar.

Jumat, 26 Maret 2010

BACA!: Investiasi Terbaik Pengemban Dakwah

Dalam hidup saya, saya banyak sekali bertemu dengan orang-orang yang hebat atau super hebat. Beberapa orang menginspirasi saya dengan caranya sendiri-sendiri. Terkadang orang-orang semacam ini membuat saya berfikir: “Bagaimana mereka bisa menjadi seperti ini?”. Akhirnya setelah melihat kesamaan pada mereka semuanya saya bisa menyimpulkan satu hal yang sederhana: “Mereka sama-sama punya perpustakaan pribadi”.

Membaca adalah suatu aktivitas yang istimewa, bahkan Allah swt telah menegaskannya dalam ayat pertama yang dia turunkan dalam al-Qur’an. Dan Allah menurunkan ayat pertama ini dalam bentuk perintah, Iqra’ – Bacalah!. Ini menandakan bahwa Allah betul-betul mewajibkan kaum muslim untuk “membaca” yang pada akhirnya akan membuatnya mendapatkan Allah swt sebagai Tuhannya dan Islam sebagai agamanya.

Ada suatu ungkapan yang menyatakan "Membaca adalah kunci keberhasilan di sekolah (Reading is the key to success in school). Ungkapan ini dibahas secara menarik dalam buku "The World Book student Handbook". Dalam bab "Why is Reading Important" dibahas tentang sekelompok guru di Amerika Serikat yang mengadakan penyelidikan tentang murid sekolah dan problema belajar. Salah satu kesimpulan mereka yang menarik adalah:

Peran Mahasiswa Muslim Dalam Menyikapi Liberalisme

Peran serta mahasiswa dalam menyikapi kemungkaran sangatlah penting. Mahasiswa merupakan kader muda yang kelak posisinya akan menggantikan para pemimpin untuk merubah peradaban yang sudah ada saat ini menjadi peradaban yang lebih baik. Mahasiswalah generasi intelektual yang kelak merubah peradaban kufur menjadi peradaban Islam. Mengembalikan kehidupan masyarakat sesuai dengan fitrahnya, yakni kehidupan yang sesuai dengan ketentuan syariah. Allah memerintahkan kaum intelektual ini untuk bertaqwa. Kaum intelektual adalah kaum yang berakal. Allah berfirman : “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal” (QS. al-Baqarah : 197).

Kemerosotan berfikir dan malasnya umat untuk berfikir menjadikan dakwah Islam hanya sebatas ibadah ritual. Sebagian para pengemban dakwah baik dari kalangan mahasiswa maupun kaum cendikiawan, membatasi aktivitas dakwahnya hanya membahas seputar masalah ibadah, sehingga aqidah Islam terlihat seperti agama ritual saja, yang mengatur shalat, zakat, puasa dan haji. Islam yang sempurna ini terlihat tidak ada bedanya dengan agama-agama lain yang sekedar membahas masalah-masalah ritual. Padahal aqidah Islam bukan hanya aqidah yang menjadi dasar pengaturan urusan akhirat saja, tetapi juga menjadi dasar pengaturan urusan dunia, seperti urusan pemerintahan, pedidikan, ekonomi, hukum, sosial, perindustrian dan lain-lain. Dengan kemerosotan berfikir umat itu pula muncullah pergerakan-pergerakan liberal di berbagai tempat. Gerakan liberal muncul karena paham sekularisme. Sekulerisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan masyarakat dan negara. Paham ini lahir dari ideologi Kapitalisme yang diusung oleh negara kufur Barat. Ideologi Kapitalisme dalam aplikasinya bersumber dari akal manusia yang sangat terbatas. Mereka hidup bermasyarakat dengan aturan yang mereka buat sendiri, sehingga perbuatan yang mereka lakukan serba bebas (liberalisme), baik dalam permasalahan aqidah, maupun dalam hal kebebasan berpendapat, kebebasan pribadi, kebebasan kepemilikan dan kebebasan pemikiran. Dengan munculnya paham liberalisme inilah peradaban semakin rusak, aqidah umat makin terpuruk, tindak kriminal meningkat tajam, kemungkaran terjadi di mana-mana. Lalu, adakah mahasiswa muslim sebagai generasi intelektual muda umat ini yang peduli dengan kenyataan ini? Bergeraklah kailan mahasiswa! Allah berfirman : “Apabila kalian menolong agama Allah, maka (pasti) Allah akan memberi kalia kemenangan” (QS. Muhammad : 7). “Dan tidaklah kemenangan itu melainkan dari sisi Allah yang Maha Agung lagi Maha Bijaksana” (QS. Ali-Imran : 126).

Hal penting yang menjadi tugas suci mahasiswa muslim untuk mengamban Islam dan membongkar keburukan-keburukan liberal adalah berdakwah, berdakwah dan berdakwah. Tidak ada cara lain selain berdakwah untuk memahamkan umat akan kufurnya paham liberalisme. Akibat dari mengakarnya liberalisme, khususnya kebebasan dala pemikiran, maka muncullah beragam pemikiran yang menyesatkan. Lahirnya demokrasi, nasionalisme, pluralisme dan lain-lain tidak lepas dari strategi kafir Barat untuk mencampakkan Islam sejauh-jauhnya dari ruh umat Islam. Tidaklah mengherankan jika kaum liberal ini mengadakan gerakan “Desakralisasi Al-Quran”. Desakralisasi adalah “proses penidaksucian”. Seperti yang disebutkan dalam jurnal bernama Justisia yang diterbitkan di IAIN Semarang edisi 23 Th.XI, yang menulis di sampul belakangnya : “Adakah Sebuah Objek Kesucian Dan Kebenaran Yang Berlaku Universal? TIDAK ADA! Sekali Lagi TIDAK ADA! Tuhan Sekalipun!”. Munculnya pergerakan-pergerakan liberal ini, mengawali periode kemungkaran, karena kemungkaran makin menjamur dan terjadi di mana-mana sedangkan sunnah semakin terkikis di hati ummat.

Pemikiran-pemikiran menyimpang sudah menjadi opini umum. Hal ini menjadi sebuah hal yang wajar terjadi karena memang di sekolah-sekolah di negara ini di dukung oleh pemerintahan sekuler untuk menggunakan kurikulum sekularisme yang mengajarkan demokrasi, patriotisme, nasionalisme, emansipasi, persamaan gender, kebebasan berpendapat dan lain-lain yang kesemuanya sangat bertentangan dengan Islam. Ingatlah bahwa yang dimaksud kemungkaran adalah setiap pemikiran, ucapan, maupun perbuatan, yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Kemungkaran bisa terjadi pada diri individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Namun saat ini secara sadar maupun tidak sadar, makna kemungkaran sudah mengalami penyempitan. Sehingga maknanya cenderung diartikan sebagai tindakan kriminal individu ataupun kelompok. Kemungkaran saat ini dimaknai sebatas aktivitas-aktivitas seperti mencuri, membunuh, menipu, berjudi, korupsi, riba dan lain sebagainnya. Penyempitan makna kemungkaran terjadi sejak melemahnya Khilafah Islamiyah sampai saat ini. Hal ini tidak terlepas dari sebab kemerosotan taraf berfikir umat. Inilah tanggung jawab mahasiswa muslim dan tidak menutup tanggungjawab setiap muslim untuk kembali meningkatkan taraf berfikir umat agar makna kemungkaran sesuai dengan makna yang dimaukan oleh syariat, yakni setiap pemikiran, ucapan, maupun perbuatan, yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

Tepat sekali kiranya hadits Rasulullah SAW yang menceritakan akan keadaan keterasingan Syariah Islam ini. Rasulullah barsabda, “Islam bermula dalam keadaan asing, dan ia akan kembali asing seperti keadaan semula. Maka berbahagialah al-ghuroba’. (HR. Muslim). Siapakah al-ghuroba? Rasulullah menjawab. “Yaitu orang-orang yang berusaha memeperbaiki sunnahku yang telah dipadamkan oleh manusia sepeninggalanku”. (HR. Tirmidzi).

Kemungkaran sudah tidak lagi dianggap kemungkaran. Salah satu contoh kemungkaran yang tidak dianggap sebagai kemungkaran adalah kemungkaran yang dilakukan oleh pemerintah yaitu mengadopsi, menerapkan, dan menyebarluaskan sistem demokrasi. Padahal kita tahu bahwa sistem demokrasi bertentangan dengan syariah Islam, karena Kredo demokrasi mengatakan, “suara rakyat adalah suara tuhan (vox populei vox dei)”, dan hal ini bertentangan dengan syariah Islam yang menyatakan bahwa, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS. Al-An’am: 57). Dalam Islam kekuasaan legislatif hanyalah milik Allah semata, bukan milik manusia. Tapi apa yang terjadi dengan pemimpin negara ini, kaum cendikiawannya, atau bahkan sebagian mahasiswa sekalipun? Mereka menerima, mendukung dan memperjuangkannya. Ini sesuatu yang wajar ketika negara ini berdiri di atas ideologi sekularisme.

Menyingkirkan syariat Allah dan mengantinya dengan undang-undang buatan sendiri karena dianggap sudah tidak relevan untuk negara yang beranek ragam agama, sudah dianggap bukan merupakan bentuk kemungkaran. Syariat Islam hanya diadopsi sedikit dalam beberapa permasalahan saja, seperti dalam urusan pernikahan. Apakah kita mengira bahwa Allah akan memakluminya?

Khusuk

Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya… (QS.Al-Mu’minun: 1-2)

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati (khusyu’) mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al-Hadid: 16)

Dalam dua ayat di atas, Allah Swt menyampaikan bahwa khusyu’ telah menjadi sebuah kewajiban ketika berdzikir kepadaNya, baik dalam sholat maupun lainnya.

Khusyu’ ternyata menjadi syarat shalat kita diterima oleh Allah Swt, tentu disamping syarat dan rukun yang lainnya. Karena nilai shalat kita dinilai dari selama apa kita kekhusyuan di dalamnya. Khusyu’ menjadi bagian terpenting yang harus kita lakukan ketika kita shalat. Terlebih bagi para pengemban dakwah. Khusyu’ harus menjadi senjata ketika menghadapkan wajah kita di hadapan Allah Swt. Tentu sangat aneh apabila seseorang mengaku menjadi seorang pengemban dakwah tetapi ia tidak pernah merasakan kekhusyu’an dalam shalatnya.

Para ulama telah banyak mendefinisikan apa itu khusyu’. Salah satunya adalah yang disampaikan oleh Imam Al-Ghozali. Beliau menyampaikan bahwa khusyu’ adalah merendahnya/tunduknya hati kita di hadapan Allah dengan penuh konsentrasi. Atau terkonsentrasinya hati kita hanya semata-mata menghadap kepada Allah dengan penuh ketundukan dan takut kepada Allah Swt. Khusyu’ ternyata adalah buah dari keadaan hati kita.

Bagaimana agar khusyu kita raih saat melakukan shalat? Imam Al-Ghozali menyampaikan bahwa seseorang yang menginginkan khusyu’ dalam shalatnya maka ia harus melakukan 6 pekerjaan hati. Apa saja pekerjaan hati yang beliau maksudkan?.

Pertama, hadir dan sadarnya hati (khudlurul qalbi). Khudlurul qalbi adalah kita sadar, merasakan, menyadari bahwa kita sedang shalat. Kita merasakan bahwa kita sedang diawasi, disaksikan dan didengar setiap kata dan perbuatan kita oleh Allah Swt. Kita sadar bahwa kita sedang takbir, ruku’, sujud, dll. Artinya, ketika kita tidak menanggapi lintasan hati dalam urusan selain shalat ketika kita shalat. Maka pada saat itu berarti kita sudah tidak khudlurul qalbi. Tidak khusyu’. Maka ketika kita sedang shalat kemudian muncul lintasan aktivitas selain shalat segeralah kita konsentrasi kembali kepada apa yang sedang kita baca dan lakukan dalam gerakan-gerakan shalat. Tidak kita tanggapi lintasan-lintasan tersebut. Kita hanya konsentrasi pada apa yang kita baca dan lakukan dari pekerjaan-pekerjaan shalat. Tak heran kebanyakan orang sering tidak sadar ia sedang melakukan apa, sering terlupa.

Kesadaran ini harus kita jaga dan bangun mulai terdengar suara adzan. Dan tentu kita harus segera bersiap dan bergegas untuk menunaikan panggilan Allah ini. Tersadar untuk segera shalat dan tidak menunda-nunda. Termasuk ketika mulai melakukan wudhu. Kita sadar sepenuhnya. Termasuk juga ketika kita sedang melakukan shalat.

Ketidaksadaran seseorang dalam shalatnya bisa terjadi ketika ia sudah mulai menanggapi lintasan hati dalam urusan selain shalat. Ketika kita sudah melakukan takbiratul ihram berarti kita sudah mengharamkan semua pekerjaan dan pikiran selain shalat. Memikirkan tugas, pekerjaan, teman itu semua tentu bukan bagian dari pekerjaan shalat. Maka ia sudah merusak shalat kita. Memikirkan bacaan al-fatihah, ruku dan sujud, itu semua merupakan pekerjaan shalat. Maka itu yang harus kita lakukan.

Kedua, tafahum (faham). Tafahum artinya memahami setiap bacaan dan gerakan yang kita lakukan saat shalat. Tafahum tentu dapat kita lakukan apabila kita mengerti setiap bacaan shalat. Kemudian kita tafakur makna dari arti-arti tersebut. Ketika kita membacakan “Allahu Akbar!” kita mengerti dan faham bahwa Allah sajalah yang Maha Besar, Allahlah yang berkuasa atas segala sesuatu. Begitu juga ketika kita membacakan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”. Kita sadar, mengerti dan yakin bahwa segala puji hanya untuk Allah. Begitu juga dengan bacaan-bacaan yang lainnya.

Ketiga, adanya perasaan hormat/ta’zim (haibah). Ketika kita sedang shalat harus ada perasaan ta’zim dan hormat kepada Allah Swt. Ketika kita dipanggil dengan orang yang memiliki kekuasaan di dunia ini, sering kita begitu hormat, maka kita harus lebih hormat lagi ketika kita sedang menghadap Allah Swt, penguasa jagat raya ini. Takut yang lahir dari rasa hormat dan ta’zim. Sehingga tentu bagi orang yang khusyu, ia tidak akan melalaikan satu pun hal aktivitas dalam shalatnya. Ia akan berusaha untuk mempersembahkan yang terbaik, bacaan dan gerakannya.

Keempat, hadirnya perasaan takut (khauf). Rasa takut ini lahir akan dosa-dosa yang pernah kita lakukan selama ini. Takut juga dengan kejadian-kejadian setelah kehidupan ini, kejadian-kejadian ketika kita dibangkitkan. Rasa takut ini lahir bahwa tidak satu pun perbuatan kita yang lolos dari pemeriksaan di yaumil akhir nanti. Rasa takut ini juga akan lahir ketika kita mengenal bagaimana kejadian-kejadian setelah kematian kita. Takut akan siksanya yang maha dahsyat. Takut akan murkanya. Takut akan ketidakridhoan Allah atas perbuatan-perbuatan kita selama ini.

Kelima, adanya perasaan roja (harap) kepada Allah Swt. Khusuk juga akan lahir ketika dalam hati kita ada perasaan roja (harap) kepada Allah Swt. Penuh pengharapan atas rahmat Allah yang meliputi segala sesuatu. Penuh pengharapan atas ampunan Allah yang lebih luas dari dosa-dosa kita. Ketika kita shalat hadirkan perasaan harap bahwa shalat kita dapat diterima oleh Allah Swt. Penuh pengharapan atas ridho Allah.

Keenam, hadirnya perasaan malu (hayya). Perasaan malu ini akan mengantarkan kita pada kekhusyuan ketika kita sedang melaksanakan shalat. Ketika kita membacakan ihdinash shiratal mustaqim.., kita mengharapkan jalan kebaikan, tapi kita malu bahwa mungkin selama ini kita tidak mengikuti jalan petunjuk itu. Kita malu bahwa Allah Swt telah banyak memberikan nikmat sementara kita hadirkan diri kita di hadapannya penuh dengan dosa. Kita malu bahwa kita menyadari banyak melakukan dosa sementara sangat sedikit kita bertaubat. Kita pun merasakan malu akan aib-aib yang selama ini ditutupi oleh Allah Swt sementara kita sangat sedikit usaha untuk membersihkannya. Kita sadar bahwa usia kita tinggal sebentar, kita malu, sisa usia ini belum dimanfaatkan untuk mengumpulkan bekal menghadapi kematian. Kita malu.

Dengan enam aktivitas hati ini insya Allah shalat kita akan bernilai dan kita akan merasakan nikmatnya shalat, bersujud di hadapanNya. Dengan kekhusyuan inilah kita akan mendapatkan nikmat berkhalwat dengan-Nya. Tentu bagi para pengemban dakwah, shalatnya harus lebih baik. Semoga.

Menajamkan Mata Hati

Suatu hari Baginda Rasulullah SAW melewati seorang sahabat yang sedang membaca Alquran. Sampailah ia pada ayat yang artinya: Jika langit terbelah dan memerah seperti kulit merah (TQS ar-Rahman [55]: 37). Seketika tubuhnya gemetar dan ia menangis seraya bergumam, “Duh, apa yang bakal terjadi dengan diriku sekiranya langit terbelah (terjadi kiamat)? Sungguh malang nasibku!” Mendengar itu, Nabi SAW bersabda, “Tangisanmu menyebabkan para malaikat pun turut menangis.”

Dikisahkan pula, Abdullah bin Rawahah ra suatu ketika tampak sedang menangis dengan sedihnya. Melihat itu, istrinya pun turut menangis hingga Abdullah bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Melihatmu menangis, itulah yang menyebabkan aku menangis.” Abdullah bin Rawahah ra lalu bertutur, “Saat aku membayangkan bahwa aku bakal menyeberangi shirâth, aku tidak tahu apakah aku akan selamat atau tidak. Itulah yang membuatku menangis.” (al-Kandahlawi, Fadhâ'il A'mâl, hlm. 565.)

Kisah-kisah semacam ini yang menggambarkan rasa takut para sahabat, juga generasi salafush-shalih, terhadap azab Allah SWT sangatlah banyak. Wajarlah jika mereka adalah orang-orang yang selalu bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya karena begitu dahsyatnya rasa takut mereka kepada-Nya. Benarlah Fudhail bin Iyadh saat berkata, “Rasa takut kepada Allah SWT selamanya akan membawa kebaikan.”

Bagaimana dengan generasi Muslim saat ini? Sayang, rasa takut kepada Allah SWT sepertinya begitu sulit tumbuh pada kebanyakan kita. Yang terjadi sering sebaliknya. Kita seolah-olah menjadi orang yang paling berani menghadapi azab Allah SWT kelak pada Hari Kiamat. Bagaimana tidak? Perilaku kebanyakan kita menunjukkan demikian. Menerapkan hukum-hukum kufur, mencampakkan hukum-hukum Allah, menerapkan hukum secara tidak adil dan berlaku lalim terhadap rakyat tak lagi dipandang sebagai maksiat. Korupsi, kolusi dan suap-menyuap tak lagi dipandang sebagai dosa. Riba, judi, dan berlaku curang dalam bisnis tak lagi dianggap tindakan salah. Mengobral aurat, bergaul bebas, selingkuh dan zina tak lagi dipandang sebagai perbuatan laknat. Demikian seterusnya. Perilaku demikian nyata sekali menunjukkan bahwa kebanyakan generasi Muslim saat ini adalah orang-orang yang berani menantang azab Allah SWT yang sesungguhnya mahadahsyat! Padahal jika ada setitik saja pada diri kita rasa takut kepada Allah SWT, kita tentu akan selalu berusaha meninggalkan semua perbuatan terkutuk tersebut.

Sepantasnyalah kita malu dengan generasi shalafush-shalih sebagaimana direpresantasikan oleh secuil kisah sahabat di atas. Bagaimana tidak. Sebagian mereka sudah mendapatkan jaminan Allah SWT untuk masuk surga. Namun, toh rasa khawatir dan takut kepada Allah SWT yang luar biasa sering menyelimuti sebagian besar kalbu mereka. Simaklah kembali kekhawatiran dan rasa takut Umar ibn al-Khaththab ra., salah seorang sahabat besar Rasulullah SAW yang telah dijamin masuk surga, saat beliau bertutur, “Pada Hari Kiamat nanti, apabila diumumkan bahwa semua manusia akan masuk surga, kecuali seorang saja yang masuk neraka, maka aku sangat khawatir bahwa yang seorang itu adalah aku karena begitu banyaknya dosa-dosaku.”

Bagaimana dengan kita? Meski jelas kita sangat jauh lebih banyak dosanya daripada Umar bin al-Khaththab ra dan belum pasti mendapatkan 'tiket' masuk surga, rasa khawatir dan takut kepada azab Allah SWT sepertinya sulit tumbuh dalam diri kita. Kebanyakan kita santai-santai saja, bahkan sepertinya sudah kebal dengan rasa takut kepada Allah SWT, dan tidak khawatir dengan azab-Nya yang pasti siapapun mustahil sanggup menanggungnya.

Jika sudah demikian, sepertinya kita perlu kembali merenungkan firman Allah SWT dalam sebuah hadis qudsi, “Aku tidak akan mengumpulkan dua ketakutan pada seorang hamba. Jika ia tidak takut kepada-Ku di dunia maka Aku akan memberinya rasa takut di akhirat. Jika ia takut kepada-ku di dunia maka Aku akan menghilangkan rasa takut pada dirinya di akhirat.”

Karena itu, benarlah Abu Sulaiman Darani saat berkata, “Kecelakaanlah bagi jiwa yang kosong dari rasa takut kepada Allah SWT!”

Lantas mengapa kebanyakan generasi Muslim saat ini begitu hampa dari rasa takut kepada Allah SWT? Tidak lain, sebagaimana dinyatakan Allah SWT sendiri, “Sesungguhnya bukanlah mata-mata lahiriah mereka yang buta, tetapi yang buta ialah mata-mata hati mereka yang ada di dalam dada.” (TQS al-Hajj [22]: 46).

Ya, kebanyakan mata hati kita memang sudah dibutakan oleh gemerlap dunia yang sesungguhnya bersifat sementara dan cenderung menipu. Akibatnya, kita tak sanggup lagi melihat pahala dan dosa, serta tak berdaya lagi menatap nikmat surga dan azab neraka yang sesungguhnya kekal dan abadi serta benar-benar 'nyata'.

Alhasil, marilah kita kembali menajamkan mata hati!

Kapitalisme Di Ujung Tanduk, Khilafah Di Depan Mata (Bagian 2 Dari 2 Bagian)

Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam lima tulisan ke depan, untuk menguatkan gerak dakwah berbasis visi dan nilai utama, berturut-turut secara bersambung, akan ditayangkan dua tulisan istimewa yang saya dapatkan dari dua sahabat pejuang Islam. Tulisan kali ini adalah hadiah ustadz Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI. Beliau adalah Ketua Lajnah Siyasiyah DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan, Direktur Institut Ekonomi Ideologis, dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (Website Jurnal Ekonomi Ideologis www.jurnal-ekonomi.org dan Email muttaqin@jurnal-ekonomi.org Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya ).

Selamat menikmati, semoga bukan hanya inspirasi yang didapat, namun lebih dari itu, keyakinan akan visi dakwah semakin menguat yang dengannya dakwah pun akan makin melaju tak tertahankan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin pun akan segera kembali tegak. Insya Allah.



“Selanjutnya akan datang suatu kekhalifahan yang berjalan di atas manhaj kenabian”
(H.R. Ahmad)

Inilah sambungannya …

Dunia Membutuhkan Khilafah
Kapitalisme telah kehilangan moral untuk menyatakan dirinya sebagai ideologi yang benar dan mampu mengangkat kesejahteraan manusia. Sebab ditinjau dari aspek manapun Kapitalisme merupakan ideologi yang bangkrut. Baik dilihat dari sisi asas sekularisme yang menenggelamkan fitrah manusia untuk beragama dan beribadah dengan benar kepada Allah SWT, maupun dari aspek kekinian. Aspek kekinian sudah menggambarkan negara pimpinan Kapitalisme sudah berada dalam proses kebangkrutan. Sedangkan aspek kemanusiaan secara global menunjukkan betapa jahatnya ideologi ini terhadap umat manusia.

Secara konsep ideologi ini di samping batil dari sisi Islam, juga batal dengan adanya intervensi pemerintah membailout dan merekapitalisasi perbankan di negara-negara Barat. Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy menyatakan era sistem yang tanpa regulasi telah berakhir. Ide free market dan laissez faire dalam ideologi Kapitalisme benar-benar mengalami kebuntuan sejarah. Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyatakan perlunya sistem keuangan global yang baru untuk mengganti sistem Bretton Woods yang sudah 64 tahun tegak. Negara-negara Kapitalis dan para pendukungnya harus jujur mengakui kebangkrutan ide Kapitalisme sehingga tidak layak sistem ini dipertahankan.

Dalam aspek kemanusian, selama satu abad terakhir Kapitalisme berkuasa umat manusia semakin menderita. Kemajuan teknologi tidak memiliki manfaat yang cukup banyak untuk mengangkat harkat kemanusiaan ke tingkat yang lebih baik. Justru teknologi dijadikan senjata pemusnah massal dan alat untuk menguasai sumber daya alam negara-negara dunia ketiga.

Situasi kemanusiaan global memperlihatkan hampir separo penduduk dunia (3 milyar jiwa) hidup dengan pengeluaran sehari di bawah US$ 2,5 dan 80% umat manusia hidup di bawah US$ 10 per hari. Sebanyak 80% penduduk dunia tinggal di negara-negara dengan tingkat kesenjangan yang sangat lebar. 40% penduduk termiskin dunia hanya dapat menghasilkan 5% pendapatan total dunia. Sedangkan 20% penduduk terkaya dunia menghasilkan pendapatan 75% dunia. Menurut UNICEF, 26.500 - 30.000 anak-anak dunia setiap harinya mati karena kemiskinan. 80% produksi pangan dunia habis dikonsumsi 20% orang terkaya dunia.

Kapitalisme membuktikan dirinya sebagai ideologi yang tamak. Sebab sistem ini mendorong segala motif perbuatan dilakukan atas dasar ketamakan (profit oriented) sehingga nilai-nilai kemanusian pun hampir hilang apalagi nilai-nilai ruhiyah. Peraih Nobel Ekonomi dari Banglades, Muhammad Yunus menyatakan ketamakan Kapitalisme menjadi bahan bakar Kapitalisme. Ketamakan ini pula yang menyebabkan Kapitalisme mengadopsi riba dan judi sebagai basis transaksi ekonomi. Akibatnya sistem keuangan dunia telah berubah menjadi kasino.

Krisis finansial AS menunjukkan sistem Kapitalisme mengeksploitasi orang-orang miskin Amerika sebagai sumber keuntungan. Orang-orang miskin diberikan pinjaman untuk memiliki rumah (kredit subprime mortgage) dengan bunga yang tinggi sehingga sudah pasti mereka akan sangat kesulitan membayar cicilannya. Hutang-hutang orang miskin itu pun kemudian diperdagangkan di pasar modal sehingga nilainya menggembung (bubble) 15 kali lipat dari nilai hutang sebenarnya. Penggembungan hutang inilah yang menjadi sumber keuntungan para investor pasar modal. Penggembungan hutang ini juga yang menjadi sumber malapetaka AS ketika orang-orang miskin AS yang tidak mampu melunasi hutangnya sangat banyak jumlahnya.

Kematian Kapitalisme sudah di ambang mata. Inilah yang menjadi kegalauan para pemimpin Barat sehingga mereka menyatakan kekhawatirannya terhadap Islam, khususnya Islam yang diformalisasikan menjadi institusi dan perundang-undangan.

Pada akhir 2004, National Intellligende Council (NIC) Amerika Serikat mengeluarkan sebuah dokumen yang berjudul Mapping the Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project. Dalam dokumen tersebut, NIC menyatakan kemungkinan munculnya Khilafah yang menjadi institusi kaum Muslim sedunia.

Seiring dengan kekhawatiran Barat terhadap Islam, ghirah kaum Muslim untuk menjadikan Islam sebagai sumber nilai dan tata aturan hidup semakin nampak. Sebuah polling di enam negara Arab yang hasilnya dipublikasikan 9 November 2005 menunjukkan keinginan diaplikasikannya Syariah Islam dalam kegiatan bisnis. Pada 29 Januari 2007, koran Inggris Guardian mempublikasikan hasil polling yang menyatakan semakin banyak kaum muda Islam yang ingin kembali ke Syariah.

Kemudian Universitas Maryland mengeluarkan laporan yang berjudul Muslim Public Opinion on US Policy, Attacks on Civilians and al-Qaeda. Laporan ini merupakan hasil jajak pendapat di empat negeri Muslim, yaitu Maroko, Mesir, Pakistan, dan Indonesia yang dilakukan antara 9 Desember 2006 hingga 15 Februari 2007. Hasilnya 65,2% kaum Muslim menginginkan bersatunya seluruh umat Islam di dalam satu institusi Khilafah. Polling terbaru di Indonesia yang dilakukan oleh Roy Morgan Research antara Juli 2007 hingga Maret 2008 menggambarkan mayoritas muslim Indonesia menginginkan diterapkannya Syariah Islam.

Dunia Islam sekarang mulai menggeliat. Mereka menginginkan hidup mulia dalam naungan Islam. Yaitu sistem Khilafah. Khilafah merupakan satu-satunya sistem pemerintahan yang sukses selama 1.300 tahun mengayomi dan mensejahterakan kehidupan umat dengan hukum-hukum Allah SWT.

Penutup
Khilafah adalah sistem warisan Nabi Muhammad SAW untuk menjaga kehidupan kaum Muslim, menegakan Syariah, dan menyebarkan rahmat Allah ke seluruh penjuru dunia. Para ulama dan imam mazhab bersepakat akan kewajiban mengangkat seorang khalifah yang memimpin umat dan menerapkan hukum-hukum Allah.

Dengan Khilafah, sistem ekonomi diatur berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Perekonomian yang eksploitatif berbasis riba dan judi dihapuskan. Perekonomian sektor riil berbasis halal haram digalakkan. Alat pembayarannya dinar dan dirham (mata uang berbasis emas dan perak). Kemudian perekonomian diatur ke dalam tiga hukum kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Sedangkan setiap kebutuhan dasar warga negara dijamin pemenuhannya melalui politik ekonomi ekonomi yang adil. Inilah sistem ekonomi Islam yang akan diterapkan Khilafah.

Keruntuhan Barat dan ghirah umat menjadi tanda Khilafah sebagai realita yang akan muncul kembali. Harapan yang tidak saja berdasarkan kondisi terkini (fakta empiris) tetapi juga berasal dari keimanan. Rasulullah SAW bersabda “…Selanjutnya akan datang suatu kekhalifahan yang berjalan di atas manhaj kenabian” (H.R. Ahmad). Janji Allah SWT pasti terwujud. []

Sahabat Pembangkit Umat,
Kapitalisme sudah di ujung tanduk, khilafah di depan mata, jadi teruslah bergerak secara visioner. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

Kapitalisme Di Ujung Tanduk, Khilafah Di Depan Mata (Bagian 1 Dari 2 Bagian)

Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan… apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam lima tulisan ke depan, untuk menguatkan gerak dakwah berbasis visi dan nilai utama, berturut-turut secara bersambung, akan ditayangkan dua tulisan hadiah istimewa dari dua sahabat pejuang Islam. Tulisan kali ini adalah hadiah ustadz Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI. Beliau adalah Ketua Lajnah Siyasiyah DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan, Direktur Institut Ekonomi Ideologis, dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Selamat menikmati, semoga bukan hanya inspirasi yang didapat, namun lebih dari itu, keyakinan akan visi dakwah semakin menguat yang dengannya dakwah pun akan makin melaju tak tertahankan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin pun akan segera kembali tegak. Insya Allah.

“Selanjutnya akan datang suatu kekhalifahan yang berjalan di atas manhaj kenabian” (H.R. Ahmad)

Pengantar
Pada 8 Oktober 2005, di hadapan rakyat Amerika Serikat, Presiden George W Bush mengungkapkan kekhawatirannya atas kebangkitan Islam yang terbentang dari Spanyol hingga Indonesia. Kebangkitan yang sangat ditakuti itu adalah tegaknya sistem Islam yang mengatur dan mengurus kaum muslim dengan aturan-aturan dan hukum Allah SWT. Bush mengatakan:

“The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses, enabling them to overthrow all moderate government in the region, and establish a radical Islamic empire that span from Spain to Indonesia.”

Tiga bulan sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Tony Blair menyerang kaum Muslim sedunia dengan menyebut ajaran Islam seperti jihad dan kesatuan ummat sebagai “ideologi jahat” (the ideology of evil). Pada 6 Oktober 2005, Menteri Dalam Negeri Inggris Charles Clarke di Heritage Foundation menyatakan sikap tidak akan memberikan kesempatan diterapkannya Syariah Islam dan tegaknya sistem Khilafah. Clarke mengatakan:

“… there can be no negotiation about the recreation of the Caliphate. There can be no negotiation about the imposition of Shariah law …”

Cukup banyak ungkapan-ungkapan para pemimpin Barat yang menyatakan kebencian terhadap Islam dan upaya mereka untuk menenggelamkan Islam. Karena itulah Barat melakukan war on terror, menundukkan penguasa negeri-negeri muslim, dan meliberalkan agama yang telah dipeluk ummat.

Namun upaya tersebut sia-sia. Sebab di balik propaganda mereka terhadap Islam, Barat melupakan kerapuhan ideologi Kapitalisme. Kapitalisme yang dibangun dengan asas Sekularisme merupakan ideologi yang bersifat self-destructive (menghancurkan dirinya sendiri).

Kebangkrutan Finansial
Dua tahun setelah serangan opini Bush-Blair terhadap Syariah dan Khilafah, sistem keuangan AS dan Inggris menghadapi goncangan berat. Pertengahan 2007 perekonomian AS dan negara-negara Barat mulai menghadapi masa suram dengan krisis kredit (credit crunch) yang menelan kerugian ratusan milyar dollar dan menyebabkan kebangkrutan korporasi finansial.

Pada permulaan tahun 2008 Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan terjadinya kegentingan pasar kredit di negara-negara maju. Kondisi kegentingan ini menenggelamkan indeks bursa efek dunia ke tingkat yang paling rendah sejak 2001. Selama Januari 2008, pasar modal dunia kehilangan nilai kapitalisasinya sebesar US$ 5,2 trilyun atau Rp 49.400 trilyun. Kerugian ini setara dengan 54 kali penerimaan APBN-P Indonesia 2008.

Meskipun dana ratusan milyar dollar telah digelontorkan oleh bank sentral Barat termasuk Jepang, dan bank yang bangkrut telah dinasionalisasi, krisis kredit tidak dapat dihentikan. IMF memperkirakan potensi kerugian krisis kredit (credit crunch) mencapai US$ 1 trilyun (Rp 9.500 trilyun) atau lebih. Bahkan IMF menyatakan krisis kredit telah membawa AS kepada goncangan krisis keuangan yang terbesar sejak Depresi besar (Great Depression) 1929.

Kini perhatian dunia terpusat ke pasar modal. Indikator-indikator finansial menunjukkan suasana yang kelam bagi negara-negara dunia khususnya Amerika Serikat. Kebangkrutan besar-besaran sedang berjalan. Tidak hanya melanda AS tapi juga seluruh dunia khususnya Eropa dan Jepang.

Bangkrutnya Lehman Brothers (10/09/2008) dengan nilai kerugian US$ 3,9 milyar menyeret kehancuran perusahaan asuransi terbesar AS American International Group (AIG). Kebangkrutan ini menimbulkan efek berantai. Para investor tidak percaya lagi dengan ketangguhan sistem keuangan AS. Hal ini menyebabkan penjualan besar-besaran, surat-surat berharga di pasar modal Wall Street. Akibatnya kejatuhan pasar modal Amerika berimbas pada kejatuhan pasar modal di seluruh dunia. Rata-rata pasar modal dunia kehilangan nilai antara 30% hingga 60% dalam satu tahun terakhir.

Krisis pasar modal semakin memperparah krisis kredit. Trilyunan dollar AS dikucurkan hanya untuk menunda waktu kebangkrutan. Bukan untuk menyelesaikan masalah. Kapitalisme yang sangat membenci intervensi negara dalam perekonomian (laissez faire) terpaksa menasionalisasi korporasi finansial dan membayar hutang swasta (bail out) secara besar-besaran. Dengan ini Kapitalisme terpaksa melacurkan ideologinya. Betapa bobrok dan rapuhnya sistem keuangan yang ditopang riba dan judi.

Di AS, pemerintahan Bush memaksa rakyat Amerika membayar hutang-hutang perbankan sebesar US$ 700 milyar atau setara Rp 6.650 trilyun. Hutang yang tentunya tidak pernah dilakukan dan dinikmati rakyat. Tidak hanya itu, Bush juga menambah beban rakyat dengan program rekapitalisasi perbankan senilai US$ 250 milyar (Rp 2.375 trilyun) dan pembelian aset-aset bank US$ 100 milyar (Rp 950 trilyun). Semuanya harus didanai rakyat AS untuk membayar keserakahan para investor. Belum lagi dana US$ 900 milyar (Rp 8.550 trilyun) yang digelontorkan bank sentral AS The Federal Reserve untuk melakukan intervensi pasar, yang pasti dapat memicu inflasi.

Di Eropa, pemerintah Inggris mengeluarkan dana rakyat sebesar £ 500 milyar untuk rencana penyelamatan sistem keuangan mereka. Sebesar £ 119 milyar atau US$ 215 milyar (Rp 2.042,5 trilyun) dihabiskan untuk menasionalisasi bank nasional Inggris Northern Rock yang sudah bangkrut. Negara perekonomian terbesar ketiga dunia, Jerman harus mengeluarkan dana Euro 400 milyar untuk menjamin perbankannya dan Euro 100 milyar untuk program rekapitalisasi.

Amerika tidak Lagi Adi Daya
Krisis kredit yang melahirkan krisis finansial secara lebih luas telah menggerogoti status AS sebagai negara adidaya. Hal ini diakui kandidat wakil presiden partai Demokrat Joe Biden yang menyatakan krisis finansial menggerogoti kemampuan AS dalam memberikan pinjaman kepada negara-negara lain. Padahal selama ini hutang telah menjadi senjata utama AS di luar metode perang untuk menundukkan negara-negara lain.

Seruan AS agar dunia bersatu menghadapi krisis finansial pun ditolak. Jerman dan negara-negara anggota G-7 lainnya menolak permintaan AS untuk memborong saham-saham bank bermasalah akibat krisis kredit. Jerman mengecam sistem keuangan dunia yang didominasi AS dan Inggris. Di hadapan parlemen Jerman, Menteri Keuangan Peer Steinbrueck menyatakan AS akan kehilangan statusnya sebagai negara superpower dalam sistem keuangan global.

Sebelum krisis finansial separah September-Oktober tahun ini, sekitar akhir Maret, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menelpon Bush dan menyatakan kecamannya terhadap kezaliman AS dalam perekonomian dunia. Ia mengatakan: “Begini ya nak, Negara Brazil selama 26 tahun tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dan saat ini kami sudah mulai tumbuh. Sekarang kamu menginginkan kita menghambatnya? Urusi saja krisismu sendiri!”.

Dalam sidang Majelis Umum PBB akhir bulan lalu, para pemimpin dunia menyatakan kejengkelannya terhadap Amerika, karena krisis finansial AS mengancam kesinambungan perekonomian negara mereka. Dunia telah beropini AS dengan sistem Kapitalismenya telah menjadi sumber malapetaka. Mantan pejabat Departemen Keuangan AS, Brad Setser menyatakan krisis telah mengubah persepsi dunia dan merusak kredibelitas AS. “Jelas, ini adalah sebuah hal mengejutkan dan juga menggoyahkan posisi AS di dunia,” katanya.

Pada 24 September, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyatakan dalam Sidang Majelis Umum PBB bahwa dominasi Amerika Serikat akan segera selesai. “Kerajaan Amerika di seluruh dunia sudah mendekati ujung jalan. Dan AS harus membatasi intervensinya militernya di luar kewenanangannya,” kata Ahmadinejad. Dua minggu kemudian Ahmadinejad menyatakan krsisis finansial sebagai akhir Kapitalisme.

Pada 25 April 2008, di CNBC Peraih Nobel Ekonomi 2001, Joseph Stigliz sudah menyatakan AS memasuki era ekonomi yang paling buruk sejak Depresi Besar 1929. Resesi yang panjang. Martin Feldstein Ekonom Universitas Harvard yang juga Presiden Biro Nasional Riset Ekonomi AS (NBER), pada pertengahan Maret 2008 menilai ekonomi AS telah memasuki resesi yang paling parah sejak Perang Dunia II.

Washington Post edisi 10 Oktober 2008 menurunkan sebuah artikel yang berjudul The End of American Capitalism? Artikel yang ditulis oleh Anthony Faiola tersebut mengutip pemikiran Joseph Stigliz. Stigliz memperingatkan negara-negara yang selama ini mengagumi model ekonomi Kapitalisme Amerika harus siap menghadapi kehancuran ekonomi. Kabangkrutan dan nasionalisasi parsial sejumlah bank di AS, merupakan tanda-tanda kematian sistem Kapitalisme AS. Stigliz mengatakan:

“People around the world once admired us for our economy, and we told them if you wanted to be like us, here’s what you have to do — hand over power to the market… The point now is that no one has respect for that kind of model anymore given this crisis. And of course it raises questions about our credibility. Everyone feels they are suffering now because of us.”

Tumpukan hutang negara menjadikan AS sebagai dengan dengan bangunan yang “lebih besar pasak daripada tiang” Dalam dua tahun terakhir sebelum kebijakan bail out, hutang negara meningkat 11,74%. Di Awal 2008 hutang pemerintah mencapai US$ 9,575 trilyun atau setara Rp 90.962,5 trilyun sedangkan tahun 2006 hutang AS sudah menggunung sebesar US$ 8,451 trilyun. Dalam jangka waktu tersebut, berarti rakyat AS harus membayar hutang setiap hari sebesar Rp US$ 1,539 milyar atau senilai Rp 14,620 trilyun. Kini hutang pemerintah AS sudah berkembang menjadi US$ 10,2 trilyun.

Setiap tahun APBN AS mengalami defisit khususnya akibat kebijakan war on terror. Dalam APBN 2008, keuangan negara defisit US$ 239 milyar (Rp 2.270,5 trilyun). Peraih Nobel ekonomi 2001, Joseph Stigliz dalam buku barunya memperkirakan biaya perang Irak sudah mencapai US$ 3 trilyun dan bisa membengkak menjadi US$ 5 trilyun atau setara Rp 47.500 trilyun. Sebuah angka sia-sia yang menyebabkan terbunuhnya sekitar 1,2 juta rakyat Irak.

Kondisi terakhir sektor riil AS menggambarkan semakin suramnya masa depan Amerika. Output industri AS September 2008 jatuh 2,8% terendah dalam 34 tahun terakhir. Penjualan retail AS September 2008 pun turun 1,2% dibandingkan Agustus 2008. Penurunan ini merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir. Di kota terbesar AS, New York, dampak krisis finansial menyebabkan lenyapnya lapangan kerja sebanyak 165 ribu pekerjaan. Belum lagi PHK besar-besaran yang dilakukan industri-industri AS yang terus merugi.

Berdasarkan data-data tersebut, AS bagaikan negara yang sedang menuju kematian. Sistem Kapitalisme telah menyebabkan negara dengan penduduk terbanyak ke tiga dunia tersebut hidup di atas tumpukan hutang. Kekuatan militernya juga bertumpu pada hutang. Hanya tinggal masalah kepercayaan (trust) dunia saja yang masih membuat AS bertahan hidup. Kepercayaanlah yang membuat negara-negara dunia masih menerima dollar Amerika Serikat sebagai alat transaksi. Karena kepercayaan itu pula para investor dari seluruh dunia masih mau membeli surat hutang yang diterbitkan pemerintah AS untuk membiayai APBN.

Jika negara-negara anggota OPEC mengubah alat pembayaran transaksi minyak dari dollar AS ke mata uang lain atau dalam bentuk mata uang riil seperti emas dan perak, maka AS benar-benar terpuruk dalam kehancuran. Atau jika negara-negara di dunia memandang mata uang dollar AS tidak memiliki nilai yang kuat sehingga mereka tidak menerima pembayaran impor Amerika dengan dollar, maka negara ini tidak akan dapat menghidupi dirinya lagi. Sebab selama ini Amerika mengimpor barang dari seluruh dunia melebihi kekuatan ekonominya sendiri dengan mengandalkan pencetakan mata uang dollar.

Jika negara-negara pemberi pinjaman menarik dananya dari obligasi pemerintah federal Amerika, maka niscaya AS tidak akan mampu membayarnya. Hutang terbesar Amerika terhadap Jepang mencapai US$ 571,2 milyar, terhadap China US$ 405,5 milyar, terhadap Inggris US$ 299,7 milyar, terhadap Brazil US$ 128,8 milyar, dan negara-negara pengekspor minyak mencapai US$ 126,7 milyar.

Nantikan sambungannya …

Catatan Buat Para Pengemban Dakwah Tentang Percaya Diri

ImageMasalah yang satu ini emang nggak ada habis-habisnya, karena hampir dialami oleh kebanyakan orang atau mungkin semua orang! PD melibatkan banyak hal dari hidup kita, mulai dari belajar sampai memimpin. Oleh karena itu, bisa dibilang kalo orang yang kurang PD rata-rata akan kehilangan 70% dari makna hidupnya. PD juga bisa mempunyai rumus turunan (derivat) (kayak matematik aja ya hehehe) seperti rasa pesimisme, utopis, dan malu tidak pada tempatnya, serta masih banyak lagi yang akhirnya akan merugikan orang yang bersangkutan itu sendiri, nah karena itulah mengapa masalah ini cukup urgent untuk dibahas karena, mau tak mau, suka tak suka kita akan banyak berinteraksi dengan masyarakat.

Penyebab utama seorang anak manusia menjadi tidak PD adalah karena merasa kemampuan yang dimilikinya ‘relatif’ kurang dibandingkan sekelilingnya atau saingannya, atau merasa tak pantas melakukan sesuatu, merasa malu, takut bila semuanya tidak berjalan sebagaimana mestinya dll, dan banyak pertanyaan seperti “kalo salah ntar gimana yah?”,“bisa nggak ya?”,“apa aku pantas?” Atau pernyataan seperti “aku mau melakukanya, tapi ini bukan saat yang tepat…” atau “ah, masih ada kesempatan lain” dan lain-lainya yang pada intinya seorang yang tidak PD akan selalu merasa dirinya ‘tidak selevel, atau tidak akan bisa seperti itu’. Lalu, bagaimana caranya mengatasi krisis tersebut secara positif?

Saya sering mengibaratkan diri saya sendiri dengan seorang pemburu. Seorang pemburu akan mempersiapkan segala macam yang diperlukannya untuk berburu sebelum ia pergi, dengan kata lain, agar kita menjadi Percaya diri dalam mengerjakan sesuatu, maka persiapan kita pun harus matang terlebih dahulu. Persiapan ini menyangkut segala bentuk segi, misalnya seorang pemburu akan menentukan target terlebih dahulu, binatang apa yang ingin diburunya, lalu mencari tahu tentang hewan buruannya itu, mulai dari kelebihannya, kekurangannya, tempat hidupnya, kebiasaannya, makanannya, kelemahannya, kekuatannya, kecepatan larinya, dan segala macam informasi yang lainnya. Selain mencari tahu tentang buruan, ia juga akan senantiasa menyiapkan senjatanya, memilih peluru yang digunakan, berapa jauh jangkauannya, seberapa kuat tolakannya, seberapa kuat bunyinya dan hal-hal lain yang juga bisa berpengaruh terhadap pemburuanya itu, tak lupa ia juga melatih dirinya sendiri agar siap memburu buruannya, tahu apa kelebihannya, kekurangannya, ketelitian, kecerobohan, serta hal-hal yang lainnya. Selain itu ia sendiri haruslah yakin bahwa yang dilakukannya adalah hal yang benar dan tidak menimbulkan kerugian, baik pada dirinya dan bagi orang lain.

Melalui pedoman si pemburu tadi, maka ada beberapa tips yang bisa saya bagikan kepada oknum-oknum yang sedang tidak percaya diri.

Sebagai seorang muslim, saya menganalisis bahwa salah satu penghambat dakwah islam adalah karena ketidak PD an hamlud da’wah, karena itu tulisan saya sekali ini lebih menitikberatkan bagaimana tips agar PD dalam berdakwah. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan ke hal-hal yang lainnya

1. Agar PD dalam berda’wah pertama kali kita harus paham apakah sesuatu yang kita lakukan/dakwahkan adalah sesuatu yang benar, tidak mungkin anda bisa meyakinkan seseorang atau menyukseskan suatu pekerjaan bila anda sendiri tidak yakin atau tidak tahu apakah hal itu benar ataukah salah. Oleh karena itu keyakinan atas sesuatu itu menjadi hal yang sangat urgent, yakinlah bila kita yakin pada sesuatu kita akan lebih PD.

2. Sebagai seorang muslim, standar halal haram kita adalah hukum syara’, dalam berbuat apapun, motivasi kita yang pertama haruslah diniatkan ikhlas karena memenuhi seruan dari Allah SWT, bukan karena hal-hal lain. Misalnya, motivasi utama kita tidak berzina bukan karena malu, tapi karena ada larangan dari Allah SWT, malu harusnya menjadi motivasi ke sekian. Motivasi utama kita belajar harusnya bukanlah untuk bekerja atau memenuhi tuntutan ayah ibu, tetapi haruslah karena diseru Allah untuk melakukannya, jadi kita harus menjadikan ridho Allah SWT sebagai tujuan segala aktivitas kita. Selain niat, caranya pun harus benar, karena syarat-syarat amal yang baik (ihsanul amal) adalah niat dan cara yang benar.

3. Bertolak belakang dari keyakinan yang pasti 100% (tashdiqul jazm) kita terhadap Islam, dan yakinnya kita bahwa Islam pasti benar dan kebenaran hanyalah milik islam semata, maka seharusnya seorang muslim tidak kurang PD dalam menjalankan aktivitas-aktivitas yang memang diserukan, karena kita melakukanya bukan untuk dilihat, dipuji ataupun untuk apa-apa dan siapa-siapa, tapi untuk Allah semata! Dan yakinlah, segala macam usaha kita, asal niat dan caranya benar, berhasil atau tidak aktivitas itu, sukses atau gagalnya akan mendapatkan nilai di mata Allah SWT. Lalu jika kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah benar, lantas apalagi yang perlu ditakutkan?

4. Takut dan malu adalah perasaan fitrah dari diri manusia, setiap orang memiliki rasa takut karena ia termasuk potensi manusia, yaitu naluri-naluri (al-ghara’iz) sehingga menghilangkan rasa takut dari diri manusia adalah hal yang tidak mungkin, yang mungkin adalah menyalurkannya dan membuatnya tidak terlihat atau meminimalisir rasa takut itu dengan meyakinkan diri, terkadang kita malu untuk ‘tampil’ karena merasa kita bukan seorang pemberani (penakut) atau seorang pemalu. Hal pertama yang ingin saya tegaskan disini adalah, malu dan takut itu harusnya perasaan kita ketika melanggar hukum-hukum syara, malu dan takut itu harusnya muncul ketika kita sedang mengerjakan kemaksiatan, dengan kata lain, dalam mengerjakan perintah atau seruan dari syara kita harusnya tidak boleh merasa malu atapun takut, karena kita melaksanakan perintah dari pencipta kita, pencipta langit dan bumi, pencipta segala yang ada di alam semesta dan segala keteraturannya! Jadi tidak ada cerita bila kita malu ataupun takut menjalankan perintah atau seruan-Nya, termasuk dalam hal berdakwah dan lain-lainya.

5. Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat terbatas, bahkan segala sesuatu yang ada di dunia ini pun memiliki batasannya, contohnya, manusia suatu saat pasti akan mati, dia tak kuasa untuk memajukan atau memundurkan ajal itu barang sesaat pun, manusia juga tidak tahu kapan ajalnya akan menjemput, apakah ketika sholat, apakah ketika belajar, ataupun ketika sedang melakukan maksiat. Yang ingin saya tegaskan disini adalah, wajar bila manusia itu memiliki kelemahan, itulah hakikat seorang manusia! Dan menurut saya, lebih baik kita menonjolkan kelebihan kita, dan sementara itu memperbaiki kekurangan kita. Hal yang sama berlaku pada orang-orang disekitar kita, saingan kita, teman dan lainya. Mereka juga pasti tidak lepas dari kelemahan dan keterbatasan, sehingga tidak perlu bagi kita untuk merasa kitalah yang paling tidak sempurna, sedangkan mereka jauh lebih baik daripada kita. Jauhkanlah pertanyaan-pernyataan seperti “Kayaknya dia lebih baik daripada saya, saya tidak punya harapan…” itu adalah logika yang salah. Harusnya “Kalau dia juga bisa, kenapa saya tidak?!”

6. Cara mengatasi rasa takut dam malu, selain dengan meyakini apa yang dilakukan, juga bisa dengan cara membiasakan diri dengan ketakutan dan rasa malu itu, jadi seorang yang ingin berhasil dalam sesuatu yang kurang PD nya dalam hal itu tidaklah boleh mundur, karena jika dia tidak pernah mencoba, niscaya tidak akan ada perubahan di dalam dirinya, Allah berfirman “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang ada dalam suatu kaum sampai mereka merubahnya sendiri” sehingga, walaupun takut, walaupun gemetar, walaupun hasilnya kurang baik, tetap hal-hal tersebut harus dilaksanakan, Insya Allah setelah beberapa kali melakukannya semua akan terlihat lebih baik, lebih enak dan lebih tenang. Orang-orang yang paling sukses atau paling percaya diri sekalipun pasti pada awalnya merasa tidak PD, tetapi bedanya dengan orang yang gagal adalah, ketika dia takut maka ia akan mengalahkan ketakutanya itu, bukan tunduk kepadanya.

7. Melihat dari awal perjalanan hidup kita, kita sadar bahwa pada proses penciptaan kita telah terjadi suatu hal yang luar biasa, dalam banyak firmannya Allah SWT telah memberitakan bahwa kita berasal dari mani yang dipancarkan, Ketika seorang suami melakukan (maaf) hubungan badan dengan istrinya maka rata-rata sperma yang keluar pada waktu itu adalah sekitar 500.000.000 (lima ratus juta!) dan sperma-sperma ini bersaing satu sama lain untuk mendapatkan satu sel telur (ovum), jadi dulunya sperma yang akan menjadi kita itu bersaing dengan 499.999.999 sperma lain, atau saingan kita dahulu kala mencapai angka tersebut, sekarang berapakah saingan kita? 10, 40, 100, 1000? Kenapa kita tidak PD bersaing dengan jumlah yang sedikit ini, padahal dulunya kita adalah pemenang dari antara 500.000.000 peserta hehehehehe… jadi nggak ada alasan bagi kita untuk tidak PD dalam bersaing yang sehat! Selain itu, kalian-kalian semua adalah ciptaan-ciptaan sempuna yang khusus, unik dan tiada duanya, yang dihasilkan dari sperma terbaik! Bisakah anda bayangkan bila bukan sperma yang terkuat yang membuahi sel telur itu, apakah kita akan seperti ini? saya rasa tidak, karena dalam perjalanannya menuju sel telur adalah proses seleksi sperma dan yang terbaiklah yang akan mampu, sehingga kita semua adalah benih-benih terbaik!

8. Hal yang terakhir adalah, kita, sebagai manusia yang selalu merasa rendah adalah hal yang wajar, tetapi akan sangat bagus bila perasaan itu dipadukan dengan akal dan ditempatkan di tempat yang seharusnya, untuk mencapai ketenangan hidup, kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, kita tidak boleh hanya membandingkan diri dengan orang yang lebih ‘atas’ tetapi haruslah juga kita melihat ke ‘bawah’ betapa masih banyaknya orang yang lebih tidak beruntung daripada kita, tetapi orang yang di ‘atas’ juga bisa dijadikan contoh.

Tulisan ini adalah karangan manusia, belumlah final, jadi perlu pengembangan pemikiran dari pembacanya, semoga tulisan ini dapat membantu perjuangan da’wah kita semata hanya untuk Allah Ta’ala, semoga bermanfaat!

Apa Pandangan Islam Tentang Pluralisme

Pertanyaan:

Assalamualaikum ust. Akhir-akhir ini banyak orang berbincang tentang pluralisme. Apalagi terkait kasus terbaru yaitu Uji materi UU tentang penodaan Agama. Ada diantara salah satu pemohonnnya beralasan tentang perlunya pluralisme sebagai sebuah pandangan hidup dan ini menjadi salah satu alasan untuk dicabutnya UU tersebut. Nah, sebenarnya bagaimana sih Konsep pluralisnme itu sendiri. Kemudian, apa dampaknya bagi kehidupan umat beragama, terutama dalam sudut pandang Islam. Syukron.

Konsep Pluralisme

Konsep pluralisme secara umum diartikan sebagai ga-gasan yang menyatakan bahwa semua agama sama dan tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lain. Perbedaan agama hanya dianggap sebagai perbedaan persepsi dalam memahami hakekat ketuhanan yang dalam implementasi kebe-ragamaan tersebut ditemukan banyak kesamaan (Thoha:2005).

Gagasan pluralisme merupakan turunan dari konsep liberalisme yang tumbuh di Eropa pada abad pencerahan (abad ke-18). Sebagaimana diketahui pada masa itu masing-masing sekte-sekte dan madzab agama Kristen Eropa pada masa itu sangat eksklusif dan tidak toleran terhadap sekte lainnya sehingga melahirkan konflik-konflik sosial yang tidak jarang berujung pada pertumpahan darah. Pluralisme kemudian dianggap sebagai 'obat' untuk menghilangkan ketegangan tersebut. Pada perkembangannya konsep pluralisme menyebar hingga ke dunia Islam. Menurut para peng-usungnya ide pluralisme dapat meredakan berbagai konflik dan ketegangan yang terjadi di antara kelompok agama di dalam masyarakat.
Dampak Pluralisme

Dengan mencermati hal tersebut dapat dimengerti jika gagasan pluralisme merupakan ide yang berhubungan erat dengan sekulerisme yang meman-dang bahwa agama harus dipisahkan dalam kehidupan publik. Sekulerisme tidak mempersoalkan perbedaan keyakinan seseorang namun dalam kehidupan publik agama harus dikesampingkan. Pluralisme yang meng-anggap semua agama sama dianggap sebagai gagasan yang tepat untuk menghilangkan eksklusifitas agama dalam kehi-dupan publik. Dengan kata lain dalam sebuah tatanan masya-rakat dan negara tidak boleh ada suatu agama yang mendominasi agama lain karena kebenaran semua agama bersifat relatif.

Tidak heran jika tokoh-tokoh pluralisme termasuk di Indonesia paling getol menen-tang pemberlakuan syariat Islam. Pada saat yang sama mereka mendukung eksistensi berbagai aliran-aliran sesat semisal Ah-madiyah dan Jamaah Sala-mullah.

Pluralisme yang menganggap semua agama sama telah memberikan ruang bagi siapapun untuk berpindah agama, tidak beragama atau bahkan mendirikan agama baru sekalipun. Ini karena orang yang menganut pluralisme meng-anggap tidak ada perbedaan yang substansial antara satu agama dengan agama lainnya. Oleh karena itu aktivitas ber-pindah agama (riddah) dianggap sebagai hal yang lumrah dan bukan merupakan tindakan kriminal.


Kebatilan Pluralisme

Sebagai sebuah gagasan, pluralisme haram untuk diadopsi, disebarkan dan dipraktekkan. Hal karena antara lain:

Pertama, ide tersebut lahir dari gagasan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehi-dupan. Dari sini saja sebenarnya sudah cukup untuk menyatakan kebatilan ide tersebut, sebab gagasan apapun yang tidak bersumber dari aqidah Islam meski memiliki kesamaan tetap dianggap sebagai sebuah keba-tilan. Gagasan ini juga tidak dapat diterapkan atas umat Islam sebagaimana awalnya ditujukan kepada agama Kristen. Dengan kata lain ia bersifat ekskulisif bagi agama Kristen dan mungkin agama lain namun tidak bagi agama Islam. Hal ini karena Islam telah memiliki sejumlah solusi dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi baik secara personal, kelompok maupun antar umat beragama.

Kedua, pluralisme meng-anggap hakekat semua agama sama. Kebenaran seluruh agama juga dipandang relatif dan oleh karenanya pemeluk suatu agama tidak boleh mengklaim agama-nya paling benar. Padahal di dalam Islam telah dijelaskan secara qathi'y bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang benar (QS Ali Imran [3]:163), sementara selainnya adalah agama yang batil dan meyakini kebenarannya adalah kekufuran (QS al-Taubah [9]:30-31). Orang yang keluar dari agama Islam dianggap sebagai pelaku tindak kriminal yang wajib untuk dibu-nuh jika enggan bertaubat. Selain itu Islam juga menegaskan bahwa dalam ajaran Islam terdapat sejumlah ajaran yang bersifat qath'iy yang wajib untuk diyakini kebenarannya secara mutlak. Justru menganggapnya sebagai sesuatu yang relatif maka menjerumuskan sese-orang pada kekafiran seperti merelatifkan kebenaran Alquran dan Sunnah.

Ketiga, pluralisme pada faktanya telah dijadikan sebagai 'alat' untuk menghalangi terwujudnya pelaksanaan syariat Islam secara total dalam sebuah negara. Alasannya sederhana, suatu agama tidak boleh diterap-kan dalam kehidupan publik sebab hal tersebut meniscayakan adanya pemaksaan kepada pihak yang beragama lain. Na-mun pada sisi lain gagasan pluralisme telah menempatkan sistem kapitalisme sebagai 'agama baru' yang wajib ditaati. Yang jelas dirugikan oleh gagasan ini adalah umat Islam. Hal ini karena dari semua agama yang ada, hanya Islam-lah yang merupakan sebuah ideologi yang memiliki peraturan yang lengkap dan wajib diterapkan secara menyeluruh dalam selu-ruh aspek kehidupan termasuk kepada non-Muslim.

Keempat, gagasan ini jelas sangat sesuai dengan berbagai kepentingan negara-negara Barat yang tidak menginginkan umat Islam menerapkan Islam sebagai sebuah ideologi dalam suatu negara. Ini sangat dimengerti mengingat berbagai ben-tuk penjajahan mereka terhadap dunia Islam akan mendapatkan perlawanan yang efektif dari negara Islam. Sebaliknya dengan 'matinya' negara Islam, mereka dapat leluasa melanggengkan dominasi mereka atas umat Islam seperti saat ini.


Bukan Memberangus Perbedaan

Meski menolak pluralisme bukan berarti Islam tidak meng-akui dan membolehkan keber-adaan agama-agama lain. Dalam sejarah penerapan Islam, jamak diketahui bahwa Khilafah Islam meski tidak mengakui kebenaran agama selain Islam namun tetap memberikan penghormatan kepada peme-luknya menjadi warga negaranya. Padahal saat itu konsep pluralisme sama sekali tidak dikenal.

Ini karena Islam telah menjelasakan dengan qath'iy bahwa non Muslim selama mereka membayar jizyah dan tunduk pada aturan negara dalam kehidupan publik maka dapat hidup bebas menjalankan agama mereka baik yang berkenaan dengan masalah ibadah, pakaian, makanan dan minuman serta pernikahan. Konsep ini terbukti mampu mengatasi perbedaan dan konflik yang terjadi dalam bingkai negara Islam.

Bandingkan misalnya di negara-negara Barat yang meng-klaim menjunjung tinggi pluralisme namun masih memperlakukan umat Islam secara diskri-minatif dalam menjalankan ajaran agama mereka meski yang bersifat privat semisal memakai cadar dan memanjangkan jenggot.

Berdasarkan penjelasan di atas maka sudah sepantasnya umat Islam menolak gagasan pluralisme beserta para pengusungnya bukan malah ikut-ikutan latah mendukungnya. Wallahu a'lam bisshawab.

Tanda Ikhlas

Para ulama sepakat bahwa setiap amal haruslah disertai dengan niat yang ikhlas. Lalai dalam menanamkan keikhlasan akan berakibat gagalnya memanen pahala dari amal yang kita lakukan. Saking pentingnya perkara ini, tak heran banyak mujahid yang bersusah payah menjaga keikhlasan niat mereka dalam menegakkan agama Allah. Syaikhul Islam Abdullah bin Mubarak misalnya, pernah mengikuti peperangan dengan menggunakan cadar atau topeng diwajahnya tanpa ada yang mengetahui siapa dia. Dalam peperangan itu beliau melesat keluar dari pasukan kaum muslimin, seraya membunuh para penunggang kuda dari pihak musuh yang sebelumnya menggoncangkan barisan kaum muslimin.

Lantas, apa sebenarnya ikhlas itu? Apa tanda-tandanya? Abu Qasim Al-qusyairi berkata; “ikhlas adalah menjadikan satu-satunya yang patut ditaati dalam niat ialah Allah SWT”. Dalam suatu kesempatan Imam Fudail bin Iyadh berkata; “ikhlas terwujud manakala suatu amal diniatkan secara murni kepada Allah SWT”.

Ikhlas memang memiliki tanda. Diantara tanda-tanda ikhlas adalah tunduk pada kebenaran, dan menerima nasihat sekalipun berasal dari orang yang lebih rendah tingkat ilmunya. Ia akan lapang dada ketika ternyata kebenaran itu ada pada orang lain. Hal ini telah dilakukan oleh Ubaidillah bin Hasan Al-anbariy, salah seorang ulama terkemuka dan qadhi di kota Bashrah. Ubaidillah bin Hasan pernah ditegur oleh muridnya Abdurrahman bin Mahdi lantaran keliru dalam menjawab sebuah pertanyaan. Beliau mengatakan kepada muridnya; “ kalau demikian aku menarik diri dan tunduk. Sungguh menjadi ekor dalam kebenaran bagiku lebih aku sukai daripada menjadi kepala dalam kebatilan.”

Tanda ikhlas yang lain adalah tidak berani memberi fatwa dan memutuskan suatu hukum secara gegabah. Termasuk tidak berani menjalankan suatu perbuatan sebelum mengetahui status hukumnya, dan menerima apapun pandangan Allah SWT atas perkara tersebut. Oleh karena itu para ulama selalu menjaga diri tidak gegabah memberi fatwa, bahkan berangan-angan agar dirinya tidak ditanya. Para ulama besar terdahulu. Tidak pernah merasa malu untuk mengatakan tidak tahu terhadap suatu perkara yang memang tidak diketahuinya.

Suatu hari Asy-syabi pernah ditanya tentang suatu persoalan . Beliau menjawab; “aku tidak tahu”. Ada yang menyela; “apa anda tidak malu menjawab tidak tahu padahal anda adalah ahli fiqh-nya orang-orang Irak.” Beliau menjawab; “ jangankan aku...malaikat saja tidak malu ketika berkata: “maha suci engkau ya Allah, tidaklah kami memiliki ilmu kecuali yang telah engkau ajarkan kepada kami” (Al-baqarah: 32)

Orang yang ikhlas tidak akan menanam dirinya rasa malu untuk mencari kebenaran. Kehidupannya tak lebih dari serangkaian perjalanan untuk mencari kebenaran. Tidak ada yang lebih indah baginya selain sikap pasrah kepada Allah. Syariat Allah (Islam) baginya seperti sebuah telaga bening di tengah gurun sahara, sesuatu yang sangat diharapkan keberadaannya dan dirindukan kesegaran airnya. Semoga kita termasuk orang yang mampu berbuat ikhlas dan selalu menyimpan tanda-tanda ikhlas. Amiin. Wallahua’lam bi showab

Improvisasi Dakwah Secara Kreatif Dan Inovatif

Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Nah, sekarang bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat.

Tapi…eit… tunggu dulu, sebelum lebih jauh, simak dulu yang satu ini …

Saudaraku, kapan kita pertama kali belajar mengarang? Rata-rata mengalaminya saat di bangku kelas 3 atau 4 SD. Nah, sekarang cobalah untuk melakukannya lagi. Tak perlu lama-lama. Cukup 1 menit. Temanya pun bebas. Siapkan kertas. Siapkan juga pensil atau pulpen. Oke, siap? Ya, mulai...
Apa yang terjadi? Umumnya dari kita akan memulai karangan kita dengan kata-kata “Pada suatu hari...” atau “Pada suatu saat...” atau kata-kata sejenis lainnya. Kata-kata yang sama dengan yang kita gunakan ketika memulai belajar di SD dulu.
Lalu, umur berapa kita saat ini? Mungkin 25 tahun, 30 tahun, atau mungkin 60 tahun. Yang jelas selisih umur kita saat ini dengan umur saat SD dulu, katakanlah, minimal lebih dari 10 tahun. Tentulah ini masa yang tidak sebentar. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kata-kata yang kita gunakan saat ini sama sekali tidak berubah alias sama persis dengan kata-kata yang dulu? Padahal waktu telah berlalu cukup lama. Minimal terpaut 10 tahun. Kalau begitu, apa gerangan yang terjadi? …

Inilah gambaran sederhana, betapa proses peneladanan kita selama ini –disadari atau tidak - telah berlangsung tanpa memunculkan proses kreatifitas. Tidak ada proses inovasi. Padahal, dengan kreativitas dan inovasi, kita bisa memulai karangan kita dengan kata-kata yang lain, seperti :
o “Hari itu pukul 03.30 ketika semua masih terlelap ...”
o “Braak ! Tanpa ampun Dimas menggebrak meja ...”
o “Pro-kontra tentang RUU Anti Pornografi-Pornoaksi (RUU APP) terus terjadi ...”
o “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un! Hanya itulah yang layak kita ucapkan menyusul gempa bumi yang mengguncang Yogya dan Jawa Tengah...”

Sahabat Pembangkit Umat,
Tulisan di atas menghantarkan kita pada situasi dan kondisi dakwah kita hari ini yang kurang lebih sama. Padahal kita punya potensi peneladanan uslub atau teknik dakwah secara kreatif, inovatif dan tetap dalam koridor metode dakwah yang fiks alias konstan, tidak berubah. Jadi bagaimana seharusnya? Simak lanjutannya …
Dalam keseharian kita dapati contoh-contoh sukses bisnis, secara parsial maupun keseluruhan bisnisnya, dengan kekhasan kompetensinya. Waduh Lha kok sukses bisnis bukan dakwah, ‘jaka sembung naik ojek’ nih alias ‘gak nyambung jek’. Tenang, tak apa, ikuti saja dulu. Don’t be khawatir.
Sebutlah Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya yang sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009. Ada Garuda Food yang dikenal sebagai perusahaan inovatif, yang sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya. Juga Yamaha Motor yang makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”. Sido Muncul yang sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Primagama yang sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN! Terakhir Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu.
Sebelumnya, pun sudah ada sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …” Jauh sebelumnya, telah ada bisnis Sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf, satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-).

Sahabat pembangkit Umat,
Nah di sinilah, konteks peneladanan dimulai. Jangan biarkan success story yang ada di depan mata kita, lewat tanpa permisi. Lewat tanpa kita sempat mengambil hikmahnya untuk memacu perolehan sukses dakwah kita. Jadi, bagaimana caranya? Insya Allah mudah saja. Meminjam istilah rumus 5i dari buku Be The Best, not ‘be asa’ tulisan penulis, kita harus segera melakukan langkah Teladani Success Story. Ada tiga cara untuk melaksanakan langkah ini. Pertama, mengambil Inspirasi dari kisah sukses; kedua, lakukan Copy The Master, Ketiga, ‘Ngenek’ alias magang. Ketiga langkah ini bisa dilakukan kepada setiap Success Story yang ada seperti Sosro dan Primagama di lingkup nasional; atau sang Maestro bisnis dunia Abdurrahman bin Auf dll. Tentu saja dengan mengkonversinya ke dalam uslub dakwah.
Dakwah kita bisa lebih cepat tumbuh dan berkembang jika secara menerus kita lakukan improvisasi tiada henti saat melakukan proses peneladan tadi. Maksudnya, kita menirunya dengan tidak membiarkan diri melupakan potensi karakter positif yang khas pada dakwah kita, serta tanpa memandulkan proses kreatif dan inovatif kita. Dan ini catatan akhirnya, tidak membawa kita pada pelanggaran hukum syara. Jika dibuat rumusnya, maka akan menjadi “Meneladani contoh sukses yang ada dengan tetap memunculkan karakter positif yang khas pada diri kita secara kreatif dan inovatif, tanpa melanggar hukum syara”. Boleh juga disebut, inilah, kurang lebihnya, Benchmarking Islami.
Bisakah ini dilakukan? Insya Allah bisa, mengapa tidak? Coba lihat …
 Jika Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009, maka ini inspirasi agar dakwah kita menjadi pelopor dakwah bagi semua kalangan mahasiswa yang akan membawa mereka terbang meraih Mimpi Besarnya. Ini berarti, dakwah yang kita lakukan juga harus dapat memberi motivasi super kuat untuk meraih kesuksesan dunia akhirat bagi semua kalangan mahasiswa.
 Jika Garuda Food dikenal sebagai perusahaan inovatif dan sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya, maka inspirasinya adalah dakwah kita mesti dikenal sebagai ikon pergerakan dakwah mahasiswa, misalnya sebagai trend setter pergerakan mahasiswa lainnya. Ini terjadi, misalnya, ketika isu strategis yang kita munculkan juga akan dijadikan isu strategis oleh pergerakan mahasiswa lainnya.
 Jika Yamaha Motor makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”, maka tak salah, jika kita juga menancapkan azzam kuat yang sama. Kitalah penentu gerak dakwah kampus yang sesungguhnya, sehingga bargaining position kita sangat tinggi dan rektorat pun menaruh hormat dan menyegani kita hingga untuk mengambil kebijakan kemahasiswaan pun sang rektor mesti mendengar pendapat kita lebih dulu.
 Jika Sido Muncul sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, maka boleh juga kita mengkampanyekan “Orang Sengsara Karena Tolak Syariah” atau “Mahasiswa Cerdas Pasti Berdakwah”.
 Jika Primagama sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN!, mengapa tidak kita sampaikan garansi masuk surga dari Allah Swt bagi siapapun yang beriman dan beramal sholeh, termasuk mahasiswa yang beriman dan beramal sholeh dan dakwah adalah salah satu amal sholeh yang dimaksud. Kita sebarkan dakwah dengan jaringan dakwah yang terbina standar di setiap fakultas, jurusan dan program studi.
 Jika Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu, mengapa tidak kita menjadi ‘pabrik kata-kata dakwah’ yang menjual 5.000 kata dakwah per hari secara kontinyu dan intensif!
 Jika sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …”, maka kita bisa membuat ‘peribahasa dakwah’ : “apapun latar belakangnya, dakwahnya adalah Islam ideologis…”
 Contoh akhir untuk tulisan ini penting digarisbawahi. Peradaban Islam menghasilkan begitu banyak figur sukses yang membangkitkan umat dan mensejahterakan dunia selama 14 abad. Salah satunya adalah Abdurrahman bin Auf sebagai satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-). Maka, inspirasi besarnya adalah, mulai saat ini, seluruh kru dakwah segera meningkatkan kapasitas diri dengan menghadirkan multikompetensi yang diperlukan bagi dakwah, seperti fiqhud dakwah, teknik komunikasi, leadership, dll. Mulai saat ini, seluruh kru dakwah berlatih memperbanyak infaq dan pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga di jalan dakwah. Mulai saat ini juga, memulai bisnis Islami yang akan menopang nafkah diri, keluarga dan dakwah.

Sungguh, kreativitas nyaris tanpa batas. Jadi Improvisasi Tiada Henti dengan Kreativitas melahirkan Ciri Khas yang dinanti umat. Ciri khas ini seiring waktu menjelma menjadi Kompetensi Inti. Dengan ini, secara sederhana, kita telah mampu membuat dakwah melaju optimal dan tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat . Insya Allah.

Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti dan improvisasi secara kreatif dan inovatif agar laju dakwah optimal serta tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

Visi dan Nilai Sebagai Kendali Gerak Dakwah

Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!

Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Juga, bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat. Nah, kali ini, akan dibahas Visi dan Nilai sebagai Kendali Gerak Dakwah.

Sebagai sebuah organisasi atau dakwah yang teorganisasi, kendali pada visi dan nilai menjadi suatu keniscayaan. Mengapa? Karena dakwah telah melibatkan sedemikian banyak da’i dan sumberdaya yang penggerakannya menghendaki kesamaan dalam pemikiran, perasaan dan aturannya. Jika tidak, dakwah akan mudah tergelincir dalam nuansa miskomunikasi, ‘misleading’, dan bahkan misorganisasi. Jika sudah begini, dakwah akan diam tak bergerak. Sungguh mengerikan!

Baiklah, kita lanjutkan. Visi tempatnya ada pada strategi organisasi. Namun, di atas strategi organisasi itu sebenarnya terdapat nilai atau, lengkapnya, nilai-nilai utama yang memandu arah organisasi. Disebut nilai utama, sebab ia menjadi sandaran utama yang akan memayungi semua aktivitas organisasi. Karena - dalam perspektif Islam - keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut, maka nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi.

Lalu, bagaimana selanjutnya dengan visi? Visi adalah cara pandang yang menyeluruh dan futuristik terhadap keberadaan organisasi. Pernyataan visi menjawab pertanyaan, akan menjadi sosok organisasi seperti apa dalam lima tahun mendatang (the what). Dalam koridor strategi induk organisasi, keberadaan Visi selalu dijabarkan dengan Misi dan Tujuan. Misi merupakan pernyataan yang menjelaskan alasan pokok berdirinya organisasi dan membantu mengesahkan fungsinya dalam masyarakat atau lingkungan. Dalam bentuk yang sederhana, pernyataan misi menjawab pertanyaan, aktivitas apa yang akan dilakukan organisasi agar sosok yang diharapkan tadi (dalam visi) dapat terwujud (the why). Sementara, tujuan adalah akhir perjalanan yang dicari organisasi untuk dicapai melalui eksistensi dan operasinya serta merupakan sasaran yang lebih nyata dari pernyataan misi.

Ada empat syarat untuk menetapkan dan menulis visi menurut Bennis dan Mische (1996). Syarat pertama, mencakup segala hal dan berani, menekankan hasil yang luar biasa ketimbang hanya hasil yang bertahap. Kedua, menciptakan rasa kekuatan, semangat dan komitmen ketimbang kegelisahan, kepanikan, dan intimidasi. Ketiga, realistis dan dapat dicapai, dipergunakan sebagai pedoman bagi semua aktivitas organisasi. Keempat, spesifik dan harus dinyatakan dengan keyakinan; sebab visi adalah artikulasi dari citra, nilai, arah dan tujuan yang akan memandu masa depan organisasi.

Ada banyak visi organisasi yang layak kita cermati, paling tidak kita jadikan benchmarking dengan visi kita saat ini, misalnya :
• Bank Muamalat Indonesia (BMI), Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar emosional, dikagumi di pasar rasional.

• RS PMI Bogor, Menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik dengan unggulan di bidang traumatik dan kegawatdaruratan.

Yang spesifik dakwah, bisa tampak dari contoh berikut :
• Visi BKIM IPB : Menjadi Lembaga Dakwah yang Ideologis dan Profesional bagi terwujudnya Mahasiswa Muslim IPB yang Patuh pada Syariat Islam, Dinamis dan Kreatif.

• Working Group Syariat Islam Aceh : Menjadi jaringan kerja penggerak partisipasi publik dalam formulasi, implementasi dan pengendalian kebijakan Syariat Islam di Aceh.

Nah, sekarang bagaimana mengimplementasikan visi dan nilai sebagai kendali gerak dakwah kita? Menjadikan kendali gerak dakwah artinya dengan menetapkan acuan, standar atau tolok ukur strategis dan operasional bagi perjalanan organisasi dakwah kita yang diderivasikan dari nilai dan visi. Tolok ukur strategis lebih bersifat kualitatif dan bersandarkan pada nilai-nilai yang dianut organisasi. Sementara, tolok ukur operasional lebih bersifat kuantitatif dan didasarkan atas kesepakatan hasil perhitungan atau analisis bersama dalam menjalankan aktivitas organisasi sebagai turunan berikutnya dari visi.

Sahabat Pembangkit Umat,
Dengan begitu, berdasarkan nilai-nilai utama, maka kendali itu akan berupa penetapan visi (juga misi dan tujuan) organisasi, baik secara eksplisit maupun implisit, yang menggambarkan orientasi strategis organisasi. Dengan demikian, visi yang diusung adalah menjadikan organisasi sebagai wahana para pengelolanya dalam melaksanakan dakwah dalam rangka meraih keridloan Allah SWT. Misi dan tujuannya adalah bahwa keberadaan organisasi pada hakikatnya adalah untuk mewujudkan dakwah yang benar-benar dapat menggugah sehingga dapat mewujudkan ketaatan terhadap syariat. Jika berhubungan dengan pembinaan SDM, bagaimana mewujudkan SDM dakwah yang memiliki kematangan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah), melalui pola fikir dan pola sikap yang Islami serta profesional, yakni kafa’ah (berkeahlian); himmatul 'ammal (beretos kerja tinggi); dan amanah (terpercaya), dan sebagainya.

Kendali berikutnya, atas dasar visi yang telah ditetapkan itu pula, maka tolok ukur strategis bagi aktivitas dakwah organisasi adalah hukum syara atau syariah Islam itu sendiri. Aktivitas organisasi - apapun bentuknya - pada hakikatnya adalah aktivitas manusia yang akan selalu terikat dengan hukum syara. Hal ini sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan “al-aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmisy syar’i”, yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh atau haram.

Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menyatakan : “Semua umatku akan masuk sorga kecuali orang yang enggan.” Ada salah seorang sahabat yang bertanya : “Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab : “Barang siapa yang taat kepadaku maka ia masuk sorga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dia itu enggan.” Dengan demikian, orang yang merindukan keselamatan hidup akan senantiasa terikat dengan hukum syara tersebut. Karena hukum syara mengikat setiap SDM organisasi, maka aktivitas organisasi yang hakikatnya dilakukan oleh SDM organisasi pun dengan sendirinya tidak akan lepas dari koridor hukum syara.

Visi (juga misi dan tujuan) serta kedua tolok ukur di atas lazimnya akan nampak pada organization culture dan implementasi strategi berikutnya. Hukum syara sebagai tolok ukur strategis akan menjadi koridor bagi seluruh aktivitas keorganisasian segenap SDM organisasi.

Bila visi telah berhasil ditetapkan, seperti tampak pada contoh visi di atas, penting untuk disimak sebagai ‘warning’, enam sebab mengapa visi (dan misi) sebagian organisasi menjadi tidak efektif sebagai kendali seperti yang ditulis dalam Faisol (2002).

•Sebab 1. Konsep tentang visi (dan misi) itu sendiri tidak jelas.
•Sebab 2. Secara intrinsik organisasi tidak secara sungguh-sungguh mendambakan dan mengusahakan tercapainya visi (dan misi) itu sendiri. Organisasi tidak memiliki motivasi.
•Sebab 3. Rumusan visi (dan misi) dianggap tidak realistis untuk dicapai. Artinya, visi (dan misi) tersebut tidak dipercaya oleh konstituen organisasi karena tidak selaras dengan sistem nilai organisasi.
•Sebab 4. Visi (dan misi) organisasi tidak fleksibel, sementara organisasi harus tangguh menghadapi berbagai tantangan dan teguh menuju arah yang telah ditetapkan.
•Sebab 5. Visi (dan misi) organisasi tidak didukung oleh strategi dan manajemen yang tepat.
•Sebab 6. Visi (dan misi) organisasi tidak ditopang oleh kepemimpinan yang mampu merealisasikan visi (dan misi) organisasi tersebut menjadi kenyataan.

Inilah makna kendali pada visi dan nilai. Semakin menegaskan bahwa dakwah kita adalah dakwah yang terkendali dengan mantap oleh Islam sebagai Nilai-nilai utama dan Visinya.Tak akan pernah sedikitpun bergeser dari Islam. Karena hanya dengan itu, Allah ridlo pada dakwah kita. Insya Allah.

Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti dan improvisasi secara kreatif dan inovatif agar laju dakwah optimal. Islam dalam visi dan nilai menjadi kendalinya. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.

Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!

Sekolah dan Kebangkitan

Banyaknya sekolah atau institusi pendidikan, serta bertambahnya sarjana dan lulusan pakar di dalam semua bidang, apakah hal itu merupakan tanda kebangkitan, atau hanya jalan menuju kebangkitan? Definisi yang terkenal dari sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat. Sekolah saat ini dianggap sebagai lembaga yang melakukan transfer ilmu di waktu dan tempat yang telah ditentukan dengan kurikulum yang baku.

Faktanya menunjukkan bahwa dalam suatu negara banyak terdapat sekolah dan lulusan pakar di bidang tertentu tidak menjamin bangkitnya negara tersebut. Bahkan sekolah dan lulusan pakar yang berasal dari sekolah itu cenderung tidak berguna dan tidak mampu menyelesaikan masalah dan membawa kebangkitan terhadap negara beserta umat dengan keilmuan yang didapatkan di sekolah. Sebut saja India, jumlah lulusan pakar di sana sangat banyak, namun tingkat kemakmurannya belum ada apa-apanya, justru terdapat di sanalah orang-orang termiskin dan termundur di dunia. Yang membuat miris adalah para lulusan pakar tersebut hanya bisa berwacana dengan teori-teori keilmuan mereka, yang tak menghasilkan apa-apa (tidak bekerja menyelesaikan masalah di bidangnya masing-masing). Hal ini juga yang menyebabkan mereka terpaksa mencari alternatif pekerjaan di tempat lain.



Sehingga sekolah dan lulusan pakarnya tidak bisa dijadikan standar kebangkitan. Mengapa? Jawabnya karena di dalam sekolah hanya terjadi ta’lim (proses transfer ilmu saja), di mana orang menuntut ilmu hanya untuk pengetahuan dan sifatnya untuk akademis semata. Sekolah terikat dengan kurikulum yang tetap (statis), jadi memang tidak bisa menyesuaikannya dengan kenyataan yang dihadapi di lapang, wajar jika teori-teori keilmuan mereka mengendap dan tidak ada fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan.



Fakta lain dari sekolah adalah pengaruh sekolah hanya tampak secara individual. Ia mampu mencerdaskan seorang individu dengan ilmu-ilmu, namun parsial, mampu mempengaruhi perasaan individu, tetapi tidak mempengaruhi pemikirannya. Oleh karena itu ia bersifat teoritis, tidak aplikatif. Dengan demikian, apakah sekolah yang tidak mampu merangsang pemikiran seseorang dapat membangkitkan? Tentu tidak. Sedangkan, kebangkitan yang diharapkan hadir dari kalangan terpelajar atau cendekiawan tersebut justru tak mampu membangkitkan umat, menyelesaikan masalah-masalah umat. Berarti ada yang salah mengenai konsep kebangkitan. Oleh karena itu, perlu didudukkan kembali makna kebangkitan.

Merujuk Kamus Dewan (Edisi Ketiga). (2002:101). Kebangkitan dapat diartikan dengan bangun, kesadaran, serta kegiatan yang membawa kemajuan. Ini bermakna kebangkitan adalah suatu proses pembangunan dan kesadaran tentang perkara yang perlu direformasikan yang mana melibatkan kegiatan-kegiatan yang membawa kemajuan kepada masyarakat. Ini adalah teori umumnya. Makna sebenarnya dari kebangkitan lebih dalam daripada itu.

Kebangkitan dalam bahasa arab disebut an-nahdhah, yaitu dikaitkan dengan kamajuan di berbagai bidang keilmuan, peningkatan produktivitas, pesatnya perkembangan industri, kecanggihan teknologi, dan banyaknya penciptaan alat-alat yang semakin memudahkan dan memakmurkan kehidupan. Kebangkitan dapat dikatakan sebagai sebuah kemajuan atau keadaan yang meningkat ke arah/peringkat yang lebih baik. Untuk mencapai tahap itu, bagi orang-orang yang ingin bangkit, maka mau tidak mau haruslah memecahkan permasalahan pokok kehidupan dengan pemecahan yang benar, yakni yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan hati hingga tidak ada keraguan di dalamnya. Permasalahan pokok tersebut tertuang dalam tiga pertanyaan besar tentang kehidupan, yaitu, darimanakah manusia berasal, untuk apakah manusia hidup di dunia ini, dan akan kemanakah manusia setelah kehidupannya berakhir di dunia. Pertanyaan ini harus dipecahkan dengan benar. Karena ialah yang akan menjadi akidah seseorang, landasan berfikir seseorang, dan kepemimpinan berfikir seseorang, termasuk dalam menyelesaikan masalah-masalah cabang lainnya.

Dengan demikian, negara dan umat semestinya menyadari arti kebangkitan ini. Sehingga tidak serta-merta menstandarkan kebangkitan dari sekolah dan lulusan-lulusan pakar dari sekolah. Karena, sekolah bukanlah proses pembinaan yang di dalamnya terdapat proses berfikir, sehingga tidak dapat menggerakkan pemikiran seseorang. Sedangkan, orang yang dikatakan bangkit adalah yang mampu mengubah jalan pemikirannya/pemahamannya tentang kehidupan. Dan hal itu tidak diajarkan/diterapkan di sekolah. Maka, kembali kepada individu masing-masing, tidaklah mengandalkan sekolah untuk menuju kepada kebangkitan. Tugas ini, dalam mengajak seseorang menggunakan akalnya/berfikir, hakikatnya adalah tugas sebuah jama’ah, bukan sekolah.

Rasulullah-The Zikr

Rasulullah,
Dalam mengenangmu
Kami susuri lembaran sirahmu
Pahit getir perjuanganmu
Membawa cahaya kebenaran

Ketika turun firman Allah:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”
TQS asy-Syu’ara[26]:214

Rasulullah saw keluar hingga naik ke bukit Shafa, kemudian berteriak,” Hai, selamat pagi!” Kaum Quraisy berkata,” Siapa yang berteriak itu?” Mereka berkata,” Ia adalah Muhammad.” Kemudian mereka berkumpul menghampirinya. Beliau bersabda:

“Bagaimana pendapat kalian jika aku kabarkan bahwa saat ini ada pasukan kuda yang keluar dari balik bukit ini, apakah kalian akan mempercayaiku? Mereka berkata,” kami tidak pernah mengenalmu berdusta.” Beliau bersabda,” sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian, bahwa di hadapanku ada siksa yang sangat keras.” Abu Lahab berkata,” Celaka engkau Muhammad, apakah untuk ini kau mengumpulkan kami?”
(diriwayatkan oleh Ibnu Abbas)

Engkau taburkan pengorbananmu
Untuk umatmu yang tercinta
Biar terpaksa tempuh derita
Tegarnya hatimu menempuh ranjaunya

Rasulullah saw bersabda: “Aku telah disiksa karena Allah, dan tidak ada seorang pun yang dianiaya. Aku telah ditakut-takuti karena Allah, dan tidak ada seorang pun yang ditakut-takuti. Aku telah diboikot selama tiga hari tiga malam, dan aku tidak melihat makanan sedikit pun kecuali yang tersembunyi di balik ketiak Bilal.”
(Ibnu Hibban, dalam kitab Shahih-nya)

Tak terjangkau tinggi pekertimu
Tidak tergambar indahnya akhlaqmu
Tidak terbalas segala jasamu
Sesungguhnya engkau Rasul mulia

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. TQS al-Ahzab[33]:21

Tabahkan hatimu menempuh dugaan
Mengajar arti kesabaran
Menjulang panji kemenangan
Terukir namamu di dalam alQur’an

“Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang padamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “ Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” TQS al-Baqarah[2]:214

Rasulullah,
Kami umatmu
Walau tak pernah melihat wajahmu
Kami cuba mengingatimu
Dan kami cuba mengamal sunnahmu

“Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata:”Wahai Rasulullah saw, bagaimana pendapatmu tentang seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak bertemu dengan mereka?” Maka Rasulullah saw bersabda,” Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya.”
(dari Abdullah bin Mas’ud yang disepakati al-Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang” TQS al-Baqarah [2]:218

Kami sambung perjuanganmu
Walau kami dicaci dihina
Tapi kami tak pernah kecewa
Allah dan Rasul sebagai pembela

“Dan ingatlah ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” TQS al-Anfaal[8]:30

“Akan datang suatu kaum kepada Allah pada hari kiamat nanti. Cahaya mereka bagaikan cahaya matahari. Abu Bakar berkata,”Apakah mereka itu adalah kami ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda:”Bukan tapi kalian memiliki Banyak kebaikan. Mereka adalah orang-orang fakir yang berhijrah. Mereka berkumpul dari berbagai penjuru bumi.” Kemudian beliau bersabda:”Kebahagiaan bagi orang-orang yang terasing, kebahagiaan bagi orang-orang yang terasing.” Ditanyakan pada beliau,” Siapakah orang-orang yang terasing itu?” Beliau saw bersabda:”Mereka adalah orang-orang shalih, yang jumlahnya sedikit di antara manusia yang buruk. Orang yang menentang mereka lebih banyak daripada orang yang menaatinya.” (al-Haitsami berkata hadits ini dalam al-Kabir mempunyai banyak sanad, para perawinya shahih)

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA

BUKTI TRANSAKSI ANTARA TUHAN - HAMBA
Dengan atau tanpa kita, Dakwah Islam akan tetap berjalan, namun apakah Neraka-Nya tidak terlalu menakutkan serta Surga-Nya tidak begitu menggiurkan untuk kita semua?